[caption id="attachment_118926" align="alignright" width="210" caption="Aliterasi & Asonansi Klasik"][/caption]
Di awal tahun ajaran, Bu Guru perlu mengetahui dan mengenal para murid barunya dengan cara memanggil satu per satu urut abjad.
“Afgan Syah Reza!”
“Saya Bu Guru!”, murid berkaca-mata dengan lesung pipit sambil tersenyum, mengangkat tangan.
“Annisa Bahar!”
“Saya Bu”, murid gembil mirip artis penyanyi dangdut menunjukkan jari.
“Iman M Suparman”
“Ayak eh Ada Bu!”, murid yang mirip kecilnya Sam Bimbo mengangkat tangan dengan malu-malu.
Dari namanya, Bu Guru sudah tahu kalau muridnya dari Jawa Barat. Tapi Bu Guru masih perlu mengetahui nama lengkapnya.
“Kalau ‘M’-nya apa Iman?”
“Maman Bu, Iman Maman Suparman!”, dengan tak malu-malu lagi Iman menjawab mantap.
“Oo… “ Bu Guru sangat terkesan dan bergumam, boros amat ayahmu memberi nama. Untuk selanjutnya meneruskan memanggil nama-nama lainnya.
***
Itu adalah guyonan yang (sudah saya modifikasi) dilontarkan seorang trainer dalam inhouse training di kantor kami, agar kami tidak mengantuk. Meski sudah tahunan (sampai lupa), namun masih teringat saja. Pemberian nama seperti contoh di atas (Iman Maman Suparman) adalah menggunakan kombinasi aliterasi (pengulangan konsonan) dan asonansi (pengulangan vokal). Konsonan ‘m’ dan ‘n’, juga vokal ‘a’ diulang di tiga rangkaian nama itu. Gorys Keraf menggolongkan aliterasi dan asonansi sebagai gaya bahasa retoris.
Sudah biasa orangtua memberi nama anaknya menggunakan kombinasi aliterasi dan asonansi (lihat juga: Hanya Sebuah nama?). Nama-nama lain yang menggunakan kaidah itu, contohnya: Roy Suryo, Rano Karno, Susi Susanti, Ria Irawan, Nia Daniati, Zinedine Zidane, dll. Gaya bahasa dipakai karena keindahannya, demikian juga nama-nama yang menggunakan kombinasi gaya bahasa aliterasi dan asonansi akan terdengar lebih 'enak' dan 'indah'.
Gaya bahasa aliterasi dan asonansisering dijumpai pada ayat-ayat Al-Quran, misalnya di dalam QS An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, Al-Lahab, dll. Terlepas dari isinya, dengan gaya bahasa itu, maka ayat-ayat itu terdengar indah sekaligus mudah untuk dihafalkan. Gaya bahasa itu biasa dijumpai pada karya seni seperti pantun, gurindam, dll. Dijumpai juga dalam sastra Jawa, misalnya yang tertulis dalam Serat Wedhatama karangan Sri Mangkunegara IV, berikut ini adalah sebagian cuplikannya:
Mingkar mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa
Agama ageming aji
Para seniman pun sering menggunakan gaya bahasa Aliterasi dan Asonansi, baik dalam tulisan maupun nyanyian. Prie GS, budayawan dari Semarang, sering menggunakannya dalam tulisan-tulisannya (buku-bukunya: Catatan Harian Sang Penggoda Indonesia, Hidup Bukan Hanya Urusan Perut, Merenung Sampai Mati, Nama Tuhan di Sebuah Kuis, Si Ipung, 3 Pil Kecerdasan Dosis Tinggi). Berikut beberapa contohnya:
Ketika menulis buku ini, saya merasa sedang kaya raya tak peduli berapa pun duit yang saya punya.
Perdebatan sungguh mirip judi. Kalah menang rasanya sulit untuk berhenti.
Itulah bahaya perjudian, begitu pula bahaya perdebatan.
Dalang dan penyanyi Sudjiwo Tejo juga sering menggunakan judul dan syair lagu ber-aliterasi dan asonansi. Berikut cuplikan dari lagunya yang judulnya: Anyam Anyaman Nyaman.
Anyam Anyaman Nyaman
Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjlog samudra
Gandheng rendhengan jejering rendheng
Reroncening kembang
Kembang temanten
Mantene wus dandan dadi dewa dewi
Dewaning asmara gya mudhun bumi
Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gya sumingkir
Mahargya dalan temanten
Dalanpun dewa dewi
Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,
Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi...
(Bisa didengarkan di sini: http://www.youtube.com/watch?v=4tRxCpi6XCU&feature=related)
Saya percaya teman-teman yang sering mengarang fiksi, terutama puisi, tentu sudah sangat lanyah/piawai menggunakan gaya bahasa aliterasi dan asonansi ini. Para penulis opini dan reportase tak ada salahnya meningkatkan kemampuan untuk mencoba mempraktekkan. Saya juga berusaha menggunakan, minimal pada judul tulisan. Berikut adalah judul-judul tulisan itu, sekalian promosi agar pembaca sudi menyambangi, hihihi… (tertawa juga perlu asonansi)
Teringat Kontestan Ratu Kecantikan
Petualang Cinta dengan Sepatu Wanita
(Depok, 27 Juni 2011)
------------------------
Sumber Ilustrasi (sudah dimodifikasi dg teks)
http://id-id.facebook.com/people/Ini-Ibu-Budi-Selaras/100001228622183