Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

| Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada | Bachelor of Nursing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Skema "One Village One Nurse" Untuk Pemerataan Perawat

12 Oktober 2019   07:00 Diperbarui: 12 Oktober 2019   21:27 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seminar ICINNA : Foto PPNI

Setelah disahkannya Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan dan Permenkes Nomor 26 Tahun 2019 tentang praktik keperawatan, maka perawat Indonesia sudah cukup lega untuk dapat bekerja dengan baik dan aman. Implementasi kedua produk hukum tersebut menjadi jembatan bagi perawat untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan baik di rumah sakit maupun di komunitas.

Perjuangan panjang untuk diakui melalui Undang-undang telah menjadi kenyataan karena perawat sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan perlu untuk diberikan produk hukum agar dalam bekerja tidak menimbulkan kesalahan atau malpraktik. Ini sebuah kemajuan bagi perawat karena perlindungan hukum membuat semua hal "bias" tentang praktik keperawatan menjadi jelas pelaksanaannya.

Namun kesuksesan adanya produk hukum selalu dibarengi dengan adanya masalah baru yang terus menerus hadir. Masalah baru yang dihadapi perawat saat ini adalah tinnginya lulusan tapi tidak sebanding dengan sebaran yang ada. Data Kementrian Kesehatan tahun 2018 menyebutkan bahwa tenaga perawat merupakan tenaga kesehatan yang lulusannya paling banyak bila dibandingkan dengan lulusan tenaga kesehatan lainnya. Dari 601.228 tenaga kesehatan di Indonesia, perawat mengambil porsi terbanyak yaitu 296.876 atau 49 persen disusul bidan 163.451 atau 27 persen dan dokter spesialis 48.367 atau 8 persen.

Kenyataan ini membuat sebagian perawat harus bekerja sebagai tenaga honorer atau tenaga sukarela di fasilitas pelayanan kesehatan. Kisah perawat yang dibayar rendah di berbagai Puskesmas di Indonesia Timur dan di beberapa Provinsi di Sumatera menjadi menarik untuk dibahas, karena fakta dilapangan memungkinkan Pemerintah untuk bisa merumuskan kebijakan berkaitan dengan eksistensi perawat Indonesia.

Sebagian perawat di kota terutama DKI Jakarta mungkin sedikit lega, karena untuk menjadi perawat dan bekerja di DKI, kesejahteraannya dijamin, tidak seperti sebagian besar perawat Indonesia di wilayah lain di Indonesia. Dari hasil diskusi dengan perawat yang bekerja di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di DKI Jakarta pada level fasilitas kesehatan Puskemas, mereka tiap bulan bisa menerima 7-10 juta tergantung dari masa kerjanya. Sementara di wilayah timur seperti NTB, NTT, Sulawesi dan Maluku, untuk bekerja di Puskesmas mereka digaji 150-750 ribu. Ini nyata perbandingannya.

Dokpri
Dokpri

Lantas apa yang perlu dilakukan untuk menghindari gap yang ada. Pemerintah sebenarnya tidak menutup mata, rumusan kebijakan seperti Nusantara Sehat (NS) menjadi kebijakan yang bisa mengurangi kesenjangan yang ada. Kebijakan dengan mengirim tenaga kesehatan ke daerah terpencil, terluar dan pesisir ini banyak diminati karena selain diberi kesejahteraan lebih, mereka juga diberikan pendidikan dan pelatihan. Untuk tenaga kesehatan perawat, mereka diberikan gaji sekitar 4-6 juta dengan waktu kontrak selama 2 tahun.

Terobosan lain yang dilakukan pemerintah yaitu geliat pengiriman tenaga kesehatan ke luar negeri terutama Jepang, Jerman, Belanda dan Timur Tengah. Upaya berupa kerjasama melalui Government to Government (G to G) sepertinya membuahkan hasil. Ratusan perawat sudah bekerja di Jepang meski ribuannya menjadi care giver, di Timur Tengah juga demikian, ratusan perawat bekerja dengan kesejahteraan yang jauh lebih baik. Ini mengembirakan bagi organisasi profesi juga bagi pemerintah, karena selain mengurangi masalah kesejahteraan perawat, remitensi yang diterima Negara dari pekerja migran Indonesia salah satunya perawat juga menjadi pendapatan Negara.

Kemajuan ini terus berlanjut, namun masalah utama masih rendahnya sumber daya manusia perawat itu sendiri. Aspek bahasa menjadi syarat utama untuk keluar negeri sementara Nusantara Sehat membutuhkan seleksi yang ketat dengan jumlah kuota yang tidak banyak. Adanya perawat yang masih bekerja dan menganggur menjadi masalah baru yang tidak selesai, oleh karena itu maka kebijakan baru berupa insentif melalui dana desa patut dicoba bagi kesejahteraan perawat.

Memang selama ini pemanfaatan dana desa alokasinya untuk pembangunan infrastruktur desa, tapi ada baiknya juga jika porsi dari dana desa bisa digunakan untuk insetif perawat melalui program "One Villages One Nurses". Konsep ini sebenarnya yang menjadi program organisasi profesi dalam rangka meningkatkan taraf hidup perawat Indonesia yang jumlahnya banyak dan sebarannya tidak merata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun