Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemajuan Pendidikan di Indonesia

13 April 2018   13:05 Diperbarui: 13 April 2018   13:14 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan atau lebih tepatnya sistem pendidikan tidak akan pernah sampai pada poros hubungan kemanusiaan, jika masih saja merunut perkara interaktif-kompetitif. Bagaimana mungkin tidak sampai, padahal kurikulum dan kemampuan pendidik sudah sedemikian rupa ditingkatkan, faislitas dipenuhi? Saat orang tua menyerahkan anaknya kepada seorang guru pasti dilandasi kepercayaan. 

Mereka percaya bahwa seorang guru mampu mengembangkan sikap pikir dan membimbing seorang anak untuk mengembangkan potensinya. Kita mengenal ungkapan "di rumah seorang anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua, namun jika di lembaga pendidikan, maka sepenuhnya tanggung jawab seorang guru." 

Kepercayaan itulah yang kemudian membangun hubungan yang sangat erat antara orang tua dan guru. Kemudian menanggapi pertanyaan di atas, kira-kira bagaimana jika kepercayaan itu dudah mulai luntur, bahkan budaya saling silaturrahmi pendidik dan orang tua sudah jarang sekali dilakukan?

Namun seiring kemajuan manusia kepercayaan itu sudah mulai luntur. Kemajuan zaman tidak akan pernah terjadi tanpa adanya kemajuan manusianya. 

Sistem pendidikan pun menjadi lebih otoritatif bersama kemajuan manusia. Apa buktinya? Laga kompetitif yang dibangun di ruang kelas, pengelompokan dengan berdasarkan tes ini dan itu, pun begitu sikap pikir orang tua yang sudah terdoktrin oleh bayang-bayang globalisasi menjadikan buta akan pengembangan moral sang anak. mereka dituntun untuk mengembangkan diri secara barbarian. 

Memang bukan kontak fisik, namun sikap buliying sudah menjadi tradisi yang tanpa disadari terbentuk, sehingga pembunuhan karakter sering terjadi di dalam atau di luar kelas. Lantas bagaimana mengatasinya? Dari mana kita memulia membenahinya? Kemampuan pedagogik seperti apa yang harus dikembangkan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah bagian terkecil dari membidik tujuan pendidikan yang sepatutnya diraih bersama. Diktat rencana strategi sudah bahkan setiap hari dikembangkan, namun permasalahan yang sifatnya kemanusiaan masih saja terjadi, bahkan tidak tanggung-tanggung yang menjadi pelaku adalah peserta didik dan pendidiknya. 

Untuk menjawab pertanyaan di atas maka yang dibutuhkan adalah mengembalikan rasa saling percaya di setiap element pendidikan. Ketidakpercayaan itulah yang kemudian membatasi setiap gerak pendidikan, buktinya adalah sistem administrasi yang harus dilengkapi oleh pendidik. Jikapun konsentrasi pendidik terpecah maka tidak salah kan ketika kita memandang sistim administrasinya. 

Sehingga saat peserta didik tak mendapatkan bimbingan yang sangat intens maka rasa penasaran terhadap sesuatu di luar lembaga atau lingkungan keuarga diselaminya sendiri. Bagaimana dengan orang tua? Kurangnya komunikasi antara orang tua dan pendidik menjadi pemicu hilangnya kepercayaan tersebut, dalam istilah jawa mereka terlalu pasrah bongkok an.

Jika kemarin kita menegenal reorientasi dalam pendidikan, maka semua element hendak untuk merefresh kembali tujuan pendidikan, pola pendidikan, dan sikap pikir yang nantinya harus dibentuk. Jika mendidik adalah membina, membimbing, mengiringi, berjalan bersama, atau apapun istilahnya, maka yang terpenting adalah melihat kembali kepada aspek apa saja yang nantinya mempengaruhi perjalanan pendidikan. 

Dalam istilah pendidik kita kenal dengan pedagogik, kemampuan ini menekankan akan kemampuan pendidik dalam menyampaikan bahan ajar, namun terlepas dari itu semua ada kemampuan yang bersifat indeptseption atau kemampuan merangkul, mengayomi, membina perkembangan potensi pendidik, dalam aspek spiritualitas atau intelektualitas. Orientasinya adalah moralitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun