Mohon tunggu...
Mustaqim Latu
Mustaqim Latu Mohon Tunggu... Freelancer - @mustaqimlatu

Gam zeh Ya'avor ~ Ini juga akan berlalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berdamai Dengan Wabah

23 Mei 2020   05:56 Diperbarui: 23 Mei 2020   06:20 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kabar24-Bisnis.com

Seperti kebanyakan orang, saya sempat mengaggap "berdamai dengan wabah" itu hanya sebatas pernyataan sembrono tanpa dasar. Tidak ilmiah dan menanggalkan akal sehat. Makanya, tidak perlu diributkan karena hanya akan menghabiskan energi, yang tanpa dihabiskan pun memang sudah tiris untuk bertahan di situasi belakangan ini.

Ternyata saya khilaf. Terlalu jauh syak wasangka. Saat membuka buku, untuk mencari ngantuk, dengan tidak sengaja, saya menemukan pijakan dari pernyataan itu. Teks itu ada dalam lembaran buku, ingat, buuuuuku. Beubu kauku, Buku. Buku tebal pula. Siapa yang tidak percaya dengan buku tebal. Melihatnya saja gentar. Penuh intimidasi. Buku tebal adala supremasi tertinggi inteletual. Ingat itu.

Saya keblingsatan, waduuuh. Betapa ruginya mereka yang telah menertawai pernyataan itu sejak awal dan menjadikannya olok-olokan semata. Seolah ia hanya suara seorang pandir yang sedang mencari perhatian. Kini saya tahu, siapa yang ngawur dan gegabah. Orang-orang itu, belum lagi membuka buku, sudah banyak omong dan menuduh ngasal.

Dengan nukilan yang saya dapat dari buku tebal, saya akan balik mengejek mereka. Menutup congor-congor itu dengan buku, kalau perlu. Biar mereka diam dan kapok. Saya ajak duel literasi, membuktikan siapa yang benar. Ah sudahlah, mana mungkin mereka bisa beragumen dengan isi buku. Paling juga bisanya nyinyir. Emang dasar manusia nyinyir. Huh.

Tapi bagaimanapun, harus saya lakukan. Kebenaran perlu disampaikan. Dunia tidak boleh diselimuti gelap kebodohan, biarpun segumpal. Harus saya siarkan jika pernyataan itu lahir dari keilmuan tingkat tinggi. Yang mungkin hanya dapat digapai oleh mereka yang bergumul dengan buku-buku tebal. Inilah saatnya menegakkan kecerdasan bangsa, yang sudah lama disabotase oleh kerumunan masa.

Para demagog akan saya ajari maksud dari penyataan itu. Penyataan yang memiliki akar sejarah yang sangat kuat. Peninggalan arkeologisnya mumpuni. Tidak bisa dibantah barang sejengkal pun. Telah ada jauh sebelum mereka bisa menete. Siapa yang bisa mendebat? mendengar penjelasanku, paling-paling mereka hanya bisa mengangguk-angguk macam buruk beo. Kasian. Saya bisa bayangkan, betapa terlukanya cecunguk itu.

Dagu ditongakkan sedikit ke atas dengan mata menyipit sinis. Sambil menenteng buku tebal, saya membuka suara.

"Saudara-saudara...,"saya bisa rasakan ada getaran bergema di otak mereka yang kosong.

"Ketahuilah, pernyataan yang kalian tertawakan itu ada dalam buku tebal yang saya bawa."

"Merugilah kalian telah melecehkannya. Ia adalah refleksi sejarah perjalanan umat manusia. Dari masa ke masa. Dari zaman batu, zaman es, zaman berburu-pengumpul hingga zaman modern ini. Melewati berbagai macam rintangan alam. Mengalahkan banyak pesaing, mulai dari Homo erectus, Homo mojokertensis, Homo Oligarkinsis, Homo dolganosis dan Homo-homo lainnya. Hingga akhirnya menjadi satu-satunya spesies yang paling berkompeten mengelola kehidupan di atas bumi." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun