Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspadai Tahapan Act-out Sebelum Menjadi Predator

14 April 2022   02:09 Diperbarui: 24 April 2022   16:36 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi kemudahan menjangkau situs pornografi melalui website pornografi banyak yang tidak berbayar. Situasi itu bertambah rumit, karena gadget sudah menjadi alat yang sangat personal-privacy.

Sedangkan pendidikan kita tentang seks masih begitu kurang dan penuh dengan tabu dan larangan.

Bahaya utama dari kecanduan pornografi adalah Narkolema (Narkoba lewat mata), pornografi yang dilihat oleh seseorang yang memiliki efek kecanduan dan daya rusak sebagaimana pada pengguna narkotika. Kerusakan yang dialami akibat kecanduan pornografi adalah rusaknya otak bagian depan (pre frontal cortex/ PFC), ketika semakin sering berinteraksi dengan konten pornografi.

PFC adalah bagian otak spesial manusia, berfungsi mengatur fungsi eksekutif, yaitu kemampuan merencanakan sesuatu, membuat keputusan, memecahkan masalah, mengontrol diri, mengingat instruksi, menimbang konsekuensi dan masih banyak lagi.

Secara perlahan, PFC yang mengatur etika, pengaturan emosi, bisa mengalami kerusakan permanen. Kerusakan yang fatal membuat anak-anak kehilangan logika dan bertindak di luar nalar.

Diawali dengan stimulan konten porno, kemudian melakukan coba-coba, termasuk dengan kelompok atau korban yang lebih junior, sampai akhirnya menjadi kebiasaan-habit, dan berujung pada candu-addict. 

Aksi-aksinya akan semakin berubah, menyasar korban secara acak, dari sekedar menggoda orang di jalanan, hingga melakukan pelecehan langsung.

Para ahli neuroscience dan neuropsychology menyatakan, bahwa seks dan pornografi bisa menjadi adiksi (DSM/ Diagnostic Statistical Manual of Mental Disroder), melalui aktivitas menonton konten porno-dari film atau video khusus, hingga menjadi candu.

Tahapan anak-anak kecanduan hingga menjadi seorang predator seks, menurut Kastleman, (2007), dimulai dari tahapan;

Addiction (kecanduan); Dari kebiasaan membaca konten pornografi secara tidak sengaja yang muncul di laman-laman pornografi, hingga mengulanginya dan memburu materi hingga terpuaskan. Gelisah adalah efek kecanduan yang paling mudah terdeteksi. Serupa dengan anak-anak kecanduan gameonline, yang tidak bisa lepas dari gadgetnya.

Escalation (eskalasi); Semakin akut, akan mengalami efek eskalasi. Kebutuhan untuk menikmati konten pornografi semakin menguat, bahkan semakin  liar dan menyimpang dari kebiasaan umum.

Desensitization (Desensitisasi); Kondisi dimana anak-anak kehilangan daya sensitif terhadap perilaku kekerasan, kehilangan empati. Segala sesuatu yang dianggap larangan menjadi sesuatu yang normal dalam logikanya.

Act-out; tahapan ini menjadi sangat berbahaya, anak-anak akan meniru, ia telah berubah menjadi seorang "penjahat seksual", melampiaskan keinginan, berbayar atau tidak. 

Apapun dan sekecil apapun peran dan perhatian orang tua harus "dipaksakan" dalam kondisi ketika digitalisasi membawa pornografi seperti layaknya pesan iklan biasa. 

Kepedulian, komunikasi, menjadi satu-satunya jalan mempersempit peluang anak-anak untuk leluasa mengakses konten pornografi.

Meskipun dengan alasan kebutuhan belajar, bimbingan dan dukungan orang tua dengan alasan apapun harus menjadi aktifitas yang tidak bisa diabaikan. 

Minimal kita berusaha bisa mengenali gejalanya, ketika anak terlalu menyimpan rahasia dengan penggunaan gawainya. Sikap menyendiri, terobsesi dengan tokoh, film, karakter yang bisa menjadi perantara ke konten-konten pornografi yang menjadii kekuatiran kita.

Quality times, meskipun singkat agaknya menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar, jika kita tak mau kehilangan masa depan putra-putri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun