Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Reshuffle Terbatas Tanpa Batas Waktu dan Komunikasi Politik ala Jokowi

20 Desember 2020   13:01 Diperbarui: 22 Desember 2020   02:03 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Reshuffle Kabinet. (Sumber: Dokumentasi DPR RI via kompas.com)

Publik membincangkan soal reshuffle kabinet, seolah-olah itu sudah pasti akan dilakukan Presiden Jokowi. Semua orang mengira reshuffle sebagai keharusan. Padahal kita semua tahu, itu semata-mata hak prerogatif Presiden Jokowi. 

Jika tidak karena kasus korupsi yang menjerat Menteri KKP dan Mensos, tidak ada alasan apapun yang bisa memaksa Presiden untuk melakukan reshuffle kabinet. 

Namun, publik sudah memperbincangkan soal reshuffle kabinet, seolah sudah menjadi agenda Presiden, padahal tidak ada sama sekali sinyalemen Presiden Jokowi untuk melakukan itu. 

Wacana itu sudah berkembang jauh sebelum adanya kasus Menteri KKP dan Mensos. Justru mengherankan, mengapa isu reshuffle demikian kencangnya bergulir, padahal agenda itu hak prerogatif Presiden, dan selama ini tidak ada sinyalemen dari Presiden yang mengarah ke soal itu. Apalagi di tengah pandemi covid 19, pemerintah di segala lini sedang fokus dan konsentrasi penanganan covid 19. 

Jadi isu reshuffle kabinet justru semacam prakondisi atau preaction, yang lahir jauh sebelum adanya kondisi yang memungkinkan seperti sekarang ini. Tentu saja, dengan gaya komunikasi Presiden Jokowi yang tenang dan dingin, takkan mungkin terpengaruh oleh wacana publik, apalagi jika isu itu justru berhembus dari luar istana. 

Apakah kondisi sekarang ini sebuah desain untuk meligitimasi prakondisi yang jauh dihembuskan sebelum kondisi sekarang dan muncul dari luar istana? Entahlah. 

Yang pasti kondisi sekarang inilah justru menjadi argumen yang kuat jika dilakukan reshuffle kabinet, meskipun dalam skala reshuffle terbatas. Kasus yang menjerat Menteri KKP dan Mensos, adalah argumen kuat bagi Presiden untuk melakukan reshuffle kabinet. 

Namun, jika penggantian posisi menteri hanya untuk mengisi posisi dua menteri yang bermasalah itu, sebenarnya dalam kategori yang luas, hal itu bukan atau tidak bisa diartikan sebagai proses reshuffling atau perombakan. Namun, proses pergantian menteri biasa, karena posisinya yang kosong. 

Lagi-lagi, isu ataupun desakan reshuffle, bukanlah wacana yang harus dijalankan oleh Presiden Jokowi. Presiden Jokowi, adalah sosok dan tokoh yang berpikiran matang dan teguh dalam pendiriannya. 

Tidak mungkin dengan mudah diintervensi oleh wacana yang lahir bukan dari pemikirannya, apalagi tidak ada kondisi yang mendesak untuk melakukan perombakan atau reshuffle kabinet. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun