Mohon tunggu...
Waris Sukiswati
Waris Sukiswati Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Wartawan dan Sales dari KOMPAS

Writing is my soul and without writing ...my life seems so empty ..:) writing in blog, journal or any form of writing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maldives, Negeri Seujung Kuku

7 April 2017   11:04 Diperbarui: 7 April 2017   11:07 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kapal tradisional u/ melihat hunting dolphin (disewakan)

MALDIVES atau Maladewa sama saja. Pasti pernah dengar kan? Apalagi dulu pernah ada calon presiden Indonesia yang populer gegara jalan-jalan ke negeri ini dan memberikan beruang Teddy buat cewek yang diajaknya. Negeri ini terletak di wilayah Samudera India. Persisnya ada Ada di barat daya India dan Sri Lanka. Saya menyebutnya negeri seujung kuku. Bagaimana nggak seujung kuku, lha luasnya saja kurang dari 300 km2. Luas Jakarta saja dua kalinya alias 660 km2 lebih. Negeri seujung kuku ini terdiri dari atol atau pulau-pulau karang dari ujung selatan sampai utara,

Konon katanya, negeri ini bakal hilang karena tenggelam oleh air pasang. Itu sebabnya saya dan teman-teman 'Gang Doyan Jalan' memutuskan mengunjungi Maldives, sebelum hilang di telan samudera. Perjalanan dari Jakarta - Maldives kurang lebih 7 jam. Ini belum termasuk transit di Singapura semalam. Begitu mendarat di Bandara Internasional Ibrahim Nasir, saya berdecak kagum. Ternyata negeri seujung kuku ini mengurusnya negerinya dengan sangat baik. Negeri ini sadar betul bahwa negaranya memiliki asset terbatas dan tidak sekaya Indonesia yang sumber alamnya entah berapa buanyakkkknya.


Siap-siap menjelajah ibu kota, Male.

Maldives, yang sumber pendapatan negaranya tergantung pada pariwisata, mengelola industri wisata airnya dengan sangat baik. Pantainya berpasir putih bak mutiara bertebaran dan lautnya bukan biru melainkan bernuansa hijau bening sejauh mata memandang. Nggak heran kalau wisata air seperti snorkeling, diving dan dolphin hunting on Sunset membuat saya nggak kepingin pulang. Rasanya kalau duit di dompet masih tebal maulah tinggal dua hari lagi--saya tinggal di Kurumba Hotel dua malam tiga hari. 

Makanan khasnya--pasti seafood--bisa ditemui di kedai-kedai di Male, ibu kota negaranya yang bisa dijelajahi dengan berjalan kaki selama satu jam saja. YA ...cuma satu jam. Jadi jangan membayangkan mau lomba marathon di negeri ini. Rumah kediaman presidennya juga kecil. Jangan bandingin dengan Istana Merdeka atawa Istana Bogor yaa. Pokoknya kecil deh. Lha kantor presidennya aja di Ruko, yang pengawalnya nggak kelihatan sama sekali. Saya dan teman-teman bisa asyik berpose di depan kantornya tanpa diusir atau digonggong anjing penjaga. Dan selama di Maldives saya sama sekali tidak melihat petugas yang berwajib seperti polisi di jalanan. 

Mata uangnya Rufiyya. Beti alias beda tipis sama mata uang Indonesia, rupiah. Kendati demikian hampir semua toko, hotel dan warung sekalipun menggunakan dolar AS untuk transaksi. Saya jarang menggunakan rufiyaa, yang akhirnya saya tukarkan kembali di money changer karena nggak terpakai. Bahkan beli air mineral pun membayar dengan dolar. Makan di kedai tidak terlalu mahal, tetapi karena saya menginap di resort bintang 5...hehehe...muahaaalll.


Di depan kantor presiden 

Saran saya sih kalau di Maldives, menginaplah di resort di atol-atol tengah laut. Kalau di ibu kota negara nggak ada apa-apanya. Konsekuensinya ya jadi agak mahal. Sebagai perbandingan saja, biaya jalan-jalan saya ke 6 negara eropa selama 21 hari US$ 2900, sedangkan di Maldives yang hanya 4 malam lima hari, saya harus merogoh kocek US$ 2200. Ini liburan saya termahal. Yang bikin mahal memang biaya transit di Singapur, karena saya menginap di Crown Hotel biar nggak ketinggalan pesawat. Padahal tiket perjalanannya kebetulan dapat murah. Naik Tiger Air cuma Rp.4,5 juta PP.  Jadi kalau penasaran mau jalan ke Maldives, coba buat dompet lebih tebel. Satu lagi, negeri ini bebas visa. Saya dan rombongan 'geng doyan jalan' gak perlu repot-repot urus visa buat ke sini.


suasana ibu kota jam 10.30 pagi

Saya memang harus merogoh kocek lumayan banyak buat ke negeri seujung kuku ini, tapi saya puas kok. Yang pasti nggak penasaran lagi. Apalagi negeri yang kebanyakan didatangi para honey mooners ini adalah negara republik--sama kan dengan Indonesia?--dan penduduknya--emang sih sedikit sekitar 400 ribuan--ternyata mayoritas juga beragama Islam. So saya juga jadi feel at home di sini. Di resort tempat saya menginap juga banyak memekerjakan orang-orang Indonesia. Ida, cewek Purwokerto, sudah bekerja sekitar 3 tahun dan menikah dengan pria asli Maldives, Maldivian. Menurut dia banyak orang Indonesia bekerja di Maldives.

Masih penasaran? Dan tetep mau jalan-jalan ke Maldives? Ayo menabung dan saya mau juga kesini lagi kalau dibayarin ( ngarep.com)...Hehehehe....sapa juga yang mau bayarin!!(***) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun