Mohon tunggu...
WON Ningrum
WON Ningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Peace of mind, peace of heart...

Hello, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pertemuan di Empat Musim

8 Mei 2020   13:30 Diperbarui: 8 Mei 2020   13:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: freepik.com

Diceritakannya bahwa ia baru saja keluar dari rumah sakit untuk beberapa waktu karena penyakitnya kambuh lagi. Kukatakan pula padanya dengan tulus bahwa aku sangat prihatin dengan kondisinya itu. Kami terus tertawa sore itu.

Lalu kutanyakan padanya apakah ia suka mendengarkan musik? Jenis musik apa yang paling disenanginya? Dan ternyata aku dan dia menyukai jenis musik yang sama: musik klasik. Dia lalu berdiri menuju ke sebuah laci lemari di ruang tamu itu. Dibolak-baliknya beberapa koleksi CD-nya dan akhirnya diambilnya  sebuah CD kompilasi musik klasik dan menyerahkannya padaku. Katanya lagi, CD itu boleh aku ambil sebagai pemberian darinya.

 Ditanyanya pula aku dengan penuh selidik jika aku pernah mendengar salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Pavarotti yang ada di CD itu. Aku sungguh tak tahu dan tak hafal dengan judul-judul yang ada di CD itu. Dia kemudian tertawa mengejekku. Katanya, aku ini hidup di belahan bumi bagian mana hingga tak mengenali judul lagu yang dinyanyikan oleh petenor terkenal asal Italia itu? Ah, dia begitu humoris.

Tak terasa keceriaan kami saat itu telah memakan waktu dua jam. Kukatakan padanya bahwa hari telah mulai gelap dan aku harus meninggalkan kota York segera. Dia pun kembali tersenyum padaku dengan arif dan mempersilakan jika aku ingin datang mengunjunginya lagi di lain waktu. Nampaknya ia mulai menyayangiku sebagai temannya, atau sebagai anaknyakah? Udara begitu dinginnya di luar saat kutinggalkan rumahnya, meninggalkan kota York.       

 ***

24 Hadrian Ave. Aku bertanya-tanya apakah Kathleen masih tinggal di rumah tua itu? Musim kali ini telah berganti. Pohon-pohon yang tadinya meranggas dengan sangat ganasnya di musim dingin kini telah berkuncup dan berbunga. Daun-daun telah menghijau dan bunga-bunga daffodil yang cukup banyak di sepanjang jalan telah bermekaran. Mungkin inilah keistimewaan kota York di musim semi. Kota York yang antik. Aku selalu bernostalgia dengan City Wall-nya yang menampakkan ketegarannya sampai ke River Ouse-nya yang begitu romantis dengan para turis yang selalu membanjiri kota itu.

Telah kuresapi perjalanan empat musim yang selalu berganti. Ah, sebuah perjalanan dan perkenalan tak terduga dengan seorang perempuan tua yang menderita infeksi paru-paru di dadanya. 

Perempuan tua yang telah mengidap penyakit itu sekian lama dengan sangat tertekannya. Di saat itu aku pun telah melihat semua foto-foto dirinya di masa muda dulu. Di usia yang sangat belia memutuskan untuk menikah dengan pemuda tampan pilihannya yang juga adalah tetangganya di kota Belfast, Northern Ireland, Inggris. Ia memulai hidup menjadi pendamping suami untuk berikrar sehidup semati, ceritanya lagi sore itu. 

Kathleen, perempuan tua yang telah merasa sangat akrab denganku meski kulitku berwarna coklat dan berasal dari belahan dunia lain. Kain penutup kepalaku tak pernah menghalangi keakrabran yang terasa sangat mudah terjalin itu. Seperti katanya lagi, dirinya pun seakan telah menyatu dengan ketenteraman dan kecantikan Asia karena dirinya pernah tinggal di Singapura untuk beberapa tahun lamanya mengikuti suaminya yang bertugas di Angkatan Laut. Hanya ada dua musim di Singapura, katanya lagi saat mulai bernostalgia denganku senja itu, yakni: Summer dan Monsoon!

***

24 Hadrian Ave. "Kathleen, aku datang lagi untuk menemuimu kali ini setelah sekian lama...", kataku berbisik dengan sedikit senang membayangkan pertemuan yang pasti sangat mengejutkannya kali ini. Tadi sudah kuluangkan waktu untuk membeli beberapa macam buah di sebuah toko buah dan sayuran dalam perjalananku menuju ke rumahnya. Dan kantung plastik hijau berisi sesisir buah pisang, delapan buah jeruk segar serta enam buah kiwi itu kutenteng di tangan kananku sambil berjalan masuk ke pekarangan rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun