Sebagai seorang pemuda desa, selepas SMA aku pergi merantau ke kota MEDAN dengan harapan aku bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik. Aku tergiur dengan cerita sahabatku yang sukses di kota Medan meski aku tidak pernah tahu apa pekerjaannya.Â
Aku datang dari pulau jawa ke pulau sumatra dengan seminggu perjalanan darat dan laut. Padahal sebelumnya aku belum pernah melakukan perjalan sejauh ini. Tak heran sepanjang perjalanan aku mabuk perjalanan namu dengan janji janji sahabatku aku bulatkan tekadku merantau kesana.Â
Ternyata bukan hal mudah untuk menjadi seorang perantau. Selain jauh dari kampung halaman, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi dalam perantauan kita dan kita juga tak pernah tahu siapa yang harus kita percaya.
Banyak setan yang bertopeng malaikat dan sebaliknya. Seperti halnya sahabatku sendiri. Ternyata segala yang dia janjikan hanya omong kosong saja. Dia seorang bandar narkoba dan aku hanya disuruh sebagai kacung nya swbagai pengedar narkoba.Â
Karena aku butuh makan dan ingin mengirim uang ke orang tuaku. Untuk mengganti biaya keberangkatanku ke Medan yang harus pinjam kanan kiri. Ya orang tuaku hanya seorang buruh tani yang sudah tua dan tak lagi produktif. Aku anak lelaki satu satunya yang harus menanggung kehidupan lima orang adik perempuanku. Terpaksa aku jalani pekerjaan ini.Â
Setelah bertahun tahun akhirnya aku bisa membangunkan rumah orang tuaku dan juga sekolah adik adiku di kampung. Sampai akhirnya adikku yang paling besar menikah dengan seorang lelaki yang cukup beraa. Aku merasa sangat senang dan bahagia juga sedikit tenang karena orang tua akan ada yang bisa mengurusnya.Â
Bertahun tahun aku menjadi pengedar narkoba. Sampa akhirnya pada suatu hari aku di jebak oleh seorang polisi yang menyamar sebagai pembeli. Saat akan melakukan transaksi langsung di todongkan pistol kepadaku dan sahabatku. Sahabatku mencoba membalas dengan sebuah tembakan. Aku lari sekuat tenaga agar tidak tertangkap dan tertembak. Dengan sekuat tenaga aku berusaha kabut melintas dalam pikiranku, kedua orang tuaku yang menungguku pulang juga adik adiku yang pasti sangat rindu karna sepuluh tahun sudah aku meninggalkan kampung halamanku.Â
DOOOR... DOOOR... DOORRÂ
aku mendengar suara tembakan dari kejauhan disusul dengan suara teriakan seperti suara sahabatku yang terkena tembakan.Â
Aku semakin ketakutan, samar samar kudengar suara "Berhentiiii" Namun aku terus lari ekuat tenagaÂ
DOOOOR... DOOOR...Â