Mohon tunggu...
Wiwin Riza Kurnia
Wiwin Riza Kurnia Mohon Tunggu... -

Nasionalism, Pluralism, Adventure

Selanjutnya

Tutup

Politik

GmnI Memperingati Hari Kartini dengan Aksi Damai

24 April 2013   10:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:41 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejumlah 42 orang mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) komisariat Politeknik Negeri Jember, menggelar aksi damai dengan membagikan bunga, stiker, dan pers rilis di alun-alun kota Jember pada tanggal 20 April 2013 kemarin, dalam rangka memperingati Hari Kartini.

Para sarinah (sebutan perempuan di GmnI) juga bergiliran berorasi dengan menyampaikan aspirasi terkait refleksi perkembangan perempuan pada era masa kini dan menyanyikan lagu-lagu nasional, khususnya lagu Kartini. Acara berlangsung pada malam hari sampai jam 10 malam, kemudian ditutup dengan inisiasi oleh alumni dan berlanjut melakukan penggalangan dana untuk korban bankir kencong bersama GmnI komisariat Hukum Universitas Negeri Jember.

Korlap aksi, yaitu Devi menjelaskan, "Momentum hari Kartini tidak hanya sebatas ceremonial belaka, akan tetapi nilai-nilai kepedulian terhadap masyarakat sekitar kitalah merupakan salah satu output adanya aksi pada kali ini" ujarnya.

Berikut adalah pernyataan GmnI Komisariat Politeknik Negeri Jember dalam memperingati Hari Kartini:

“Dengan Semangat Kartini,

Kita Tingkatkan Peran Perempuan dalam Sektor Publik Bangsa”

Peringatan Hari Kartini pada tanggal 21 April 2013 ini tentu akan menjadi momentum penting yang memiliki makna tersendiri bagi bangsa Indonesia. Terutama sebagai refleksi sejauh mana kaum perempuan terlibat dan turut andil dalam pembangunan bangsa ini. Dilihat dari jumlah perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki, menjadi suatu kewajiban bagi kita semua agar Sumber Daya Manusia dapat dioptimalkan dan tetap memupuk semangat dalam pembentukan perempuan-perempuan yang unggul dalam rangka percepatan kebangkitan peradaban Indonesia. Sebelum Raden Adjeng Kartini ada, kaum perempuan direndahkan derajatnya dibandingkan lelaki. Perempuan dilarang menuntut ilmu,tidak boleh bekerja, apalagi menjadi pemimpin. Tetapi semua berubah saat Raden Adjeng Kartini berjuang untuk menorehkan pemikiran atas keprihatinan dan kepekaannya untuk mengeluarkan kaum perempuan dari itu semua.Kartini hadir dalam pemikiran-pemikirannya tentang hak-hak perempuan. Pemikiran-pemikirannya menegaskan perjuangannya akan akses pendidikan bagi perempuan, menolak poligami dan kekerasan terhadap perempuan.Kepeloporan Kartini wajib kita tiru dan kita amalkan, kini perempuan Indonesia telah memperoleh hak-haknya dan memperoleh kebebasan.Tetapi, perjuangan dan cita-cita Kartini belum sepenuhnya berhasil. Karena masih banyak perempuan Indonesia yang perlu diperjuangkan nasibnya dan membutuhkan uluran tangan kita.

Dalam hal kekerasan terhadap perempuan, data menunjukkan peningkatan angka dari tahun ke tahun. Pada 2011, Komnas Perempuan mencatat 119.107 kasus. Pada 2010, tercatat 105.103 kasus. Pada 2012, terdapat 216.156 kasus. Tidak hanya itu. Komnas Perempuan pun mencatat 282 Perda yang mendiskriminasi perempuan, dimana Jawa adalah jumlah tertinggi Perda diskriminatif, terutama Jawa Barat.

Pada ranah kesehatan, Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007). Target menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 terancam gagal. Masih tingginya AKI disebabkan beberapa faktor seperti masih terbatasnya jumlah tenaga kesehatan, bidan, dokter atau anestesi;terbatasnya rumah tunggu, Puskesmas, rumah singgah, dll.

Dalam konteks pekerja rumah tangga (PRT), perlindungan negara masih minim. Data JALA PRT menunjukkan 92% pekerja migran adalah PRT (2012). Menurut BNP2TKI, pada 2011 terdapat 2.209 pelecehan/kekerasan seksual dan 535 orang perempuan pekerja migran kembali dalam keadaan hamil. Jumlah PRT migran diprediksi akan terus meningkat jika dihubungkan dengan ketersediaan pekerjaan bagi perempuan miskin. Hingga Maret 2012, tingkat kemiskinan di Indonesia adalah 11.96 % (29.13 juta orang).

Di ranah pendidikan, data menunjukkan perempuan cenderung tidak melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Menurut BPS (2011), angka partisipasi murni (APM) perempuan jenjang SD 90,37, APM perempuan jenjang SMP 69,19, APM perempuan jenjang SMU 48,19. Selain itu, masih terdapat perempuan berusia 15 tahun ke atas yang melek huruf  sebesar 90,07 % (bandingkan dengan laki-laki melek huruf 95,59%).

Dari proses pendidikan di Indonesia yang masih kurang berjalan dengan maximal tersebut, semakin berdampak pada minimnya motivasi untuk perempuan dan berpengaruh terhadap banyaknya hambatan sebelum berkarier politik karena dibenturkan oleh peran domestik dan biologisnya.Sebut saja partisipasi perempuan dalam politik masih sebatas mobilized partisipation yaitu partisipasi yang bukan dari kesadaran diri sendiri, melainkan karena dimobilisir oleh orang lain untuk berpartisipasi. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh perempuan, dalam kaitan peran politiknya. Peran perempuan masih belum dioptimalkan, hal ini bisa dikarenakan beberapa faktor antara lain:

Pertama,perempuan masih dianggap sebagai objek politik, belum menempatkan perempuan sebagai subjek politik.Kedua,keterwakilan perempuan sebagai pengambil sebuah kebijakan ditingkat legislatif, eksekutif, dan yudikatif masih minim, menyebabkan aspirasi dari perempuan sedikit sehingga kebijakan yang diambil kurang sensitif gender. Kesadaran akan pentingnya peran serta perempuan juga tidak di imbangi oleh kebijakan-kebijakan yang responsif gender dalam partai politik. Masih sedikit partai politik yang memenuhi syarat peran serta perempuan mencapai kuota 30%. Pencapaian kouta tersebut tidak akan maksimal, bila upaya dari partai politik untuk rekuitmen caleg perempuan minim. Meski jumlah penduduk Indonesia mayoritas perempuan sekitar 50%. Akan tetapi keterwakilan perempuan dalam parlemen masih sedikit. Dalam hubungannya dengan pemilu, masih sedikit perempuan menduduki posisi sebagai anggota legislatif maupun eksekutif.Dari data Divisi Perempuan dan Pemilu CETRO, partisipasi perempuan dalam DPR-RI sejak tahun 1950 sampai 1997 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tapi masih dibawah 10%. Sedang partisipasi perempuan tahun 1997-1999 adalah 54 perempuan (10,8%) dan ditahun 1999-2004 dengan 46 perempuan (9%), untuk Pemilu 2009 total calon legislatif (caleg) dalam DCT mencapai 11.301 orang. Dari jumlah itu, 7.391 di antaranya laki-laki, sedangkan 3.910 perempuan. Prosentase  caleg perempuan 34,60 persen. Dengan ditetapkannya kuota 30% untuk perempuan dalam parlemen, ini juga masih kurang menjadi problem solution untuk perempuan yang ingin berperan aktif dalam ranah politik. Kenyataannya,banyak partai politik yang tidak memenuhi kuota tersebut. Akan tetapi masih banyak kendala bagi perempuan, yang paling dekat saja mengenai biaya untuk berkampanye, atau biaya operasional untuk mencapai karir politiknya. Karena kebanyakan yang mencari nafkah adalah laki-laki.

Ketiga, yaitu aspek kultur. Perempuan masih disibukan oleh urusan-urusan yang lebih bersifat urusan domestik. Sehingga jika perempuan ingin berkiprah dalam ranah publik, masih banyak pertimbangan.Tak jarang karena budaya, perempuan dihadapkan atau dikonfrontasi dengan nilai-nilai sosial yang hukumnya lebih berat daripada hukum negara. Hingga bisa dikatakan perjuangan untuk perempuan adalah bukan semata-mata perjuangan yuridis, tetapi juga politis.

Ketidakadilan terhadap perempuan ini pun termanifestasi dalam berbagai bentuk diantaranya yakni Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, Stereotyping dan Diskriminasi atau pelabelan negatif, kekerasan (Violence), bekerja lebih panjang dan banyak (Double burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran perempuan. Manifestasi ketidakadilan tersebut masing-masing tidak bisa dipisahkan, karena saling berkaitan dan mempengaruhi secara dialektika.

Mencermati kondisi di atas, maka pada momen Hari Kartini ini, kami Gerakan mahasiswa nasional Indonesia menyerukan:

1. Pemerintah segera menjalankan langkah-langkah menurunkan Angka Kematian Ibu, dan menyediakan ruangan ibu menyusui di kantor maupun tempat-tempat umum.

2.Pemerintah melancarkan program-program pemberdayaan dan pendidikan bagi perempuan yang sesuai dengan kebutuhan perempuan.

3. Pemerintah memberikan perlindungan menyeluruh bagi PRT dan PRT migran, serta menyusun RUU tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dan Anggota Keluarganya dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dengan mengakomodir hak dan perlindungan PRT dan PRT migran sesuai instrumen HAM internasional.

4. Pemerintah mengusut kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan menyediakan layanan bagi korban kekerasan.

5. Masyarakat, tak terkecuali tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mengambil peran menghentikan kekerasan terhadap perempuan.

Marilah kita tingkatkan partisipasi kita terhadap gelora pembangunan sekarang ini sehingga cita-cita Kartini segera dapat terwujud.

Mari terus kobar dan bangkitkan semangat perempuan Indonesia untuk terus membangun bangsa tercinta.. Bangsa Indonesia.


“pedjoeang pemikir – pemikir pedjoeang”

GmnI Komisariat Politeknik Negeri Jember

Selamat Hari Kartini

21 April 2013

Women’s Big Day Appreciation..

WE PROUD OF KARTINI

Maju terus perempuan Indonesia!!!

Merdeka...!!!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun