Mohon tunggu...
Wie Astuti
Wie Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - _

Selama hidup, teruslah belajar, buat bekal mati.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Radikalisme Agama dan Cara Pencegahannya

23 Januari 2022   10:44 Diperbarui: 23 Januari 2022   10:48 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Isu 'radikalisme' belakangan ini semakin santer diberitakan diberbagai media baik cetak maupun elektronik, dan tentunya kondisi tersebut sudah masuk taraf mengkhawatirkan. Pemerintah tengah getol memberatas orang-orang dan juga kelompok yang terindikasi beraliran radikal. Itu merupakan langkah serius yang menendakan kesungguhan juga dedikasi penuh dari pemerintah dalam rangka mewujudkan cita-cita perdamaian dan ketertiban sosial. Pagi, siang, bahkan malam hari  pemberitaan radikalisme tidak pernah berhenti. Berita yang sama disampaikan berulang kali di media yang berbeda dengan headline yang juga berbeda. Selalu ada perkembangan atau update terbaru dari topik bahasan radikalisme setiap harinya. Mulai dari berita penangkapan, sosialisasi pencegahan, dan lainnya. Hal ini tentunya juga tidak terlepas dari mudahnya masyarakat untuk mengakses informasi yang setiap detiknya selalu berubah dan juga banyaknya media yang tersedia.

Radikalisme bukanlah persoalan yang baru. Jika sedikit mundur ke belakang, banyak catatan sejarah yang menunjukkan adanya banyak aksi yang dilatari paham radikalisme. Beberapa tahun berlalu pernah terjadi aksi Bom Bali yang menewaskan banyak jiwa. Belum lagi soal aksi bom bunuh diri di gereja dan aksi serupa lainnya yang juga memiliki motif serupa yakni radikalisme. Bahkan jauh dalam historis agama Islam, pernah terjadi aksi radikal pada masa kepemimpinan khilafah yang dipelopori kelompok khawawrij. Mereka melakukan aksi tersebut karena dilatarbelakangi ketidakpuasan terhadap kepemimpinan yang sedang berlangsung. Sehingga, mereka menumpahkan kekecewaannya dengan cara kekerasan. Simpulnya, dalam konteks global ataupun nasional secara historis terdapat jejak radikal---dalam arti pemberontakan. 

Radikalisme sendiri sebenarnya menjadi bermakna negatif disebabkan keterlibatannya dalam konteks politik. Pemerintah menyematkan istilah 'radikal' kepada segelintir orang-orang ataupun kelompok yang dianggap tidak patuh dan bahkan lebih jauh potensial mengancam eksistensinya. Hal tersebut adalah salah satu penyebab istilah 'radikal' atau 'radikalisme' selalu identik dengan kelompok ataupun paham yang berseberangan dengan pemerintah. Padahal, mulanya 'radikal' sendiri merupakan sebuah kata yang bersifat netral, dalam arti memiliki makna yang luas dan bergantung pada konteks penggunaanya. Hal tersebut bisa dilihat dari etimologi kata radikal yaitu kata berbahasa latin radix yang berarti akar.

Hal yang tak kalah menyita rasa ingin tahu ialah tidak lain penggunaan istilah 'radikal' yang selalu identik dengan kelompok agama tertentu yaitu islam. Sehingga, dewasa ini terdapat sebagian orang yang berasumsi dan menyimpulkan secara apriori bahwa 'islam itu radikal'. Jika argumen atau pernyataan tersebut didasarkan fakta di lapangan bahwa terdapat segelintir orang atau kelompok bagian dari Islam yang melakukan aksi kekerasan, memang tidak sepenuhnya bisa disalahkan, karena hal tersebut merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Namun, agaknya kurang adil rasanya jika hanya menilai secara sepintas dan lantas menyimpulkan tanpa pendalaman kasus. Lebih disayangkan lagi jika hal terssebut kemudian digembar-gemborkan ke media dan menjadi pemberitaan yang bombastis. Padahal, kebenaran dari berita yang disajikan masih belum jelas kebenarannya.

Nampaknya pelabelan 'radikal' terhadap Islam merupakan persoalan yang serius dan tentu saja memberikan imbas yang besar dan jelas-jelas sangat merugikan karena, setiap aksi kekeraan yang berbau agama -- di manapun itu terjadi -- selalu dialamatkan pada Islam lagi dan lagi. Dari fakta tersebut, agaknya mendorong kita untuk mengetahui lebih jauh soal Islam dan Radikalisme, apakah Islam mengenal istilah 'radikalisme'? mengapa terdapat sebagian kelompok yang betindak radikal? dan kemudian, bagaimana cara supaya terhindar dari paham radikal? Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan tersebutlah penelitian ini dilakukan.

  • Istilah Radikalisme Dalam Islam 

Marak pemberitaan di media mengenai radikalisme menjadikan istilah radikal identik dengan tindak kekerasan. Tindak kekerasan tersebut antaralain berbentuk teror, serangan bom bunuh diri dan aksi kekerasan lainnya yang kesemuanya itu dilakukan secara sadar dan terang-terangan di khalayak ramai. Tindakan-tindakan tersebut merupakan buah dari pemahaman yang diyakini. Sebagai sebuah kekerasan, tentunya aksi radikalisme menimbulkan keresahan sosial karena menyebabkan kerusakan fasilitas yang ada. Masyarakat dibuat tidak nyaman dengan setiap berita mengenai aksi teror ataupun penangkapan kelompok radikal yang tersiar melalui media.

Adanya kenyataan kelompok radikal yang menggunakan kekerasan dalam melancarkan aksinya, membuat satu kesimpulan baru mengenai fenomena sosial keberagamaan kita hari ini. Bagaimana bisa agama dijadikan dasar untuk melakukan kekerasan? Bukankah agama selalu mengajarkan kebajikan?. Sesuatu yang sangat berseberangan antara ajaran dan tindakan di mana agama menggajarkan kebajikan tapi kemudian membuahkan tindak kekerasan. Pada akhirnya, kekerasan tetaplah kekerasan, sepintar apapun membalut sebuah kekerasan dengan bahasa yang bagus dan alasan yang terkesan logis, ada masanya akan terkuak. Waktulah yang akan mengungkap tabir kebohongan di balik tindakan licik tersebut. Seperti kelompok ISIS yang bercita-cita mendirikan negara agama dengan menyodorkan argumen berlandaskan doktrin keagamaan, pada akhirnya yang nampak hanyalah tindak kekerasan dan tindakan yang jauh dari kata manuiswi. Barangkali kenyataan itulah yang melatari penyematan istilah radikalisme dan atau Islam radikal.

 Dalam literatur Islam, hingga detik ini tidak ditemukan adanya istilah radikalisme. Berdasarkan penelusuran, dalam kamus Bahasa Arab tidak terdapat istilah tersebut, mengingat radikalisme sendiri murni berasal dari Barat. kamus Bahasa Arab ialah kamus yang sering menjadi rujukan orang-orang Islam untuk mencari tahu arti atau definisi dari suatu kata tertentu. Meskipun Islam sendiri tidak memiliki istilah tersebut, tetapi terdapat istilah lain yang memiliki makna serupa yakni kekerasan seperti kata tarf dan lain sebagainya, tetapi sekali lagi kata-kata tersebut tidak sama dengan makna radikalisme yang kita kenal hari ini.

Meskipun istilah radikalisme berasal dari Barat, mereka sendiri sering menyamakan Istilah radikalisme dengan fundametalisme, ekstremisme, dan juga revivalisme. Ketiganya dianggap sama berdasarkan asumsi memiliki kemiripan yang identik dengan penggunaan kekerasan. Akantetapi sayangnya ketiga istilah tersebut sama sekali berbeda. Titik persamaan ketiganya hanya terletak pada praktik kekerasan yang digunakan. Fundamentalisme sendiri dalam pandangan Barat merujuk pada seorang yang berpemahaman kaku serta ekstrem yang tak segan bertindak keras dalam rangka mempertahankan ideologi yang dimilikinya. Sebuah sikap yang bisa dikatakan teguh dalam memegang prinsip demi menggapai tujuan dan cita-cita jika dilihat dari sisi positif.

Salah seorang cendekiawan muslim, Fazlur Rahman mengatakan bahwa fundamentalisme memiliki makna menolak segala hal yang berbau Barat. Maksud dari menolak segala hal yang berbau Barat di sini ialah sebuah sikap yang tidak memberi ruang dan toleransi terhadap semakin menyebarluasnya paham yang berasal dari barat, tidak menerima produk atau barang yang diproduksi barat, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya. Pada intinya, sikap penolakan tersebut merupakan respon terhadap dominasi barat dalam dunia global. Kelompok fundamental ini mengganggap paham barat tersebut tidak sesuai dan lebih jauh dapat mengancam tatanan sosial dan moral.

Berbeda lagi dengan Azyumardi Azra, beliau menyatakan bahwa radikalisme merupakan bentuk ekstrem dari revivalisme. Revivalisme bisa dibilang sebuah gagasan yang berkeinginan untuk mengembalikan ajaran Islam yang murni. Yaitu ajaran Islam yang bersumber dari dua hukum Islam yakni Alquran dan Alhadits. Kaum revivalis ini meyakini jika dengan menegakkan kembali keduanya, yakni Alquran dan Alhadits, kesejahteraan, keberkahan dan juga kebaikan akan senantiasa melingkupi kehidupan umat manusia. Kehidupan yang semakin terasa sulit dan kian maraknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diakibatkan adanya sikap abai dan lupa akan tuntunan hidup sejati yang telah Tuhan berikan. Sebagai jalan, kembali kepada tuntunan adalah satu-satunya cara yang diyakini dapat memperbaiki keadaan yang sudah semrawut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun