Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sebuah Satire Bintang Mahaputera untuk Duo Fadli-Fahri?

12 Agustus 2020   11:00 Diperbarui: 16 Agustus 2020   22:59 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Sumber: https://makassar.tribunnews.com/

Fadli dan Fahri, siapa publik di nusantara tidak kenal dua tokoh yang biasa disebut duo F ini. Bak saudara kembar, duo F ini punya nada yang nyaris senada seirama sebagai pengkritik keras Jokowi sejak periode pemerintahan Jokowi 2014-2019, bahkan hingga periode kedua ini. Meskipun intensitasnya sudah menurun, tapi lacur F2 ini sudah kadung dicap sebagai tokoh anti Jokowi.

Jika kita perhatikan sejak periode pemerintahan Jokowi, kedua tokoh ini adalah pengkritik utama Presiden Jokowi. Bahkan bisa dibilang dua tokoh ini simbol dari kubu yang berseberangan dengan Jokowi. Dua tokoh ini juga identik dengan lahirnya  istilah cebong-kampret yang sangat akrab di telinga publik indonesia, terutama pada masa kampanye Periode Pertama pemerintahan Jokowi, bahkan sebutan itu sangat melekat hingga kini. Istilah yang mengidentikan kubu pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo. Jejak digital bagaimana kedua tokoh ini seringkali menyerang Jokowi dapat ditelusuri dan tampaknya publik akan selalu mengingat.  Jagat maya selalu diramaikan dengan kemunculan F2 ini. Setiap kali narasi dua tokoh ini muncul di medsos, langsung diserbu netizen baik yang pro maupun yang kontra dengan F2 ini.

Kita lewati saja masa-masa perdebatan panjang antara dua kubu Jokowi versus Prabowo yang dramatis itu. Yang saya yakin takkan ada habisnya dibahas. Sekarang bagaimana kondisi saat ini dan bagaimana pula ketika tiba-tiba F2 sebagai tokoh yang selama ini dianggap nyinyir terhadap pemerintahan Jokowi itu tiba-tiba justru mendapat penghargaan atau apresiasi? 

Banyak persepsi atau perspektif pasti muncul karenanya. Artikel kecil dan singkat ini akan melihatnya atau menempatkannya pada beberapa sudut pandang. Pertama, sudut pandang budaya, kedua sudut pandang politik. Setelah saya menguraikan dua sudut pandang itu, selanjutnya dibuat kesimpulan. Bahkan mungkin pembaca sendiri juga bisa membuat kesimpulan.

Pertama, saya akan melihatnya dulu dalam kacamata politik, dalam pemahaman saya yang awam ini. Penghargaan Bintang Mahaputera Nararya, sebagai penghargaan kedaua tertinggi setelah Bintang Republik Indonesia tentu sangat bergengsi. Jika melihat syarat dan ketentuan memperoleh Bintang Mahaputera, sebagaimana diulas oleh Kompas.com, dan ternyata pemerintah berwacana memberikan penghargaan itu, maka  dalam pandangan pemerintah, Fahri dan Fadli, adalah dua tokoh yang dianggap memiliki konstribusi dan jasa terhadap pemerintah, sebagai yang diatur dalam ketentuannya. Maka, cara pandang ini tentu menjadi kewenangan Presiden Jokowi. Namun, seperti yang sudah diberitakan bahwa pemberian penghargaan itu merupakan usulan yang berasal dari wakil rakyat (DPR) dan disetujui oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Negara. Merujuk pada aturan pemberian penghargaan Bintang Mahaputera Nararya, secara khusus seseorang dapat memperoleh penghargaan itu bilamana, berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara Pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara Darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.

Tentu saja, publik bisa menilai apakah kedua tokoh Fahri dan Fadli, memiliki peran dan jasa sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009. Jika publik yang ditanya, misalnya melalui polling, tentu saja jawaban akan beragam. Yang pasti, jika penghargaan diberikan kepada duo F, itu maka dalam pandangan negara, dalam hal ini Presiden dan DPR, sudah menjamin bahwa dua tokoh tersebut memenuhi syarat dan layak memperolehnya. Dalam hal ini tentu saja Presiden Joko Widodo, harus memberikan penilaian secara obyektif dan mengesampingkan kepentingan golongan. Bagi para pendukung Jokowi, tentu hal ini bisa jadi menyesakkan dada dan mengecewakan. Namun tentu Presiden mengambil keputusan dengan bijak sesuai peraturan perundangan-undangan yang mengatur soal itu. 

Di banyak media, para pengamat memberikan opininya yang beraneka ragam. Beberapa diantaranya, lebih banyak pertimbangan politik, bahwa Jokowi menganut politik 'merangkul' untuk tujuan mengurangi resistensi dari pihak-pihak yang selama ini dianggap bersebarangan. Ada pula yang menganggap bahwa pemberian penghargaan itu sebagai sebuah upaya mengurangi residu perpecahan menjelang pilkada, dan sebagai upaya membungkam lawan politik. Bagi saya yang awam politik, analisa seperti sangat simplistik dan teks book. Melihat kiprah dua tokoh itu, mungkin semua orang, awam sekalipun bisa mengambil asumsi seperti itu. Namun jangan lupa, kedua tokoh Fadli-Fahri itu adalah loyalis Prabowo, sehingga memberikan penghargaan keduanya, untuk membungkam politik atau 'merangkul', sebenarnya sesuatu yang tautologis, pengulangan dan tidak efektif. Karena, tanpa upaya merangkulpun, apa yang sudah dilakukan Joko Widodo, menggandeng Prabowo dalam kabinetnya, sebenarnya sudah secara otomatis merangkul tokoh-tokoh loyalis Prabowo. Meskipun Fadli masih cukup vokal dan terus melakukan kritikan, itu semata-mata kapasitasnya sebagai anggota DPR, normatif saja, dan sudah sangat jelas, intensitasnya berkurang dan juga warna vokalnya sedikit melunak, tidak segahar pada saat Prabowo dan Gerindra dalam kubu yang berbeda. 

Justru, sudut pandang lain, bisa muncul karena fenomena penghargaan Bintang Mahaputera itu. Secara kasat mata bisa dipahami bahwa rekonsiliasi dan konsolidasi antara Jokowi dengan Prabowo semakin menguat. Penghargaan itu sebagai simbol rekonsiliasi dan konsolidasi kepentingan antara kubu Jokowi dan Prabowo semakin menuju klimaks dan ingin menunjukkan ke publik, bahwa antara kubu Jokowi dan Prabowo, menuju koalisi permanen menuju Pilpres 2024 juga dalam prosesnya yang sekarang dalam pilkada. 

Kedua, dalam sudut pandang budaya. Dalam kacamata budaya, pernghargaan itu sebagai bentuk perlakuan menghormati dan menghargai, menempatkan seseorang dalam tempat terhormat, karena dianggap memberikan konstribusi dan peran penting dalam kehidupan masyarakat, dalam berbagai bidang tertentu. Jika dalam sudut pandang ini, maka pernyataan Mahfud MD dalam akun twitternya yang mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada dua tokoh vokal ini sudah sesuai aturan perundang-undangan, maka tidak ada yang salah dan aneh dengan penghargaan terhadap duo F itu.

Dalam sudut pandang budaya, kritikan-kritikan pedas yang dilakukan oleh oleh kedua tokoh duo Fadli-Fahri, harus ditempatkan dalam proses tingkah laku publik, yang mempengaruhi perjalanan sejarah. Artinya, sepanjang dalam kerangka yang normatif, apa yang dilakukan oleh duo Fadli dan Fahri itu memiliki peran yang konstributif. Jadi, dalam kacamata ini justru kritikan pedas dari dua F ini mengandung sinyalemen pesan, yang menjadi arah dan pedoman pemerintahahn Jokowi menjadi lebih baik. Mengapa Jokowi tidak memberikan penghargaan kepada para loyalis dan pendukung setianya? Karena bisa jadi, bentuk dukungan yang teramat sangat menjadi beban tersendiri bagi Jokowi. Kalkulasi dan politik balas budi, tentu menjadi pertimbangan, dan sepertinya soal itu sudah terakomodir oleh Joko Widodo sebagai presiden dua periode. Nah, soal loyalis dan pendukung fanatik, bisa jadi bagi Presiden Jokowi, tidak selamanya itu menguntungkan, apalagi, jika prinsip AJS (Asal Jokowi Senang) menjadi platform yang dianut. Jadi penghargaan terhadap dua Fadli-Fahri merupakan pesan tersirat dari Jokowi, kalau kalian menjadi loyalis dan pendukung setia, jadilah pendukung yang konstributif, tidak hanya membabi buta mendukung, tanpa tujuan jangka panjang yang positif dan konstributif, atau mendukung dalam kerangka ikatan emosional belaka, pamrih dan AJS tadi. Jadi Presiden Jokowi secara normatif, melihat Fadli dan Fahri, merupakan kritikus yang bermanfaat dan mengikuti aturan dan etika bernegara. 

Dua Fadli-Fahri, kadang kala memang menyusahkan dan membuat kubu Jokowi meradang dan panas dalam. Karena selalu melihatnya dalam kacamata yang negatif. Sementara kematangan politik Pak Jokowi, itu melihatnya sangat berbeda. Kadangkala, kritikan pedas itu dibutuhkan untuk memberi lampu peringatan agar dalam pengambilan kebijakan tidak kebablasan, dan terbukti kebijakan pemerintahan Jokowi dianggap sangat popular, berpihak kepada kepentingan rakyat dan secara nasional kebijakan pemerintahan Jokowi ini stabil dan terkendali. Itu semua karena ada konstribusi kritik dari para tokoh yang kritis, yang ditunjukkan dengan baik oleh dua Fadli dan Fahri. Coba bayangkan, jika Presiden Jokowi hanya mengikuti saran dan aspirasi pendukungnya saja, dan tidak mau tahu dengan masukan dan kritikan pedas dari para tokoh vokal, seperti Fadli dan Fahri, bisa jadi sesuatu menjadi berbeda kondisinya. Jadi, pemberian penghargaan kepada tokoh vokal yang selama ini dianggap lawan, menurut penulis yang awam politik ini, semacam sindiran atau satire, atau pesan tersirat Jokowi, agar jadilah tokoh bangsa yang berkonstribusi sesuai posisinya. Jangan menjadi loyalis dan pendukung fanatik yang tidak mau tahu kondisi secara obyektif. Inilah, menurut penulis kebijakan politikk Jokowi yang sangat dewasa, matang dan bijaksana. Catatan ini perlu dipahami oleh para loyalis dan pendukung fanatik Jokowi, juga untuk yang anti Jokowi, saat ini tidak ada lagi pihak yang bersebarangan dalam membangun bangsa. Kubu-kubuan hanya ada di panggung kampanye Pilpres. Sebagaimana Jokowi dan Prabowo selalu dengungkan, setelah kampanye, tidak ada lagi, satu dan dua, tetapi yang ada hanyalah tiga, Persatuan Indonesia. Demikian, terima kasih..

Salam Indonesia Maju...Merdeka!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun