Mohon tunggu...
Wulan Saroso
Wulan Saroso Mohon Tunggu... Lainnya - educator, mompreneur, sosio developer

istri dan ibu, pendidik informal, mompreneur, sosio developer suka membaca, menulis, bikin kue, berbagi ilmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembang Padang Ilalang

9 September 2021   10:03 Diperbarui: 9 September 2021   10:07 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dia kembang...

Bagi ayahnya...

Di saat situasi tempat di mana mereka tinggal bagaikan padang ilalang liar. Bahkan sangat liar dan membahayakan. Hingga tak tahu di mana dan kapan sesuatu yang membahayakan siap memagut. Itulah kondisi yang mereka harus hadapi dan jalani saat itu. Namun kembang itu mekar mewangi untuk sang ayahanda. Di tengah resah gundah menyikapi aral yang terus melintang.

Fatimah, gadis kecil itu, di usianya 5 tahun harus menerima kenyataan ditinggal sang ibunda ke haribaan Ilahi. Namun kebersamaan yang sesaat, pelukan dan kasih sayang sang ibunda telah begitu kokoh menancapkan makna iman dalam sanubarinya dan memahat kepribadian anggun nan bersahaja. Maka pantaslah sang ayahanda pun menggelarinya 'Ummu Abiha" - Ibu untuk Ayahnya, karena karisma sang ibunda begitu kental melekat pada pribadinya.

Fatimah kecil melangkah tegar menerjang garangnya masyarakat Quraisy yang tengah menista ayahnya. Menghalau cacian berhambur yang ditujukan ke ayahnya. Tangan kecilnya menyingkirkan kotoran demi kotoran bertabur di kepala ayahanda yang dilemparkan oleh para penghina. Hatinya yang suci tak mampu menahan perihnya jiwa hingga meneteslah bulir air mata sembari membersihkan luka-luka di tubuh ayahanda. Dibakarnya perca dan ditempelkan ke luka sang ayahanda agar darah mengering segera. Melihat begitu anggun dan indah wujud cinta gadis kecil itu, sang ayahanda pun tak mampu membendung luapan kasih sayangnya. Hingga beliau pun menyatakan bahwa beliau mencintai apa yang putrinya cintai, beliau pun benci apa yang menyakitinya.

Ali bin Abi Thalib tak memahami benar apa itu jatuh cinta. Namun ada sisi ruang hatinya yang terusik manakala ia mendengar sahabat yang mulia, Abu Bakr datang kepada Muhammad ibn Abdullah untuk melamar putrinya, Fatimah. Ali terhenyak. Barulah ia menyadari, kekagumannya selama ini kepada sang gadis, telah menorehkan sebuah simpati seorang lelaki terhadap seorang perempuan. Namun Ali tak mampu berbuat sesuatu. 

Baginya, dirinya tak berbanding bila dihadapkan dengan Abu Bakr, sahabat mulia kecintaan Rasulullah shalallahu 'alayhi wa salam. Ternyata lamaran itu tak diterima oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun itu pun tak membuat Ali berlega hati. Karena setelah itu datang Umar bin Khatthab mengajukan niat yang sama kepada Rasulullah. Siapalah dirinya dibanding Umar al Faruq, begitu bisik hatinya. Walaupun Umar bin Khatthab masuk Islam lebih lambat tiga tahun dari dirinya, tetapi torehan perjuangan Umar begitu dalam dan menggelora. Ali pun berusaha tahu diri.

Ketika mendengar niat Umar pun tak bersambut, perasaannya tak juga menjadi lebih tenang. Sekaliber Abu Bakr dan Umar tak mendapat peluang berjodoh dengan putri nan anggun itu, lalu laki-laki seperti apa yang diharapkan? Semburat tanya berkeliaran di benak Ali.

Maka ketika sahabat Anshar kemudian mendesaknya mengajukan lamaran, Ali pun mengelak.
"Apakah aku yang miskin ini layak bersanding dengan gadis itu?" bisik hatinya.

Namun desakan dari sang kawan, menguatkan keberaniannya untuk datang kepada ayahanda sang gadis. Tak pelak gundah jiwanya menyeruak saat hendak menyatakan maksud. Sang ayahanda membaca gelagat kikuk pada diri sang pemuda. Terkunci serasa bibir Ali untuk mengungkapkan keinginan, sehingga sang Nabi pun membantu menterjemahkan.

"Apakah kau datang ke sini untuk melamar Fatimah?" Ali pun dengan cepat menjawab,"Benar, ya Rasulullah." Sang ayahanda sangat mengenal pemuda yang ada di hadapannya. Beliau pun tahu bagaimana kehidupan dan penghidupannya. Maka Nabi pun tak menuntut banyak atas dirinya. Dinikahkannyalah Fatimah putri kecintaannya, sang gadis anggun bersahaja dengan pemuda gagah Ali bin Abi Thalib. Pemuda itu pun kemudian mendapati ruang kosong di sudut hatinya terisi oleh cinta gadis yang begitu dikaguminya selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun