Mohon tunggu...
WON Ningrum
WON Ningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Peace of mind, peace of heart...

Hello, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Batu Berbunga

1 April 2020   20:32 Diperbarui: 3 April 2020   04:13 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: freepik.com

Di samping itu ada lagi yang menjadi kekhawatiran mereka, yakni begitu jarangnya rumah penduduk di sepanjang jalan yang akan mereka lalui nanti. Mungkin hanya terdapat dua atau tiga rumah di setiap jarak satu kilometer. 

Mereka pun menyadari bahwa perjalanan yang akan mereka lalui malam ini akan menemui banyak resiko lainnya. Namun dengan tekad bulat, setelah mereka telah benar-benar siap, Dina memimpin teman-temannya untuk berdoa sejenak agar mereka diberi kemudahan dan kemantapan hati untuk memulai perjalanan.

Mereka pun mulai berjalan di kegelapan malam tanpa satu pun alat penerangan di tangan mereka. Satu-satunya penerangan yang sangat mereka andalkan saat itu adalah cahaya rembulan di atas mereka.

Dina dipercaya oleh teman-temannya untuk memimpin perjalanan. Ia berjalan dengan 'mata awas' di bawah sinar rembulan yang tak seberapa terang. Suara-suara jangkrik di kejauhan terdengar riuh rendah mengiringi perjalanan mereka. 

Mereka pun seakan tak berani bersuara. Hutan-hutan jati mereka lalui dengan hati berdebar. Sebagai anak kampung, mereka sebenarnya telah terbiasa dengan perjalanan seperti ini. 

Jauhnya jarak pun tak menjadi hambatan bagi mereka karena mereka juga sudah terbiasa berjalan jauh setiap harinya baik itu ke sekolah, ke kebun atau berkunjung ke rumah sanak keluarga di lain kampung.  Mereka hanya sedikit khawatir akan berpapasan dengan orang-orang jahat atau perampok.

Di setiap kampung yang mereka lalui, mereka akan berteriak sebagai tanda bahwa orang dari kampung lain sedang melewati kampung setempat. Dan penduduk kampung yang mendengarkan teriakan orang yang lewat tadi akan menjawab dengan teriakan pula.

Sampai akhirnya mereka memasuki bagian terakhir dari perjalanan itu: sebuah kebun tebu sepanjang tiga kilometer. Suasana begitu sunyi senyap. Jalan yang akan mereka lalui pun berupa jalan setapak yang di sebelah kiri dan kanan jalan itu ditumbuhi oleh tebu-tebu yang tinggi daunnya melebihi tinggi badan mereka. 

Dina berjalan paling depan atas permintaan teman-temannya. Angin bertiup dan menggoyangkan daun-daun tebu di samping mereka. Terkadang daun-daun tebu yang bergoyang itu memantulkan bayang-bayang yang bergerak-gerak di sekeliling mereka. Mereka tetap berjalan dengan langkah cepat tanpa menghiraukan bayang-bayang dedaunan itu.

Dengan mata masih menatap ke depan, Dina sekonyong-konyong melihat seseorang berjalan menuju ke arah mereka dari jarak kira-kira sepuluh meter di depannya. Dina yakin itu adalah bayangan seorang laki-laki. 

Ya, seorang laki-laki bertubuh sangat tinggi berjalan dengan sangat cepat menuju ke arah mereka! Dina terhenyak. Dalam satu, dua detik ia tak bisa memikirkan apa-apa dan tak bisa berbuat apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun