Mohon tunggu...
Dian Prameswari
Dian Prameswari Mohon Tunggu... lainnya -

In any real man a child is hidden that wants to play (Nietzsche)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Biarkan Hubungan Indonesia Australia Tegang karena "Refugees"

30 September 2013   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:12 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13805370251042237717

[caption id="attachment_291697" align="aligncenter" width="585" caption="http://www.theaustralian.com.au"][/caption] Queue jumpers out! Masalah refugees saat ini sedang menggelayuti Australia seakan masalah tsb tak mau pergi. Berbagai policy, baik dari pemerintahan partai Buruh maupun partai Liberal/Coalition telah dikeluarkan untuk mencegah membanjirnya orang orang yang tidak diingankan tersebut ke Australia. Tapi sampai saat ini kelihatannya berbagai policy tersebut tak ada yang mampu  mencegah para refugees untuk tetap berduyun duyun menuju Australia. Dibawah pemerintahan yang baru dengan Toni Abbott sebagai perdana menteri, Australia mengeluarkan policy yang diberi nama Operation Souvereign Borders. Kebijakan terhadap refugees ini intinya “turn the boat back” to where it comes from, dengan T & C if safe to do so. Masalahnya kebanyakan perahu perahu yang mengangkut refugees datangnya dari Indonesia. Kapal kapal tsb berbendera Indonesia dan di awaki oleh orang orang Indonesia. Dari kacamata Australia kapal kapal berasal dari negara kita tersebut telah melanggar kedaulatan tapal batas Australia. Maka saat ini ada sedikit ketegangan antara Indonesia dan Australia, karena policy baru dari pemerintahan Toni Abbott, selain turn the boats back juga termasuk pembelian kapal kapal reyot yang berpotensi jadi pengangkut refegees, dan pemberian insentive terhadap mereka yang bisa membantu mencegah kegiatan people smuggling. Kebijakan kebijakan tersebut dianggap oleh Indonesia akan mencederai kedaulatan negara Indonesia bila diterapkan di Indonesia. Dalam pertemuan empat mata dengan counterpart nya Julie Bishop dari Australia, Marty Natalegawa telah menggarisbawahi bahwa kebijakan yang termaktub dalam Operation Souvereign Borders tersebut tidak bisa diterima bila diterapkan pada Indonesia. “Kami telah menandaskan bahwa Indonesia tidak bisa menerima kebijakan Australia yang sifatnya melanggar kedaulatan negara Indonesia” kata Menteri Luar Negri kita pada reporters setelah usai pertemuan empat mata dengan Julie Bishop. Sementara itu Julie Bishop, foreign minister Australia yang baru, juga telah mengatakan bahwa Australia hanya memerlukan pengertian Indonesia namun Australua tidak memerlukan ijin dari Indonesia terkait kebijakan Operation Souverign Borders tersebut. Tampaknya dari kedua belah pihak belum ada kesepakatan mengenai cara yang jitu untuk menampik orang orang yang tak diinginkan tersebut. Berikut adalah cartoon tentang pertemuan Julie Bishop dan Marty Natalegawa yang saya lihat di acara Insider dari ABC. Misunderstanding. Kedua belah pihak saat ini bersikeras bahwa masalah refugees bukan masalah dari negara nya masing masing. Indonesia tak mau disalahkan bahwa masalah refugees adalah masalah Indonesia cuma karena kapal kapal pengangkutnya berbendera Indonesia. Australia juga tak mau masalah tersebut semata mata jadi beban Australia, karena Indonesia bisa mencegahnya dari awal kalau mau. Karena para pencari suaka tersebut ngendon di Indonesia beberapa waktu sebelum naik perahu ke Australia. Indonesia, kalau mau bisa mengubah visa on arrival terhadap orang orang yang datangnya dari Iran, Lebanon, Afghanistan, dsb karena orang orang tersebut sebenarnya cuma cari jalan illegal menuju Australia. Orang orang yang tak bertanggung jawab. Bila kita lihat orang orang yang menuju ke Australia dengan kapal kapal yang tidak sea-worthy, jelas mereka bukanlah orang orang pencari suaka yang sebenarnya. Kebanyakan dari mereka adalah economic migrants wannabe, yang mau nerobos antrian resmi untuk asylum seekers ke Australia. Masalahnya kalau mereka antri secara resmi bisa jadi mereka tak akan qualified untuk mendapatkan status refugee. Bahkan dari mereka ada yang begitu saja melenyapkan berkas berkas identitas dirinya. Tanpa ID dan mau masuk ke suatu negara. Negara mana yang mau nerima? Tapi mereka kelihatannya memang nekad. Yang lebih tragis lagi mereka kelihatannya bukan orang orang yang bisa berenang, jadi bila terjadi kecelakaan di laut mereka akan sulit untuk menyelamatkan diri sendiri. Parahnya lagi di kapal kapal tersebut kelihatannya tak disediakan pelampung. Belum lagi orang tua yang membawa anak anaknya dengan kapal tersebut. Mereka adalah orang tua yang kejam karena membawa anak dalam perjalanan yang berbahaya. Hubungan bilateral lebih penting dari refugees. Hubungan yang bagus antara Indonesia dan Australia seharusnya tidak rusak hanya oleh masalah yang bertumpu pada refugees. Kedua negara yang berdekatan secara geografis ini harus bisa saling menguntungkan karena masing masing punya kelebihannya sendiri. Indonesia adalah negara yang penting bagi Australia karena lewat Indonesia pintu ke ASEAN bagi Australia bisa terkuak. Indonesia kedepan akan jadi negara dengan ekonomi yang kuat, sepuluh terbesar nantinya di 2030 (hm, butuh ref ini). Sedangkan Australia sendiri adalah negara maju yang Indonesia bisa banyak belajar darinya. Dan Australia selalu menganggap Indonesia sebagai negara yang penting, lihat lawatan pertama ke luar negeri Prime  Minister Toni Abbot adalah ke Indonesia. Sowan sama SBY, dan ketemu Raden Mase Natalegawa! Mari cari jalan keluar menumpas people smugglers dan tingkatkan hubungan bilateral kedua negara. Or else...!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun