Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bima Arya Kuda Hitam di Pilkada DKI Jakarta 2024?

18 Februari 2021   21:33 Diperbarui: 18 Februari 2021   22:05 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walikota Bogor Bima Arya (kompas.com)

Tidak dilanjutkannnya pembahasan revisi UU Pemilu (Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017) yang rencananya akan digabung dengan UU Pilkada (Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016) oleh DPR RI, salah satu imbasnya pilkada serentak tetap dilaksanakan tahun 2024. Rencana pilkada serentak akan digelar tahun 2022 dan 2023 seperti dalam revisi UU Pilkada pun batal dilaksanakan.

Sebagian pihak menilai ditiadakannya pilkada serentak tahun 2022 dan 2023, serta dilangsungkannya pilkada serentak tahun 2024 akan merugikan gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan. Hal itu dikarenakan masa jabatan Anies Baswedan akan habis pada tahun 2022. Berarti Anies Baswedan akan "menganggur" selama dua tahun sebelum ada Pilkada lagi di DKI Jakarta.

Kekosongan waktu dua tahun itu akan membuat Anies Baswedan kehilangan panggung untuk menjaga popularitas dan elektabilitasnya. Walau pun tentu saja Anies Baswedan masih bisa menjaga popularitas dan elektabilitasnya dengan cara lain. Misalnya masuk menjadi kader atau pengurus salah satu partai politik yang memiliki basis massa cukup besar.

Dilangsungkannya pilkada serentak tahun 2024 juga akan memberi pilihan sulit bagi Anies Baswedan sebab selain ada pilkada serentak, tahun 2024 juga ada Pilpres (Pemilihan Presiden). Selama ini Anies Baswedan diyakini banyak pihak akan maju kembali sebagai calon gubernur. Namun selain itu ia juga digadang-gadang sebagai salah seorang calon presiden (capres) potensial.   

Walaupun dilangsungkan di tahun yang sama, yaitu 2024 tapi pelaksanaan Pilpres dan Pilkada berlainan waktu. Pilpres direncanakan berlangsung bulan Maret 2024, sementara Pilkada  bulan November 2024. Berdekatannya waktu pelaksanaan Pilpres dan Pilkada memaksa Anies Baswedan memilih salah satu, maju sebagai calon presiden atau maju sebagai calon gubernur.

Seandainya Anies Baswedan memilih maju sebagai calon presiden, maka peta persaingan di Pilkada DKI akan mengalami perubahan cukup drastis. Minus Anies di Pilkada DKI jelas akan memancing munculnya calon-calon gubernur lain selain nama Tri Rismaharini (Risma) yang sudah ramai diperbincangkan atau Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mungkin akan maju kembali di Pilkada DKI.  

Dalam hal ini Partai Amanat Nasional (PAN) sudah melempar wacana. Melalui Sekretaris Jenderalnya Edy Soeparno, PAN menyatakan akan mendorong salah satu kader mereka di Pilkada DKI. Kader PAN dimaksud adalah Bima Arya, yang saat ini masih menjadi Walikota Bogor (fajar.co.id, 18/02/2021).

Saat ini PAN nampaknya cukup percaya diri. Hal itu karena pada Periode 2019-2024 PAN memiliki 9 kursi di DPRD DKI.  Berbeda dengan periode sebelumnya, PAN hanya punya dua kursi saja.

Artinya, PAN tidak akan terlalu berat berkoalisi dengan partai politik lain pemiliki kursi di DPRD DKI. PAN tinggal mencari satu atau lebih partai politik yang memiliki jumlah kumulatif minimal 13 kursi. Sebab syarat minimal bisa mencalonkan pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki jumlah minimal 22 kursi di DPRD DKI jakarta.

Sesungguhnya Bima Arya pernah pula didorong maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Namun karena kursi PAN di DPRD DKI jakarta waktu itu hanya 2, "tenaga" PAN tidak cukup kuat dan kurang memiliki daya tawar dengan partai politik lain.

Kini situasinya cukup menguntungkan bagi PAN dan Bima Arya. Selain faktor jumlah kursi yang dimiliki PAN cukup banyak di DPRD DKI Jakarta, juga faktor (kemungkinan besar) tidak akan majunya Anies Baswedan jadi calon gubernur di Pilkada 2024 nanti.

Kalau benar PAN serius akan mendorong kadernya Bima Arya di Pilkada DKI 2024 nanti, maka PAN dari sekarang harus menjajaki partai yang mungkin bisa diajak berkoalisi. Prinsipnya partai teman koalisi itu harus memiliki cukup kursi untuk melengkapi kursi yang dimiliki PAN.

Sebagai gambaran, partai politik yang memiliki kursi paling banyak di DPRD DKI Jakarta saat ini adalah PDI Perjuangan dengan jumlah 25 kursi. Sedangkan partai politik yang memiliki kursi paling sedikit adalah PPP dengan jumlah 1 kursi.

Sementara itu partai politik lain, yakni PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) memiliki 5 kursi, Partai Golkar memiliki 6 kursi, Partai Nasdem memiliki 7 kursi, dan PSI/Partai Solidaritas Indonesia memiliki 8 kursi, dan Partai Demokrat memiliki 10 kursi. Dua partai politik lain yang memiliki kursi kedua dan ketiga terbanyak adalah Partai Gerindra dengan jumlah 19 kursi dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dengan jumlah 16 kursi.

PAN dalam hal ini tinggal menghitung-hitung dengan siapa akan berkoalisi. Apakah dengan Partai Golkar plus Partai Nasdem, atau PKB plus PSI, mungkin juga dengan PKS seorang. Tidak menutup kemungkinan pula PAN berkoalisi dengan partai politik lainnya. 

Bima Arya cukup memiliki kualitas. Kalau jadi maju di Pilkada DKI Jakarta 2024 nanti, bukan tidak mungkin Bima Arya akan menjadi kuda hitam yang cukup diperhitungkan. Siapa tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun