Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

| Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada | Bachelor of Nursing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ambivalensi Ganja dan Solusi Jalan Tengah

4 Februari 2020   10:20 Diperbarui: 11 Februari 2020   05:35 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ganja (Foto: Thinkstock via Kompas.com)

Ada juga yang menyebutkan bahwa risiko ganja lebih banyak daripada manfaatnya, ini menimbulkan polemik tanpa solusi.

Padahal Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada tahun 2018 telah memberikan izin penggunaan obat-obatan yang mengandung THC agar diproduksi dalam bentuk pil atau tablet untuk meningkatkan nafsu makan dalam pengobatan kemoterapi.

Negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia telah melegalisasi penggunaan mariyuana sebagai produk medis untuk dikelola secara baik dan benar. Aturan mengikat segala bentuk pengelolaan mariyuana dengan tujuan dasar pengobatan. 

Hal ini kemudian didukung oleh penelitian dan teknologi yang digunakan negara tersebut untuk melihat kandungan dan manfaat yang ada. Penerapan teknologi dalam pengobatan memang cukup maju di Thailand.

Jalan tengah yang penulis maksud yaitu adanya aturan khusus tentang pengelolaan mariyuana dalam pengobatan. Ini bisa melibatkan berbagai lembaga seperti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman obat (B2P2T) juga lembaga riset. 

Selanjutnya dari lembaga tersebut kemudian dibuat aturan tentang pengelolaan dan penggunaan mariyuana. Payung hukum berupa Undang-undang atau peraturan bisa digunakan agar pelaksanaannya baik dan tepat sasaran.

Jika di Thailand dan Malaysia bisa melakukannya, maka Indonesia sebagai ladang besar tumbuhnya ganja bisa memanfaatkan keberadaan ganja dalam rangka pengobatan dan kefarmasian.

Produk hukum berupa Undang-undang sejatinya bisa didiskusikan dengan lembaga terkait apakah dilakukan revisi atau penerbitan aturan baru demi pemanfaatan yang cukup besar dalam layanan kesehatan. 

Opsi lain berupa ekspor mungkin bisa diambil sebagai salah salah satu solusi menambah pendapatan negara. Para pemangku kepentingan seharusnya bisa duduk manis dengan menyatukan suara tentang hal ini bukan sebaliknya bersikap apatis dengan rapat tanpa hasil.

Stigma yang ada di masyarakat kita terlalu memandang buruk tentang ganja atau mariyuana, kita terlalu norak dengan hanya mendefenisikan ganja sebagai produk haram yang dikategorikan sebagai narkotika. 

Aturan hukum kita juga tumpang tindih mengenai penggunaan ganja itu sendiri, harus ada sosialisasi dan kesepakatan antarlembaga baik legislatif dan eksekutif agar produk ini bisa kita manfaatkan dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun