Aku semakin paham, mengapa dulu ibu merelakan kakak kami tertua, dulu ikut budhe dan  tak ikut ibu, bukan karena ibu tak sayang, justru karena saking sayangnya. Ibu paham hanya dengan ikut budhe, kakak memperoleh jaminan masa depannya kelak.
Karena budhe secara ekonomi lebih mampu, menjamin sekolah dan masa depan kakak. Juga kelak menjadi orang 'gedhean' dan terpandang bagi keluarga maupun handai tolan. Semuanya harus dimulai dari proses yang baik.
Aku memperoleh pelajaran pertama kali dari keputusan ibu, pelajaran bahwa hasil tak pernah membohongi proses, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab dan komitmen.
Pelajaran Pertama dari Ibu Tentang Mengambil Keputusan Pahit Untuk Hasil Terbaik
Pelajaran-pelajaran sederhana dari masa lalu itu, begitu kental terasa sampai hari ini. Dari situ, akupun belajar dari ibu soal mengambil keputusan. Adakalanya mengambil keputusan yang pahit.
Namun untuk kepentingan yang lebih besar dan kepentingan masa depan. Sepahit apapun kita harus ikhlas mengambil keputusan itu. Pelajaran hidup itu aku peroleh pertama kalinya dari ibu.
Juga keputusan, ketika ibu harus membawa kami kembali ke kampung halaman, meninggalkan kota dimana tempat anak-anaknya dilahirkan. Kota dimana cita-cita awal masa depan kami terukir.
Kota dimana kehidupan kami sekeluarga waktu itu begitu indah. Kota dimana kami merasa bahagia dan serba ada. Maklum, keluarga kami sebelum ayah meninggal, cukup terpandang karena kedudukan ayah waktu itu.
Kedudukan yang lumayan baik, untuk ukuran waktu itu. Namun semuanya, setelah ayah kami meninggal dunia, ibu tak mungkin bertahan di kota itu. Ibu harus berjuang mulai dari nol lagi, dengan beban dan tanggungjawab untuk kehidupan dan masa depan enam anaknya.
Pelajaran Pertama dari Ibu Tentang Saling Asah Asih Asuh Sesama Keluarga
Ibu memulai hidup baru ke kampung halaman, dimana kakek nenek, dan saudara sekandung ibu, adalah orang terdekat yang bisa diharapkan untuk saling asah asih dan asuh.