Mohon tunggu...
WS Thok
WS Thok Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Lahir di Jawa-Timur, besar di Jawa-Tengah, kuliah di DI Yogyakarta, berkeluarga dan tinggal di Jawa-Barat, pernah bekerja di DKI Jakarta. Tak cuma 'nguplek' di Jawa saja, bersama Kompasiana ingin lebih melihat Dunia.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Aliterasi dan Asonansi dalam Tulisan

25 Juni 2011   08:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:11 5762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

[caption id="attachment_118926" align="alignright" width="210" caption="Aliterasi & Asonansi Klasik"][/caption]

Di awal tahun ajaran, Bu Guru perlu mengetahui dan mengenal para murid barunya dengan cara memanggil satu per satu urut abjad.

Afgan Syah Reza!”

“Saya Bu Guru!”, murid berkaca-mata dengan lesung pipit sambil tersenyum, mengangkat tangan.

“Annisa Bahar!”

“Saya Bu”, murid gembil mirip artis penyanyi dangdut menunjukkan jari.

“Iman M Suparman”

“Ayak eh Ada Bu!”, murid yang mirip kecilnya Sam Bimbo mengangkat tangan dengan malu-malu.

Dari namanya, Bu Guru sudah tahu kalau muridnya dari Jawa Barat.  Tapi Bu Guru masih perlu mengetahui nama lengkapnya.

“Kalau ‘M’-nya apa Iman?”

“Maman Bu, Iman Maman Suparman!”, dengan tak malu-malu lagi Iman menjawab mantap.

“Oo… “ Bu Guru sangat terkesan dan bergumam, boros amat ayahmu memberi nama. Untuk selanjutnya meneruskan memanggil nama-nama lainnya.

***

Itu adalah guyonan yang (sudah saya modifikasi) dilontarkan seorang trainer dalam inhouse training di kantor kami, agar kami tidak mengantuk. Meski sudah tahunan (sampai lupa), namun masih teringat saja. Pemberian nama seperti contoh di atas (Iman Maman Suparman) adalah menggunakan kombinasi aliterasi (pengulangan konsonan) dan asonansi (pengulangan vokal). Konsonan m dan n, juga vokal a diulang di tiga rangkaian nama itu. Gorys Keraf menggolongkan aliterasi dan asonansi sebagai gaya bahasa retoris.

Sudah biasa orangtua memberi nama anaknya menggunakan kombinasi aliterasi dan asonansi (lihat juga: Hanya Sebuah nama?). Nama-nama lain yang menggunakan kaidah itu, contohnya: Roy Suryo, Rano Karno, Susi Susanti, Ria Irawan, Nia Daniati, Zinedine Zidane, dll. Gaya bahasa dipakai karena keindahannya, demikian juga nama-nama yang menggunakan kombinasi gaya bahasa aliterasi dan asonansi akan terdengar lebih 'enak' dan 'indah'.

Gaya bahasa aliterasi dan asonansisering dijumpai pada ayat-ayat Al-Quran, misalnya di dalam QS An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, Al-Lahab, dll. Terlepas dari isinya, dengan gaya bahasa itu, maka ayat-ayat  itu terdengar indah sekaligus mudah untuk dihafalkan. Gaya bahasa itu biasa dijumpai pada karya seni seperti pantun, gurindam, dll. Dijumpai juga dalam sastra Jawa, misalnya yang tertulis dalam Serat Wedhatama karangan Sri Mangkunegara IV, berikut ini adalah sebagian cuplikannya:

Mingkar mingkuring angkara

Akarana karenan mardi siwi

Sinawung resmining kidung

Sinuba sinukarta

Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung

Kang tumrap neng tanah Jawa

Agama ageming aji

Para seniman pun sering menggunakan gaya bahasa Aliterasi dan Asonansi, baik dalam tulisan maupun nyanyian. Prie GS, budayawan dari Semarang, sering menggunakannya dalam tulisan-tulisannya (buku-bukunya: Catatan Harian Sang Penggoda Indonesia, Hidup Bukan Hanya Urusan Perut, Merenung Sampai Mati, Nama Tuhan di Sebuah Kuis, Si Ipung, 3 Pil Kecerdasan Dosis Tinggi). Berikut beberapa contohnya:

Ketika menulis buku ini, saya merasa sedang kaya raya tak peduli berapa pun duit yang saya punya.

Perdebatan sungguh mirip judi. Kalah menang rasanya sulit untuk berhenti.

Itulah bahaya perjudian, begitu pula bahaya perdebatan.

Dalang dan penyanyi Sudjiwo Tejo juga sering menggunakan judul dan syair lagu ber-aliterasi dan asonansi. Berikut cuplikan dari lagunya yang judulnya: Anyam Anyaman Nyaman.

Anyam Anyaman Nyaman

Anut runtut tansah reruntungan

Munggah mudhun gunung anjlog samudra

Gandheng rendhengan jejering rendheng

Reroncening kembang

Kembang temanten

Mantene wus dandan dadi dewa dewi

Dewaning asmara gya mudhun bumi

Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gya sumingkir

Mahargya dalan temanten

Dalanpun dewa dewi

Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,

Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi...

(Bisa didengarkan di sini: http://www.youtube.com/watch?v=4tRxCpi6XCU&feature=related)

Saya percaya teman-teman yang sering mengarang fiksi, terutama puisi, tentu sudah sangat lanyah/piawai menggunakan gaya bahasa aliterasi dan asonansi ini. Para penulis opini dan reportase tak ada salahnya meningkatkan kemampuan untuk mencoba mempraktekkan. Saya juga berusaha menggunakan, minimal pada judul tulisan. Berikut adalah judul-judul tulisan itu, sekalian promosi agar pembaca sudi menyambangi, hihihi (tertawa juga perlu asonansi)

Teperdaya Gaya Bahasa

UlahSi Rupiah

Gantung Gunting

Ditolong Malah Nyolong

Teringat Kontestan Ratu Kecantikan

Petualang Cinta dengan Sepatu Wanita

Menjadi TKI di Negeri Sendiri

Negeri Penuh Pemberani

Bakat Bakat Hebat

The First Wealth is Health

(Depok, 27 Juni 2011)

------------------------

Sumber Ilustrasi (sudah dimodifikasi dg teks)

http://id-id.facebook.com/people/Ini-Ibu-Budi-Selaras/100001228622183

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun