Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

| Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada | Bachelor of Nursing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jusuf Kalla dan Idiom Wapres "Ban Serep"

15 Oktober 2019   13:20 Diperbarui: 15 Oktober 2019   13:26 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jusuf Kalla (Foto Wartakota)

Saat sambut pisah bersama Wakil Presiden terpilih saat itu Prof Boediono, Jusuf Kallah tampil elegan dan berpidato dengan mimik dan logat khas orang Sulawesi tulen. Tutur kata yang cepat dan blak-blakan tersirat dari apa yang beliau sampaikan. Gelagat tawa dari hadirin yang datang diacara tersebut tak dapat dihindari. Begitulah JK sapaan akrab Wapres pertama Presiden ke 6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato.

Dalam sambutannya, JK menjelaskan tentang kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia dan juga harapan kedepan kepada Wapres terpilih yang akan mendampingi SBY pada periode kedua. 

Di sela keseriusannya berpidato, JK menyentil tentang tugas Wakil Presiden dalam Undang-undang sebagai pembantu Presiden yang memiliki kewenangan jika presiden berhalangan, maka Wakil Presiden bisa menggantikan sementara peran Presiden. 

Selain itu, Wakil presiden juga bertanggung jawab terhadap kementrian lembaga yang menjadi garis koordinasi serta melaporkan masalah yang ada untuk dijadikan prioritas dalam rapat kabinet yang setiap saat dilakukan.

Jusuf Kalla kemudian menceritakan tugas dan tanggung jawab yang menjadi kesehariannya di kantor Wakil Presiden. Cerita itu kemudian sempat menjadi perbincangan karena JK mengeluarkan idiom bahwa jabatan Wakil Presiden hanya "Ban Serep". Dirinya tidak mau masuk dalam kategori "ban serep" namun sempat merasakan dinamika menjadi "ban serep". Kata-kata ini kemudian  di blow up media seolah-olah Jusuf Kalla tidak totalitas dalam bekerja.

Tidak ingin berada dalam ruang hampa, JK kemudian mendeklarasikan dirinya untuk maju sebagai calon presiden bersama Wiranto dan menjadi pesaing berat SBY dan Megawati. Jargon "lebih cepat lebih baik" masih terngiang hingga saat ini. Kepiawaiannya dalam ekonomi membuat JK optimis untuk maju dan ingin mengubah Indonesia menjadi lebih baik. 

Namun nasib berkata lain, pada Pilpres 2019 JK kalah dan berada pada posisi ketiga setelah SBY dan Megawati. Tidak terpilihnya JK membuat dirinya harus istirahat dari pekerjaan kenegaraan juga kepartaian dan lebih memilih mengurus cucu-cucunya.

Banyak hal yang bisa diilustrasikan dari seorang Jusuf Kalla, namun keberaniannya dalam berpolitik patut menjadi pembelajaran. Betapa tidak, menjadi Wakil Presiden dua periode dari presiden yang berbeda merupakan salah satu bukti kepiawaiannya. Piawai dalam ekonomi, kaya raya dan pernah menjadi ketau umum partai merupakan pengalaman yang akan terus diingat oleh generasi selanjutnya. 

Jusuf Kallah juga bukan merupakan etnis Jawa, dia seorang bugis tulen yang mengawali hidup dari berbisnis. Dalam sejarah kepemimpinan bangsa, hanya ada dua tokoh Sulawesi yang berkiprah di kepemimpinan nasional yaitu Baharuddin Jusuf Habibie dan Muhammad Jusuf Kalla.

Di kepemimpinan nasional lainnya, JK pernah menjadi menteri dimasa kepemimpinan Presiden Gusdur. Kemudian berlanjut di masa Presiden Megawati menjadi Menko Kesra bersama SBY yang menjadi Menkopolhukam. Dua tokoh ini kemudian bersama-sama maju menjadi Presiden dan Wakil Presiden melalui pesta demokrasi pertama di Indonesia. JK didukung Golkar karena dia ketua umumnya dan SBY mendeklarasikan partai baru yaitu Demokrat yang menjadi kendaraan politiknya.

Idiom yang disampaikan Jusuf Kalla ketika menjadi pendamping SBY bukan sekedar omongan belaka. Jabatan Wapres saat ini cenderung hanya menjadi pelengkap namun tidak bisa mengambil keputusan sebagaimana kekuasaan yang dipegang seorang Presiden. Dilema yang dialami JK saat itu membuat hatinya gelisah dan menegaskan dirinya untuk keluar dari jebakan nyaman posisi Wapres.

Namun lima tahun kemudian, JK maju kembali dan dipercaya oleh Presiden Jokowi untuk mendampinginya dalam masa kepemimpinan 2014-2019. Tawaran dari Jokowi tidak bisa dihindari JK untuk masuk dalam kontes kepemimpinan nasional. Pengalaman dan dedikasi dalam membangun bangsa menjadi prasyarat Jokowi memilih dirinya. Dukungan partai politik dan dengan segala usaha dan upaya yang ada, JK kembali memenangi Pilpres dengan lawannya saat itu Prabowo- Hatta Radjasa.

Lima tahun terlewati, JK tetap menjadi dirinya sendiri. Beliau berkiprah dalam senyap juga bekerja dalam dinamika yang sangat rumit. Kepiwaiannya membantu presiden dalam masa kepemimpinan lima tahun terjawab dengan berbagai capaian-capaian yang dilakukan. Tentu hal tersebut akan menjadi pembelajaran penting yang akan tetap berlanjut kedepannya.

Apa yang dikatakan JK 10 tahun yang lalu kini kembali diuji. Idiom "ban serep" sepertinya bukan basa basi. JK kembali bergelut dengan posisi itu. Namun kemampuan menempatkan kolega dari Sulawesi dalam pos menteri menjadi nyata adanya. JK mampu menguatkan diri dengan cara tersebut sekaligus membuka jalan untuk tetap memiliki kekuatan menggerakkan bawahan agar dapat bekerja sesuai dengan visi-misi yang digagas.

Pada akhirnya, JK mampu menjaga diri dalam mengemban amanah lima tahun bersama Presiden Jokowi. Waktu berlalu menjadi pengalaman dan segala cerita menjadi kenangan. Di akhir kepemimpinannya, JK akan tetap dikenang sebagai negarawan, politisi dan juga pengusaha sukses yang mampu menempatkan diri pada posisi sulit yang jarang tokoh-tokoh lain mampu mencapainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun