Mohon tunggu...
WiszKep
WiszKep Mohon Tunggu... Lainnya - Makhluk Ciptaan Tuhan

Manusia yang biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keberuntungan Kedua

28 September 2021   16:44 Diperbarui: 28 September 2021   16:48 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku hampir terlambat, sayang. Aku ada meeting hari ini" aku memang belum menagatakannya ke Maria. Ia hanya tau kalau biasanya aku masuk kerja jam sembilan. Bergegas aku pergi meninggalkan Maria yang terakhir kali aku lihat sudah selesai mengoleskan selai di selembar roti yang tadi ia pegang.

Namun, kesialan demi kesialan menimpaku. Matahari sepertinya tak mengizinkanku untuk bekerja tepat waktu. Ia kembali mengajakku bermain. Di tengah perjalanan, sinar matahari seperti meledek dari kaca jendelaku. Sinarnya membuat mataku menjadi silau, tak dapat melihat sedikitpun. Sialnya, aku tak melihat kalau di depanku ada seorang pengendara mobil lain yang berhenti, dengan tak aku duga, bibir mobilku berciuman dengan bokong mobil orang itu. Dasar mobil mesum, belum saja kenalan, sudah berani main nyosor saja. Alhasil aku harus meminta maaf ke pada pemilik mobil itu akibat tindakan mesum mobil milikku. Tapi itu tak berlangsung sebentar, cukup lama, Pengendara itu mulutnya menyerepet seperti kenalpot bajaj. Aku tak fokus dengan apa yang ia beicarakan. Di benakku, aku hanya memikirkan aku yang sudah hampir terlambat. Tanpa sadar, jam di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul tujuh lewat lima puluh lima menit. Lima menit lagi tepat jam delapan. Lalu, tanpa pikir panjang, aku menyumbat mulut Pengendara itu dengan beberapa lembar uang seratus ribu dengan harapan ia akan berhenti menyerepet. Benar saja, mulutnya langsung terdiam dan permintamaafanku di terima. Langsung aku melaju dengan kecepatan penuh menuju kantorku. Tanpa sempat memeriksa bagaimana keadaan mobilku.

Dan kembali lagi, kesialan menimpaku. Aku terlambat lima belas menit. Dan dengan keterlambataan itu pula aku harus menghadap atasanku dan diberi sebauh amplop. Bukan amplop yang berisi surat cinta atau berisi uang, di dalamnya terdapat sebuah surat yang berisi peringatan bagiku karena telah lalai dalam tugas. Semabari aku membaca isi surat tersebut, atasanku entah kenapa sekarang mulutnya lah yang menjelma kenalpot bajaj.

"Ini klien penting, Rio! Dasar bodoh! Kalau saja tidak ada Ratna yang menggantikanmu sementara tadi, mungkin bisnisku akan hancur"

Ya, aku hanya terdiam. Ingin sekali rasanya aku menyumbat mulutnya dengan beberapa lembar uang seratus ribuan agar mulutnya berhenti menyerepet, tapi apa daya, di dompetku tak ada lagi uang seratus ribuan. Hanya tersisa selembar uang dua puluh ribu, dan itupun nantinya akan aku gunakan untuk membeli sebungkus rokok. "Ah, sial! Mengapa di saat seperti ini aku tak punya uang" aku bergumam sendiri dalam hati.

Bayangkan, baru sepagi ini saja aku sudah ditimpa tiga kesialan. Bagaimana dengan nanti. Ah, sial. Kalau saja malam tadi aku tidak bercinta dengan Maria, mungkin sekarang aku tak akan terlambat. Dan mungkin juga aku tak akan kecelakan, jika aku tidak kecelakaan mungkin uangku sekarang masih banyak. Dasar, mengapa tadi malam aku sangat bergairah bercinta dengan Maria.

Dan benar saja, kesialan demi kesialan hari ini menimpaku. Mulai dari rokok yang ingin kubeli sudah habis dan aku harus berjalan sedikit lebih jauh ke kedai terdekat. Lalu di saat aku tengah berjalan menuju kedai, seekor burung menghadiahiku sebuah tai di atas kepala. Memang hari yang begitu sial.

Tak hanya hari ini saja, bahkan sampai satu minggu kemudian kesialan terus menimpaku. Bahkan kali ini lebih parah, aku tak sengaja menghilangkan sebuah tas yang berisi uang ratusan juta milik perusahaan. Aku tak tahu di mana terakhir kali aku meletakannya. Yang kau ingat, aku menaruh tas itu di samping kursi saat aku akan makan siang di sebauh kafe. Di saat aku akan pergi, tas yang berisi uang ratusan juta yang dititipkan Ratna kepadaku hilang. Sial. Aku sudah mencarinya ke setiap sudut kafe, tapi tak menemukan apapun. "Bodoh, aku bisa dipecat kalau begini". Entah apa yang ada di pikiran Ratna, mengapa ia meletakan uang ratusan juta dalam sebuah tas. Dan mengapa ia tak langsung memberikannya ke pada atasan? Dan bodohnya, mengapa aku menerima titipan itu. Ah, dasar Rio yang bodoh!

Dan benar saja, aku langsung dipecat setelah atasanku tahu hal tersebut. Lebih parahnya, uang yang aku hilangkan dianggapnya sebagai hutang yang harus aku lunasi dalam jangka waktu sebulan. Ah, sial. Dari mana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu. Memang kesialan sepertinya sudah ditakdirkan untuk berteman denganku. Sepertinya sudah menjadi salah satu bagian dari diriku. Aku tak tahu harus bilang apa ke Maria. Dan aku juga tak tahu bagaimana nantinya rekasi Maria setelah aku mengatakan kalau aku telah berhenti dari pekerjaanku dan yang aku bawa pulang bukannya uang pesangon melainkan sebuah hutang ratusan juta. Pasti Maria akan marah dan menceraikanku. Siapa juga yang mau diajak untuk melunasi hutang senilai ratusan juta. Dan siapa juga yang mau diajak masuk penjara karena tidak bisa melunasi hutangnya.

Hari itu aku tak berani pulang ke rumah. Hari sudah cukup larut, tapi aku masih menghabiskan waktu di sebuah bar untuk menikmati malam-malam terakhirku hidup. Bahkan, aku lanjut menyewa seorang pelacur untuk menemani sisa-sia umurku. Lalu pergi ke sebuah hotel untuk bermain-main dengan pelacur yang telah aku sewa. Karena, mungkin sehabis aku pulang nanti aku akan bunuh diri dan membiarkan semua kesialan ini lenyap begitu saja. Untung-untung kalau aku mati, hutangku akan dianggap lunas oleh perusahaan.

Malam semakin larut. Semakin meriah pula aku bermain dengan pelacur itu. Efek dari bir yang aku minum mulai membiusku. Aku seperti di surga malam itu. tak ada sedikitpun perasaan cemas karena hutang dan dugaan kalau Maria akan menceraikanku. Yang aku rasakan hanya hangatnya bir dan nikmatnya tubuh pelacur itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun