Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Akhirnya Nulis Dua Centang Biru

26 November 2022   14:37 Diperbarui: 29 November 2022   10:55 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar kompasiana

Sepanjang  September hingga akhir  November 2022 ada dua kejutan yang saya rasakan. Pertama, verifikasi biru hilang karena persoalan "teknis". Anggap saja hal teknis untuk mengaburkan fakta bahwa saya bersalah, melakukan "pelanggaran" memuat gambar tanpa sumber, atau dugaan plagiasi oleh admin. Memang WIFI kadang lelet, lalu terjadi human error, saya tak sengaja menekan tombol "tayang" padahal maksudnya "preview". Maka diganjar dengan "diskualifikasi" dan teguran.

Dan 24 November kemarin admin mengembalikan verifikasi biru itu, setelah hampir dua bulan menghilang. Bisa jadi itu atas bantuan sahabat kompasiana yang merekomendasikannya kembali. Tapi, jika sepanjang waktu itu saya banyak absen menulis, bukan karena faktor biru atau hijau, tapi karena kebetulan muncul "godaan" untuk menulis di kolom kompas. Apalagi kemarin --lagi lagi berita soal Susi "Sambo Candrawathi" sempat menjadi headline di kompas.com dan beberapa media afiliasinya. Semuanya membuat ketagihan untuk mengulang kegembiraan yang sama. Jadi saya mencoba menulis di dua "rumah" dalam satu kesempatan, sambil uji nyali menulis, tapi ternyata tak mudah diantara sibuknya "sekolah bisnis".

Dan tentang verifikasi centang biru kedua yang muncul lagi dua hari lalu, dan baru terlihat ketika memulai tulisan ini, saya jadi merasa "berhutang tradisi" untuk menulis tentang pencapaian itu. Meskipun bukan keharusan, mungkin hanya bentuk kegembiraan lain dari "tradisi" kita menulis di kompasiana, untuk menyebut kata lain dari "bersyukur".

Saya teringat dengan tulisan para sahabat kompasianer tentang "centang biru" yang konon sudah menjadi tradisi "harus dikabarkan". Barangkali karena saat awal centang biru itu saya lewatkan begitu saja, akhirnya tidak "berkah" dan hilang begitu saja.

Notifikasi seorang sahabat kompasianer, suatu hari masuk dan menanyakan, mengapa centang biru saya hilang?. Apa tak salah lihat ketika verifikasi biru balik ke hijau. Ketika itu dengan setengah terkejut karena tak menyadari perubahan, saya bilang "mungkin itu bagian dari proses supaya lebih disiplin dan berhati-hati". "Nanti juga bakal balik lagi," kata saya ketika itu.

Waktu berjalan, dan saya terus menulis sambil belajar, dan tak pernah berharap pada "keajaiban", kecuali keinginan menulis lebih baik daripada kemarin yang amburadul. Syukur-syukur cita-cita membuat buku bisa terwujud lebih cepat. Tapi mengatur diri sendiri ternyata susah, terlalu banyak "mau"yang harus dituruti dalam waktu bersamaan.

Cerita lainnya, tenyata komentar baik dari sahabat kompasianer dan para senior seperti Acek Rudy, Engkong Felix, Bang Tonny Syiariel membuat semangat terus tumbuh, begitu juga ilmu dari sahabat kompasianer lain seperti David, Mbak Hennie, Agus Subali, Jepe Jepe dan lain-lainnya yang banyak sekali jumlahnya, susah disebut satu-satu.

Centang Biru

Diantara banyak sahabat kompasianer mungkin juga ada yang "berharap" verifikasi biru, tapi nyatanya tak sesederhana seperti yang dibayangkan. Terutama ketika centang biru seolah menyimpan tanggungjawab untuk selalu menulis dengan baik dan berdisiplin dengan aturan main. Tapi benarkah seperti itu?. 

Karena "diam-diam" ada nilai yang katanya disematkan bagi penulis ber-centang biru, terutama karena bobot tulisannya yang dianggap "sudah lebih baik" dari tulisan-tulisan mereka sendiri sebelumnya.  Atau karena sekedar sudah "lama" tinggal di rumah kompasiana?.

Tapi saya sempat kepikiran juga atas argumen kritikus Engkong Felix yang populer dengan gagasan kenthirisme, soal "revolusi admin kompasiana". Sebab -- menurut sependek ingatan Engkong -- centang biru adalah pengakuan Admin Kompasiana akan kredibilitas kompasianer dan konten artikelnya. Akan halnya centang hijau -- lagi, sependek ingatan Engkong -- tak merujuk pada krediblitas, tapi semata kelengkapan "administratif" kompasianer. BACA artikel lengkapnya di 24 Kompasianer kecewa di kompasianival 2022. Tapi benarkah begitu?.

Dan dalam nomine Kompasianival Awards kali ini, yang konon katanya merujuk pada mutu (the) best (Citizen Journalism/Opinion/Fiction/Specific Interest/Student/Teacher) , kini juga berisi barisan kompasianer bercentang hijau--dan menurut Engkong Felix yang memang sudah senior di kompasiana--sepanjang ingatannya, ini menjadi peristiwa pertama kalinya. 

Padahal mungkin admin cuma bingung mikir, apa yang harus "beda" di Kompasianival 2022. Dan berkebetulan dekat dengan HGN 2022 dan ultah PGRI ke 77 maka di tambahi dengan nomine--Student dan Teacher sekalian.

So what? Dengan begitu, Admin sedang mengatakan bahwa centang biru dan hijau tak ada korelasinya dengan mutu -- dalam arti kredibilitas -- yang penting konten artikel kompasianer. Benarkah?.

Atau admin cuma mengakomodir "mutu" tanpa harus melihat verifikasi--meskipun konon katanya centang biru itu apresiasi atas kemampuan menulis--dalam arti "formalitas" barangkali. Atau merujuk pada ilustrasi tahaan revolusi industri, centang biru masuk kategori era tahun 1784-industry 1.0, dan centang hijau masuk industri 4.0-today, yang berisi para milenial terkini. Tapi itu baru kemungkinan, karena cuma sekedar praduga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun