Ketika ada kesempatan berbincang dengan para ibu tentang remaja atau di postingan media sosial kadang-kadang saya menemui semacam keluhan atau keresahan kecil seperti ini.
"Anak saya sudah baligh tapi belum aqil juga, gimana ya caranya?"
"Sudah mau 15 tahun usianya, tapi belum juga aqil. Rasanya gagal mendidik..."
"Anak saya sudah ada tanda-tanda mau baligh, tapi saya belum siap mendidiknya jadi aqil."
Mendapati pernyataan-pernyataan seperti itu, kadang saya menanyakan kembali apa yang dipahami mengenai makna aqil baligh. Jawabannya rata-rata kurang lebih sama, yaitu anak yang sudah dewasa mampu mandiri bahkan bisa mulai memikirkan bagaimana cara menghidupi diri sendiri, misal sudah mampu mengambil keputusan sendiri, sudah bisa berpenghasilan dan sebagainya.Â
Dari sanalah saya bisa mengerti mengapa begitu besar keresahan para ibu yang menghadapi anak-anaknya menjelang atau menjalani aqil baligh.
Agar kegundahan berjawab dengan kemudahan, mari kita sama-sama menilik lagi makna dari kalimat aqil baligh " ". Setiap manusia, dalam proses tumbuh kembangnya dari lahir hingga dewasa akan mengalami fase-fase perubahan dari sisi biologis, psikologis dan kemampuan intelektual.Â
Di mana antara manusia satu dengan yang lain mengalami momentum masa yang berbeda-beda. Namun secara umum, ada masa di mana terjadi perubahan yang menjadi pembeda dalam kapasitas pembebanan hukum syariat dalam khazanah Islam kepada seseorang, yaitu masa aqil baligh.
Masa aqil baligh secara sunatullah akan terjadi pada proses tumbuh kembang seorang anak. Masa ini merupakan fase perubahan dari masa kanak-kanak (thufulah "") ke masa remaja (murohaqoh "") yang kemudian berproses membentuk kematangan dan kedewasaan menjadi manusia dewasa. Maka adalah keniscayaan bahwa seorang anak manusia akan menjalani masa 'aqil baligh.
Masa baligh "" adalah masa di mana seorang anak mengalami perubahan kondisi biologisnya berupa pematangan organ reproduksi mampu untuk membuahi atau dibuahi. Sehingga dengan demikian saatnya ia menerima beban atau taklif yang disyariatkan oleh Islam yang sebelumnya tidak berlaku baginya.Â
Maka ia pun disebut mukallaf atau orang yang dibebani. Sebelum mencapai masa mukallaf, seorang anak melalui proses masa tamyiz atau masa di mana ia mengenal perbedaan akan banyak hal di kehidupannya, yaitu ketika menginjak usia 7 tahun. Misal, seorang anak kecil tidak merasa malu bila tidak mengenakan pakaian di depan orang lain, sementara anak yang menginjak pada fase tamyiz akan merasa malu bila telanjang di depan orang lain. Anak pada fase ini disebut sebagai mumayyiz.