Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melihat Pertunjukan Dramaturgi Indonesia

21 Oktober 2020   11:54 Diperbarui: 22 Oktober 2020   22:43 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Feast 'Tarian Penghancur Raya' ( Instagram @ffeastt)

Ada pula yang mempercakapkannya dalam berbagai diskusi dan perbincangan. Lalu timbul pula opini dan perdebatan. Bergulir terus bak bola salju, dari sebiji kelereng lalu membesar, sebesar gunung. Begitulah perdebatan diciptakan. Demikianlah pertentangan dilahirkan. 

Suatu waktu teman saya pernah mengatakan, apa yang dilakukan oleh Limbad, yang bisa membengkokkan baja, lalu dikubur hidup, juga waktu dirinya digilas buldozer. Dan Limbad tidak apa-apa, tidak cedera sama sekali. Orang mengira Limbad memang sakti atau trik sulapnya sudah dibumbui juga dengan bantuan jin dan sebagainya.

Padahal semua itu kemasan di televisi. Tidak ada satupun trik sulap Limbad, yang betul-betul murni sulap. Semua sudah disetting, bahkan dengan bantuan kamera pula. Sekali lagi itu kemasan, yang bertujuan entertainment. Demikian kata sahabat saya dengan penuh meyakinkan. 

Begitu pula perdebatan para tokoh politik di acara talk show televisi. Bahkan perdebatan yang sengit sampai mengarah ke adu jotos. Semua itu kemasan untuk jadi tontonan. 

Demikian tampaknya dramaturgi di Indonesia. Penonton kemudian larut, ikut gregetaan, ikut-ikutan emosi dan sebagainya. Lalu masing-masing orang membela salah satu pihak atau aktornya. Terjadilah kubu-kubuan. Demikian perkubuan dilahirkan. 

Perdebatan demi perdebatan itu hanya sebagian panggung muka saja dari drama politik di Indonesia. Masyarakat tidak sebenar-benarnya tahu apa yang sesungguhnya terjadi. 

Dalam kacamata antropologi sosial, fenomena itu sebenarnya masih terkait dengan soal interaksi sosial, di dalamnya dilakukan interaksi simbolik, yang pada penjabarannya terkait dengan teori dramaturgi. 

Lalu, siapa yang bermain di panggung? tentu para aktornya. Jadi dramaturgi itu mengandaikan sebuah akting para aktornya. Apa yang tampak terlihat di depan panggung, bukanlah fenomena yang sebenar-benarnya terjadi. 

Karena itu hanyalah menontotan pertunjukan yang terlihat di panggung. Panggung belakang tak terlihat, semuanya samar. Sebagai penonton, kita tidak pernah tahu, apa yang sesungguhnya terjadi. 

Jadi, kenapa saya tidak pernah berminat ikut-ikutan dalam perdebatan soal politik? Pertama, karena saya bukan pengamat politik. Kedua, karena apa yang kita baca, dan apa yang kita lihat itu hanyalah pentas pertunjukan yang hanya tampak di panggung depan. 

Saya lebih suka menikmatinya saja, menjadi penonton yang tenang. Dan saya cukup sibuk menjadi aktor untuk pentas yang lain..hehehe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun