Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

| Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada | Bachelor of Nursing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ustaz Abdul Somad dan Jawaban terhadap Kaum Provokatif

19 Agustus 2019   13:30 Diperbarui: 19 Agustus 2019   13:54 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengawali tulisan ini dengan harapan untuk menyudahi berbagai antitesa yang terjadi di tengah isu yang kian marak diperdebatkan. Kejelasan akan isu yang berkembang dan pemeriksaan kembali terhadap isu yang beredar patut untuk dilakukan bukan sekedar menerima informasi yang belum diketahui kemudian disebarluaskan. Pendidikan terhadap ini sangat penting dan terus kita lakukan agar kita tidak terjebak dalam kebodohan berjamaah.  

 

Seorang penceramah pada dasarnya adalah seorang yang dengan kapasitasnya mampu memberikan pencerahan juga memberikan pendidikan kepada masyarakat perihal masalah-masalah dalam agama seperti syariat, ibadah dan muamalah. Dalam konteks ceramah yang disampaikan, seorang penceramah juga dituntut untuk meneguhkan sekaligus menguatkan keimanan para jamaahnya. Ini merupakan ranah pribadi yang tidak bisa serta-merta dilaporkan atau diperkarakan ke pengadilan.

 

Dalam menegakkan keimanan, Islam mengajarkan kita untuk tidak melakukan paksaan terhadap orang lain agar percaya terhadap ajaran agama kita, tapi kita dituntut untuk menjadi penceramah yang menyampaikan kebaikan-kebaikan yang ada dalam Islam, minimal bagi keluarga dan orang terdekat kita. Tidak adanya paksaan dipertegas dalam Al Quran "La iqro hafiddiin" (tidak ada paksaan dalam Islam). Firman ini mulia sekali jika dilihat dalam konteks kerukunan antar umat beragama apalagi jika firman ini menjadi dasar bagi para penceramahan untuk memperkaya khazanah manusia tentang keberagamaan.

 

Islam sebagai rahmatan lil alamiin atau rahmat bagi seluruh alam dari sejak Piagam Madinah sampai sekarang sangat menjaga apa yang disebut dengan keberagamaan juga perbedaan, hal ini menjadi bukti bahwa Islam selama ini diidentikkan dengan ajaran yang menghendaki perdamaian, kerukunan dan juga persaudaraan tidak hanya bagi kalangan sesama muslim namun juga yang berbeda keyakinan. Ini sangat mulia sekali meski kita sering lupa terhadap sejarah di masa lalu.

 

Dalam perspektif lain, kita diajarkan oleh orang tua untuk mentaati tempat-tempat ibadah umat lain, tidak mengganggu aktivitas ibadah orang lain juga menebar salam kepada orang lain meskipun kita berbeda keyakinan. Pembelajaran ini terjadi dalam ranah kehidupan seorang muslim yang memiliki efek jangka panjang bagi proses kehidupan generasi mendatang. Tidak heran jika kita melihat atau berkunjung ke berbagai kota di Indonesia, sebuah Masjid berdiri dekat gereja dan Pura. Ada kesejukan memandanganya sekaligus ada pendidikan didalamnya betapa perbedaan merupakan sebuah rahmat yang terus dipelihara eksistensinya.

 

Akan tetapi, Islam dan agama-agama yang lainnya juga mengajarkan tentang iman. Tentu di dalam setiap ceramah para ustdaz selalu menekankan tentang takwa yaitu menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi segala laranganNya. Dalam setiap ceramah internal kita ditekankan untuk menjauhi dosa besar yang disebut dengan "Syirik" atau menyekutukan Allah SWT misalnya murtad atau keluar dari agama Islam. Akan sangat wajar jika penceramah menekankan pentingnya iman dengan mempertegas kaidah-kaidah yang terkandung didalam Islam itu sendiri, sebagaimana pendeta dalam setiap khutbah selalu mengatakan hal serupa.

 

Hari-hari ini kita dihebohkan dengan ceramah Ustadz Abdul Somad yang dituduh melakukan penistaan agama. Tuduhan tersebut karena UAS menjawab pertanyaan dari jamaah perihal sejarah peradaban agama serta hal-hal sensitif yang seharusnya tidak perlu direspon dengan begitu keras. Perkara ini muncul atas laporan dari sekelompok organisasi di NTT. Mereka sebetulnya tidak memahami konteks ceramah yang ada namun kemudian dengan emosional memperkarakannya.

 

Pelaporan itu kemudian UAS jawab dalam ceramahnya kepada jamaah perihal tuduhan itu, dengan jawaban yang tegas UAS menjawab bahwa ceramah itu bersifat internal dan terjadi tiga tahun yang lalu di Pekanbaru, Riau. UAS melanjutkan dengan menekankan bahwa ceramah tersebut tidak utuh dibagi, karena jika dilihat videonya secara utuh maka masyarakat akan mengerti pertanyaan dan kemudian jawaban yang ditanyakan jamaah pada saat pengajian. Di sinilah salah pengertian terjadi, butuh kesadaran dari kita untuk tidak gegabah apalagi mengadu domba dengan perkara yang sebenarnya belum kita ketahui isinya.

 

Di luar sana orang-orang tekstualis mulai menyerang dengan berbagai macam tuduhan mulai dari ulama penebar kebencian, domba tersesat, penista dan sebagainya. Kalimat peyoratif yang dilontarkan tersebut sangat jauh dari nilai-nilai keadaban bangsa Indonesia. Sebagai orang muslim saya berharap untuk menyudahi hal-hal yang bisa menimbulkan friksi dengan mendalami sesuatu bukan memberi pemahaman tanpa dasar ilmu.

Sekarang kita harus kembali dalam perspektif keyakinan dan ilmu dalam memandang masalah ini. Jika kita memandang ceramah UAS dalam perspektif keyakinan maka tentu hanya akan ada kebencian, emosional dan kalimat peyoratif yang muncul karena hal tersebut berkaitan dengan aspek keyakinan, namun sebaliknya jika kita memahami sesuatu atas dasar ilmu maka kita lebih berbenah dan melihat perspektif lain yang lebih luas. Didasari atas keyakinan, kita tidak akan mampu menerima perspektif lain namun jika kita memandang dalam perspektif ilmu maka ada celah bagi kita untuk berdiskusi dengan pikiran terbuka prihal masalah yang ada.
 
Disadari atau tidak, friksi yang dhadirkan orang lain atas keberagamaan kita menjadi ujian berat yang harus kita lalui, hanya kita dan persaudaraan yang mampu untuk menghalangi bahkan menghilangkan adu domba tersebut. Di sinilah kemudian kesadaran lahir dan menjadi pemersatu di antara perbedaan yang ada. Islam sangat menghargai perbedaan namun islam juga sangat menjaga agar setiap informasi yang kita terima dapat kita teliti, pahami dan perdalam agar tidak menimbulkan perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Klarifikasi UAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun