Mohon tunggu...
WON Ningrum
WON Ningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Peace of mind, peace of heart...

Hello, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pertemuan di Empat Musim

8 Mei 2020   13:30 Diperbarui: 8 Mei 2020   13:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: freepik.com

Ah, dia bisa membuatku terpana dengan cerita-ceritanya. Bahwa suaminya telah meninggal karena menderita kanker paru-paru enam tahun silam. 

Ada sebentuk kaca berkilat di kedua bola matanya yang masih kelihatan jenaka di usianya saat itu ketika dia menceritakan tentang kenangan-kenangan silam bersama suaminya  dan dua orang anaknya yang kini telah beranjak dewasa dan berkeluarga serta mempunyai tiga orang cucu. 

Dia juga membuatku terpesona karena betapa dia masih sangat hafal dengan tanggal kelahiran setiap anggota keluarganya serta setiap detail pengalaman-pengalamannya di masa lalu. 

Ah, perempuan tua yang belum pikun! Dan ada lagi, meski kematian suaminya kemudian cukup membuatnya sangat terpukul dan kesepian, namun ia terlihat begitu tegar di tengah hiruk pikuk kota York yang asri. Katanya lagi padaku, ia sangat mencintai kota itu. Ia telah tinggal di kota itu selama 29 tahun. 

Begitu pula ia telah akrab dengan para tetangganya yang sesekali tak segan membantunya jika ia membutuhkan pertolongan. Ah, sebuah perumahan orang-orang Inggris yang masih memperhatikan kehidupan saling tolong-menolong di antara mereka. Ini juga yang membuatku sangat terharu.

 ***

Ilustrasi gambar: freepik.com
Ilustrasi gambar: freepik.com

24 Hadrian Ave. Apakah perempuan tua itu masih tinggal di alamat yang sama? Aku bergegas masuk ke pekarangan rumah itu. Pintu rumah itu terbuka dan sesaat kemudian perempuan tua itu telah tersenyum dengan sangat hangat padaku. Diajaknya aku masuk ke rumahnya yang juga terasa sangat hangat.

Kali itu aku datang ke kota York bukan untuk menjenguknya sebenarnya. Aku hanya rindu pada sebuah sepeda tua yang pernah kutitipkan pada seorang teman asal Belanda. Kupikir temanku itu akan merawat sepeda itu dengan baik dengan harapan jika sewaktu-waktu aku berkunjung ke kota itu lagi, aku bisa bersepeda keliling kota itu. 

Kenyataannya ia membiarkan sepeda itu dicuri orang. Betapa tak kecewa, sengaja kutitipkan sepeda itu padanya karena aku tahu orang Belanda pastilah sangat mencintai sebuah benda yang namanya sepeda. Kutahu pula sebuah sepeda adalah barang yang cukup berharga di negara Belanda! Namun sudahlah. Temanku itu pun telah meminta maaf atas kealpaannya itu.

Sesaat kemudian aku telah duduk dan mulai tertawa serta bercanda dengan Kathleen yang masih terlihat sangat energik. Tubuh ringkihnya tak menghalangi dirinya untuk tertawa terbahak-bahak denganku sore itu di musim dingin. Begitu pula dengan batuknya yang kian meraja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun