Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kemampuan Mengendalikan Pekerjaan Turut Tentukan Hidup dan Mati Anda

27 Januari 2021   14:47 Diperbarui: 28 Januari 2021   14:18 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan bangga jadi karyawan 'fast response'. Bisa jadi kesehatan Anda korbannya. (Foto: Startup Depot, Wikimedia Commons)

BARU-baru ini jagat maya digegerkan dengan kicauan seorang pesohor yang kerap dikenal dengan lelucon-leluconnya. Ia dengan bangga menjelaskan dalam twitnya itu bahwa dirinya baru menghubungi bawahannya terkait urusan pekerjaan di akhir pekan selepas tengah malam.

Sontak warganet menanggapi dengan reaksi beragam. Ada yang sepakat. Etos kerja yang hebat, begitu kata mereka. Betul, itulah jenis etos kerja yang patut kita contoh supaya bangsa kita bisa lebih maju sebab patut diakui karakter buruk bangsa ini adalah pemalas.

Kerja tidak dianggap sebagai panggilan jiwa tetapi lebih sebagai rutinitas penghancur jiwa. Kalau bisa santai-santai dapat duit, kenapa harus banting tulang? Itulah yang tecermin dari fenomena tren membeli saham sampai berutang akhir-akhir ini. Itu karena kita terbius dengan asumsi bahwa uang akan bisa bekerja sendiri, padahal tidak!

Ada juga yang menanggapi twit tadi dengan sinis dan dengan mengatasnamakan keseimbangan kerja-hidup (work-life balance), mengutuk kegilakerjaan si pesohor dan mengasihani sang bawahan.

Buat apa juga harus menghubungi karyawan di tengah malam saat ia juga harus beristirahat? Apakah pekerjaan itu sedarurat itu sampai harus dikatakan saat itu juga?

Apa tidak mungkin untuk mencatat ide/ masukan itu dan baru kemudian disampaikan esok harinya di jam yang lebih normal dan manusiawi? Misalnya Senin subuh. Minggu malam pun tak mengapa, karena si bawahan sudah puas menikmati akhir pekan bersama keluarga dan secara mental sudah lebih siap menghadapi pekan baru. 

Saya sendiri condong pada pendapat kedua. Saya sendiri akui sangat terganggu jika ada urusan pekerjaan sampai mengganggu waktu pribadi di luar jam kerja. Dan beruntungnya, saya bekerja dengan orang-orang yang paham bahwa ada batasan yang harus dihormati antara atasan dan bawahan, antara lain atasan harus menghormati waktu pribadi si bawahan.

Kalaupun terpaksa menghubungi di luar jam kerja, atasan pun meminta maaf dan menjelaskan alasan kuat untuk itu. Dan saya juga bisa memberikan penjelasan jika sekiranya kondisi tak memungkinkan. 

Dengan begini, saya memiliki kendali atas pekerjaan saya. Saya bisa mengaturnya. Tidak semata-mata pasrah dan menerima tanpa syarat. Jika rasanya saya tak sanggup menyelesaikan pekerjaan seketika itu juga, saya katakan demikian.

Saya manusia, bukan mesin. Bahkan mesin pun ada waktu istirahat agar ia bisa direparasi, dikalibrasi, atau disetel ulang agar kinerjanya terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun