Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jangan Jadi Angry Bird

11 April 2022   17:45 Diperbarui: 11 April 2022   22:03 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

islampos

Pernah dengar kata petuah bijak, “Orang yang paling kuat, adalah orang yang bisa menahan amarahnya”, atau Siapa yang cepat marah, ia berlaku bodoh, tapi orang bijak pasti penuh kesabaran”.

Bagaimanapun tidak mudah mengontrol marah. Aktor film terkenal Will Smith yang jago akting, piawai mengendalikan emosi saat bermain peran, peraih banyak penghargaan film, nyatanya juga tidak sanggup mengendalikan emosi. Terlepas dari apapun alasannya.

Seperti kata Will Smith setelah kejadian insiden di panggung Oscar 2022. Apapun bentuk kekerasan walaupun kecil tidak bisa ditolerir, ia merasa bersalah atas tindakan kehilangan kontrol emosinya. Ia kuatir, preseden buruk itu menjadi pembelajaran buruk bagi orang lain.

Dalam banyak film, tema kemarahan masih menjadi daya tarik. Bagaimana sulitnya keluar dari dilema sebagai seorang pemarah. Ikut dalam kelas rehabilitasi, bercerita tentang sifat marahnya. Belajar menerima kenyataan-bersabar.

anger-6254067992cb5a1f5144cd82.jpg
anger-6254067992cb5a1f5144cd82.jpg
aksiamal.com

Mengapa Marah

Kisah sederhana ini bisa menjelaskan betapa tidak mudahnya menahan amarah.

Seorang pekerja di sebuah kafe kesal dengan tekanan kerja dan perilaku bosnya, lantas ia mengadu ke seorang bijak. Ia ceritakan beratnya masalah yang tak sanggup ditanggung. Ia menjadi pemarah, seperi The Angry bird!-tokoh kartun burung yang pemarah.

Pesan si orang bijak itu sederhana, katakan “tidak” pada diri sendiri ketika marah. Sesederhana itu. Dan pekerja kafe itu pulang dengan gembira. Tak berselang lama, ia kembali menemui orang bijak, ternyata ia gagal, membuat dirinya untuk tidak marah.

Dalam pertemuan kedua, jawaban tetap sama, kendalikan aliran marah yang sedang menjalar ke dalam tubuh. Tarik nafas, alirkan energi positif, dan buang energi negatif dari nafasmu. Beristighfarlah!.

Ketika stimulus pemicu marah datang, rasakan perubahan emosinya, muka merah padam dan terasa panas, nafas pendek dan tersengal, otot menjadi tegang. Ketika marah logika menjadi tumpul, menggeneralisir masalah sebagai tekanan kepada diri sendiri.

Memang tidak mudah mengatasinya, dibutuhkan latihan untuk sabar. Bahkan dengan cara sederhana untuk menghentikan marah setiap kali muncul saja, tidak semua orang bisa melakukannya.

Pelajari Amarahmu

Pelajaran pertama, kenali perubahan fisiologis tubuh ketika kemarahan itu mengalir dalam darah dan menunggu ledakan. Hanya kita yang bisa memahami dan merasakan dengan benar, kapan marah itu datang, begitu dipicu stimulan dari luar.

Pelajaran Kedua; Kenali juga intensitas dan frekuensi marah kita, apakah berada di level mild (ringan) atau ekstrem (kuat). Gunakan pengukur dari skala 1 (rendah) dan 10 (kuat). 

Jika hanya 3-5 kali seminggu, termasuk kategori intermittent atau episodic anger. Tapi jika 1-2 kali sehari sampai lebih dari 10 kali sehari itu pertanda chronic anger.

Gunakan setiap peristiwa sebagai ukuran. 

Ini sebuah pengalaman pribadi.  Di satu kesempatan, saya berkunjung ke toko Bakery, ketika sampai di counter, teryata roti yang saya cari hanya tersisa dua, sedangkan keperluannya tiga.

Ketika sedang bertanya kepada pramusaji yang melayani, tiba-tiba datang seorang ibu, langsung mengambil kue yang hanya dua potong, yang hendak kami ambil, dan berlalu begitu saja. Meskipun dengan rasa marah, saya berusaha menegur sebagai bentuk peringatan saja, tidak bermaksud mengambil kembali. Siapa tahu ia lebih membutuhkan.

Atau peristiwa lain seperti ruang parkir kita tiba-tiba diserobot orang tanpa peduli dan rasa bersalah. Kejadian laptop ngadat saat bekerja dikejar deadline. Atau sekedar kejadian sederhana, mendapat kembalian permen di mini market. Semuanya bisa menjadi pemicu amarah.

Pelajaran ketiga, gunakan metode STOP si angry bird dalam diri kita. Jurus ini idenya digagas seorang psikolog Harrista Adiati.

Stop, hentikan  keinginan setiap kali hendak marah, dengan berusaha menenangkan diri. Menarik nafas, menghembuskan perlahan dan ber-istighfar.

Think, pikirkan pemicu amarah. Apa untungnya buat kita?. Bukankah sering kita dengar, “Untuk apa kita marah dan memikirkan orang lain, sedangkan orang lain belum tentu sedang memikirkan kita”.

Objektif, berpikir objektif, pusatkan perhatian pada sebab kemarahan, agar bisa berpikir rasional. Misalnya dengan membayangkan rasa malu dan bodoh, jika sampai aksi marah kita dilihat banyak orang. Berusaha positive thinking-anggap kejadian seperti orang yang mengklakson mobil kita, mungkin sedang dalam kondisi genting-sakit, atau melahirkan.

Plan, buat rencana baru dengan cepat dari pikiran objektif yang jernih. Gunakan rencana cepat sebagai langkah berikutnya. Menarik nafas, berlalu dari tempat kejadian, atau mengenggam tangan dengan kuat, untuk meredakan amarah.

Ada banyak peristiwa yang kita tak tahu latar belakangnya dan menjadi alasan pemicu kemarahan. Jika kita mau sejenak berusaha berpikir se-sederhana itu,mungkin bisa membantu meredakan amarah.

Diceritakan dalam buku Setengah Isi Setengah Kosong-Parlindungan Marpaungdi sebuah kafe, duduk seorang paman dan dua keponakan. Di meja lain, terdapat pasangan suami istri, yang kemudian merasa terganggu ketika si paman membiarkan dua keponakannya tertawa keras dan tidak menegurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun