Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Sekuntum Puisi Layu

5 Desember 2021   15:50 Diperbarui: 5 Desember 2021   17:24 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku telah mengumpulkan sekuntum puisi. Tentang cinta mendalam yang tak kunjung tertanam. Lalu tumbang didera hujan. 

Aku menanam puisi-puisi layu. Yang kutulis dengan pena bertinta air mata. Yang telah berderai sebelum hujan yang tiba tiba-tiba. 

Aku menulis puisi tentang rindu yang ditimbun waktu. Yang tak kunjung mekar hingga kemarau membakar ilalang. 

Sekuntum puisiku adalah kalimat-kalimat sekarat. Tentang rindu yang ditikam waktu. Tentang cinta yang didera badai dan hujan. Lalu berantakan. Berserakan di tanah gersang. Mati sebelum tumbuh. Layu sebelum mekar. 

Sekuntum puisiku adalah kalimat-kalimat utopia. Yang tak pernah tiba di muara. Hingga malam menenggelamkan cakrawala. 

Sekuntum puisiku hilang, tanpa meninggalkan jejak kata-kata.

***

Mas Han. Manado, 5 Desember 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun