Mohon tunggu...
Eko Prabowo
Eko Prabowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

http://wustuk.com\r\n\r\nhttps://soundcloud.com/rakjat-ketjil-music

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Bola 2011: The Wall

29 Mei 2011   13:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:05 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

28 Mei 2011, Wembley. Sir Alex Ferguson, satu dari segelintir manajer sepak bola paling sukses di muka bumi, menemui mimpi buruk yang ditemui Roger Waters 32 tahun lalu: The Wall! Bedanya, bagi Waters, dinding itu memisahkan dirinya dari fans Pink Floyd, sementara bagi Ferguson, dinding itu memisahkan dirinya dari tahta tertinggi sepak bola antar klub Eropa.

Dinding jahanam itu bernama Barcelona...

Alih-alih mengukir prestasi gemilang di periode senja kepemimpinannya, Ferguson dua kali terjengkang oleh Barca. Gelar sebagai klub paling digjaya di Eropa pun sirna. Lepas dari genggaman dan terbang ke Catalan.

Lihatlah betapa geram dan frustrasinya ia di tepi lapangan, ketika melihat nyaris tak satupun strateginya berjalan. Tiada henti mengunyah permen karet dan mengepalkan tangan. Wajahnya merah seperti kepiting rebus. Isi kepalanya? Hanya Tuhan yang tahu!

Malam itu, anak didiknya yang laksana badai telah memporakporandakan Liga Inggris seolah kehilangan kelihaian ketika berhadapan dengan kaki-kaki lincah pasukan Barca. Dihadapan Xavi dan Messi, badai bernama Manchester United mendadak kehilangan daya, menjadi doldrum. Mati angin.

Enam tahun terakhir kita menjadi saksi betapa sepak bola tiki-taka yang mengandalkan akurasi umpan pendek dan pergerakan seluruh pemain di semua lini lapangan merajai dunia. Piala Champions, piala Eropa, hingga piala dunia, semua bertekuk lutut di kaki tiki-taka. Mungkin hanya sepak bola Indonesia yang tidak, sebab disini semua tunduk pada uang, bukan pada kelihaian mengolah si kulit bundar.

Selama itu juga kita melihat bahwa sepak bola seolah sudah sampai pada batasnya. Tak bisa berkembang lebih jauh lagi. Membentur dinding.

Benarkah demikian?

Saya, sebagai penggemar sepak bola yang tidak bersimpati pada pengkultusan tim maupun sosok pemain, jelas berharap tidak!

Tunggulah sampai nanti lahir seorang fantasista, pemain tengah yang bisa mengirim umpan yang indah seperti pelangi, bertemu seorang predator kotak pinalti sejati, maka buku panduan tiki-taka bisa kita masukkan ke laci. Bisa kita lupakan bersama, sampai ia menemukan bentuk terbarunya lagi.

Dalam sepak bola, The Wall bernama Barcelona itu memang diperlukan. Karena hasrat untuk melewati dinding itulah yang membuat semua maju. Yang membuat kita, para penggemar bola, bisa terus bermimpi untuk menyaksikan keindahan lain, suatu hari nanti...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun