Orang-orang Indonesia memiliki kepedulian rendah terhadap isu krisis iklim yang sedang terjadi sekarang. Survei Remotivi (2023) menunjukkan 63% orang Indonesia menganggap krisis iklim tidak berbahaya, meski 64%-nya mengaku khawatir. Sebanyak 22,8% menyangkal perubahan iklim, dan 34,2% meyakini ini fenomena alam. Hasil serupa ditemukan Yale University (2021): 18-21% penduduk Indonesia tidak percaya perubahan iklim disebabkan manusia. Demikian menurut laman forestdigest.com.
Itu bukan isapan jempol memang. Saya bisa memastikan tingkat kesadaran orang-orang di lingkungan terdekat saya soal isu iklim juga relatif rendah. Di lingkungan kerja, tak banyak perubahan yang terjadi. Aktivitas bisnis masih terjadi seperti biasa. Pembiaran konsumsi sumber daya alam yang kurang bijak masih terjadi. Sedih rasanya.
Seolah Menutup Mata
Pun di lingkungan agama, khotbah-khotbah masih soal syar'i dan akhlak. Penting juga memang semua isu itu tapi porsinya terlalu banyak dan hampir 100% malah. Tak pernah saya menghadiri salat jumat dengan topik khotbah soal lingkungan hidup atau krisis iklim, yang bisa membuka mata pendengarnya agar mau membuang sampah pada tempatnya, mengolah sampah, menanam pohon, dan tidak berbuah kerusakan yang lebih jauh di muka bumi yang sudah sangat merana ini. Seakan kalangan ulama menutup mata soal iklim. Sungguh memprihatinkan.
Kabar gembiranya anak muda Gen Z lebih sadar, tetapi mayoritas masyarakat Indonesia bisa dikatakan masih kurang memahami urgensi krisis iklim. Survei Development Dialogue Asia (2021) mengonfirmasi: 88% pernah dengar istilah "krisis iklim", tapi hanya 44% paham pemanasan global. Sepertiga responden percaya perubahan iklim nyata, tapi tidak melihat dampak langsung pada hidup mereka. Â
Masih menurut forestdigest.com, ada beberapa dugaan penyebab kesadaran masalah iklim begitu rendah di Indonesia. Pertama ialah persepsi bahwa krisis bukan ancaman mendesak. Masyarakat kita masih berjuang menghadapi kesulitan ekonomi sehingga urusan iklim terkesan jauh dari pandangan padahal dampaknya sudah mereka rasakan setiap hari. Kedua ialah minimnya pemahaman bahwa aktivitas manusia (emisi karbon, deforestasi) adalah penyebab utama.Â
Mirisnya, tak cuma rakyat tetapi pemerintah juga malah melakukan tindakan yang kurang pro iklim. Laju deforestasi Papua makin mengkhawatirkan. Sebanyak 23 juta hektar hutan lenyap menurut data fwi.or.id. Lalu yang ketiga yaitu climate in-activism, kesadaran sudah ada tetapi sayangnya masih belum diikuti aksi nyata, baik perubahan gaya hidup maupun partisipasi kolektif. Â
Peran media pun disorot. Rumitnya isu iklim ini mengharuskan media harus mampu menyederhanakan informasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat yang tingkat intelijensianya bervariasi dan mendorong aksi nyata secepatnya. Tanpa edukasi, upaya mitigasi iklim---seperti transisi energi terbarukan dan pelestarian hutan---akan sulit tercapai. Semua ini menandaskan bahwa meski pengetahuan tentang iklim meningkat, transformasi kesadaran menjadi aksi masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Si Miskin di +62 Makin Rentan
Orang Indonesia perlu diingatkan bahwa dampak perubahan iklim yang lebih dahsyat mungkin tak akan mereka alami saat ini. Tapi dengan ketidakpedulian yang seperti sekarang, masa depan anak cucu mereka dipertaruhkan.
Baru-baru ini sebuah studi oleh Grant, L., Vanderkelen, I., Gudmundsson, L. et al. mencoba mengungkap proyeksi masa depan generasi mendatang jika ketidakpedulian dunia terhadap bumi makin menjadi-jadi. Dinyatakan oleh ilmuwan bahwa anak-anak muda saat ini akan paling terdampak oleh emisi gas rumah kaca yang terus berlanjut. Sebanyak 1,5 miliar anak (usia 5-18 tahun) akan menghadapi dampak buruk jika suhu global naik 3,5C, sementara 654 juta anak dapat diselamatkan jika pemanasan dibatasi hingga 1,5C.Â
Yang menarik ialah bahwa anak-anak dari latar belakang rentan secara sosial-ekonomi (baca: dari keluarga kurang sejahtera/ miskin) akan menghadapi risiko lebih besar. Ini seharusnya memberi alarm keras bagi Indonesia yang memiliki penduduk miskin sangat banyak bahkan melebihi separuh penduduknya miskin. Dikutip dari CNN Indonesia, Bank Dunia menyatakan penduduk miskin di Indonesia mencapai 60,3%, yakni setara dengan 171,8 juta jiwa. Tentu ini angka yang tidak sedikit.Â