Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kelemahan Pemimpin Indonesia: Tidak Mampu Berpikir Komprehensif

7 Oktober 2016   09:06 Diperbarui: 7 Oktober 2016   14:34 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sukalemper.blogspot.com

Berpikir secara komprehensif itu apa ? Berpikir secara komprehensif adalah mengkaji suatu hal atau masalah itu dari berbagai bidang terkait, bahkan bisa juga meliputi semua bidang. Mengapa kita perlu berpikir secara komprehensif ? Sebab segala hal yang ada di dunia ini akan saling terkait atau selalu berhubungan satu dengan yang lainnya, yang akhirnya menjadi rangkaian sebab akibat. 

Contohnya: kita mempelajari tentang air. Terkait dengan manfaatnya, permasalahannya, kebutuhannya, dll, itu kalau kita runut semuanya akan kait-mengkait yang dampaknya membuat sebab akibat, misalnya banjir. Yang lain, mempelajari ekonomi. Juga demikian. Itu akan kait-mengkait dengan semua bidang, sehingga kemudian menimbulkan sebab akibat yang kita rasakan saat ini, yaitu kemiskinan dan pengangguran.

Kalau kita melihat suatu masalah atau akan membuat suatu kebijakan negara, maka sebelumnya kita harus mengkajinya secara menyeluruh terlebih dahulu, yaitu dilihat dari berbagai sisi. Tidak boleh melihatnya dalam bingkai yang dibatasi oleh kepentingan tertentu. Dalam bingkai yang besar itulah, akan terlihat parsel-parsel yang lebih kecil yang bisa kita pelajari dan kita kaji lebih mendalam lagi.

Dalam konteks bernegara, maka kita memiliki bingkai yang besar yaitu kesejahteraan bersama. Karena itu, kemudian kita harus mempelajari dan mengkaji, terkait semua parsel yang membentuk bingkai kehidupan bernegara, yaitu semua bidang-bidang yang ada.

Namun kenyataannya, selama Indonesia merdeka sampai sekarang ini, bingkai bernegara kita ternyata bukan kesejahteraan bersama,tetapi kesejahteraan kelompok, yaitu kesejahteraan kelompok profesi tertentu. Maka, bergeserlah parsel yang besar tersebut menjadi parsel yang lebih kecil, yaitu kesejahteraan pekerja negara di bidang keuangan,  kesejahteraan pekerja negara di bidang hukum, kesejahteraan pekerja negara di bidang pendidikan, kesejahteraan pekerja negara di bidang politik, dll. 

Akibatnya masing-masing bidang ini, selalu mengutak-atik dirinya sendiri untuk kepentingan kesejahteraan mereka sendiri. Bukan untuk kesejahteraan bersama. Mereka tak peduli, walaupun apa yang dilakukannya itu bisa mengganggu atau merusak kepentingan bidang yang lainnya.

Walaupun selama ini Pak Jokowi sudah memperbaiki pola pikir ini, dengan mengatakan bahwa sekarang tidak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden. Namun saya juga tidak begitu jelas, apa yang dimaksud dengan “visi presiden” oleh Pak Jokowi. Apa visi Presiden Jokowi itu, seperti yang tersebut dalam poin-poin nawacita itu ?

Sebab yang saya tahu, visi presiden itu tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terkait dengan tujuan bernegara yaitu untuk menyejahterakan bangsa Indonesia atau seluruh rakyat Indonesia. Parsel-parsel untuk membangun kesejahteraan bangsa ini adalah seluruh bidang-bidang yang ada. Bidang pertanian harus membuat pertanian Indonesia yang sehat dan bisa berswasembada kebutuhan pokok, bidang energi berupaya untuk menghasilkan energi yang bersih dan murah, bidang pendidikan harus menghasilkan anak bangsa yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan bangsa, bidang keuangan harus mendapatkan anggaran pembiayaan secara benar dan memberikan alokasi dananya secara tepat, dll.

Selanjutnya, apabila semua bidang itu sudah dalam konsep yang  benar, maka dalam pelaksanaannya harus melibatkan semua bidang dan harus berjalan secara serentak. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri atau beberapa bidang saja. Kalau anggaran negara terbatas, maka akan dipilih program kerja yang menjadi prioritas terlebih dahulu, misal fokus pada masalah memenuhi kebutuhan pangan pokok. Berarti semua bidang yang ada, orientasi utamanya untuk mendukung suksesnya swasembada kebutuhan pangan ini.

Sayangnya, walaupun sudah ada pemikiran untuk bekerja secara sinergi, tapi dalam praktek pemerintahan Pak Jokowi, masih tidak terlihat kerja sinergi antar bidang tersebut. Yang terjadi, justru memprioritaskan kepentingan bidang tertentu dengan mengorbankan kepentingan bidang yang lain. Contoh yang paling aktual adalah Tax Amnesty versi 2016. Terlihat kepentingannya, ingin menutup kekurangan anggaran 2016 dengan mengabaikan kepentingan bidang yang lainnya. Kepentingan hukum, kepentingan pendidikan masyarakat, kepentingan sosial, kepentingan budaya, dll.

Kalau hanya untuk kepentingan memperluas basis pajak, dan kepentingan meningkatkan rasio penerimaan pajak, kenapa tidak menunggu 2018 saja ? Bukankah hasilnya akan jauh lebih besar ? Kalau untuk menyelamatkan APBN 2016, sebenarnya masih ada cara selain yang sudah dilakukan oleh Bu Sri Mulyani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun