Amalan yang dilakukan jamaah calon haji di awal pelaksanaan wukuf adalah melakukan shalat zhuhur dan ashar dengan cara di-jamak (dikumpulkan/digabungkan). Dalam hal ini shalat jamak yang dilakukan adalah jamak taqdim.
Setelah itu semua, jamaah calon haji mendengarkan khutbah wukuf yang disampaikan oleh khatib. Mereka yang menjadi khatib biasanya petugas haji atau tokoh agama yang ada dalam rombongan haji.
Setelah melaksanakan wukuf, secara berangsur semua jamaah haji diangkut menggunakan bus menuju Muzdalifah untuk melakukan mabit di sana.
Para jamaah haji melakukan mabit di Muzdalifah tidak lama, hanya sekedar singgah dan beristirahat untuk memulihkan stamina untuk persiapan melontar jumrah Aqabah.
Setelah mabit di Muzdalifah, para jamaah calon haji selanjutnya menuju Mina. Pada tanggal 10 Dzulhijjah mereka berangkat menuju jamarat untuk melontar jumrah Aqabah. Para jamaah haji harus membawa minimal 7 batu kecil untuk melontar jumrah Aqabah.
Batu kecil bisa dipersiapkan ketika mabit di Muzdalifah. Artinya ketika mabit di Muzdalifah itu para jamaah haji bisa mengambil batu-batu kecil yang ada di sana.
Namun dalam beberapa penyelenggaraan ibadah haji, pihak maktab (kantor yang mengurus urusan haji di Arab Saudi) biasanya sudah menyiapkan batu-batu kecil untuk setiap rombongan jamaah haji sejak di Arafah.
Selesai melontar jumrah Aqabah, para jamaah haji kemudian bisa melakukan tahallul awal, yaitu menggunting sedikit rambut kepala. Apabila para jamaah haji sudah melontar jumrah Aqabah dan tahallul awal, maka larangan ihram sudah tidak berlaku. Kecuali satu, yakni berhubungan suami istri.
Selain itu para jamaah haji yang sudah melontar jumrah Aqabah dan melakukan tahallul awal pun boleh melepaskan pakaian ihram. Mereka sudah bisa memakai pakaian biasa.