Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Syahdunya Senja di Laut Arafuru

12 Juli 2020   13:31 Diperbarui: 13 Juli 2020   19:07 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senja di dermaga Pulau Ujir, Kep. Aru. SUmber: Dok Pribadi

Yang jelas, abad 17, wilayah Kepulauan Aru sudah menjadi lalu lintas perdagangan yang ramai karena komoditi eksotiknya. Bulu burung cendrawasih dan mutiara. Mutiara bahkan sampai saat ini menjadi ikon eksotik perdagangan di Pulau Aru. 

Baiklah, selain senja di Pulau Wokam dan Pulau Wamar, Kepulauan Aru. Senja juga tersedia di Pulau Ujir. Pulau paling fenomenal di abad 16-17M. Pulau ini adalah, pintu masuk lalu lintas perdagangan dari dan ke Pulau Aru. Pulau kecil di sebelah utara barat Kota Dobo, di Pulau Wamar.

Pulau Ujir, sebagai simbol perlawanan, penduduk lokal Aru terhadap Belanda pada kisaran abad 18M. Bahkan mungkin jauh sebelum itu, ketika masa Portugis di abad 16 M.

Di Pulau Ujir, penduduk Desa Ujir bermukim. Penduduk yang sangat bersahaja, dengan berladang sayuran, mencari ikan, dan beberpa bekerja di pabrik-pabrik pengolahan mutiara yang ada di wilayah petuanan Desa Ujir. 

Di Pulau Ujir, ada satu situs arkeologi yang memiliki nilai sejarah yang penting. Konon, pada abad 16, para pedagang Islam pertama kalinya menyebarkan Islam di wilayah Kepulauan Aru, melalui pintu Pulau Ujir. 

Pedagang Islam dari Ternate dan Tidore, Pulau Banda, Jawa, mungkin juga Sulawesi pertama kalinya singgah di Pulau Ujir, sebelum melanjutkan perjalanan ke Dobo, setidaknya sejak abad 16-17 M. Pada abad 18, konon terjadi perlawanan masyarakat Pulau Ujir. 

Senja di antara Pulau Wasir dan Pulau Ujir, Kepulauan Aru. Sumber: Dok. Pribadi
Senja di antara Pulau Wasir dan Pulau Ujir, Kepulauan Aru. Sumber: Dok. Pribadi
Saat yang sama, semasa Kesultanan Tidore, dibawah Sultan Nuku juga mengobarkan perlawanan melawan Belanda. Di Pulau Ujir, yang konon pengaruh Islam juga berasal dari Tidore, masyarakatnya juga mengobarkan pertempuran melawan Belanda. Benteng Belanda, di Puau Ujir dihancurkan. 

Kemudian dialihfungsikan oleh masyarakat Ujir sebagai masjid. Belanda kemudian menyingkir kembali di Pulau Wokam. Dan pusat pertahanan Belanda, itu kemudian menjadi Kampung Ujir. Saat ini tersisa puing-puing yang dikenal sebagai Situs Kampung Lama Ujir. 

Antara Pulau Wokam dan Pulau Ujir memiliki kaitan sejarah yang sama. Kedudukan Belanda di Pulau Wokam dan masyarakat lokal Pulau Ujir yang melawan. Namun saat ini, kita bisa melihat syahdunya senja pada pandangan mata yang sama. 

Di tepi pantai, kita dapat melihat anak-anak pantai penduduk Pulau Ujir maupun penduduk Pulau Wokam bercanda. Terserah, mau melihat pemandangan kala senja seperti itu di Pantai Pulau Wokam ataupun di pantai Pulau Ujir. 

Di tepi pantai itu pula, kita bisa melihat para nelayan kedua desa, baik Wokam maupun Ujir. Pulang dari melaut, menangkap ikan ataupun menjaring kerang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun