Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kaum Difabel Bekerja, Mengapa Tidak?

3 Desember 2020   21:53 Diperbarui: 3 Desember 2020   22:08 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet Kaum Difabel (kompas.com)

Sebagian masyarakat masih memiliki stigma yang tidak baik dan tidak tepat terhadap kaum difabel. Mereka masih memandang kaum difabel sebagai kelompok masyarakat kelas dua yang hanya menjadi "benalu", tidak berguna, tidak produktif, dan tidak memiliki kemampuan.

Padahal dalam kenyataannya banyak kaum difabel memiliki kemampuan, yang bahkan tidak dimiliki oleh mereka yang bukan kaum difabel. Tidak sedikit pula kaum difabel yang bisa bekerja dengan produktif layaknya mereka yang bukan kaum difabel.

Kaum difabel tuna netra misalnya. Banyak dari mereka memiliki keahlian dalam hal terapi pijat atau bermusik. Begitu pula dengan kaum difabel lain, banyak dari mereka memiliki keahlian yang bermacam-macam.

Bagi sebagian kaum difabel, keterbatasan fisik bukanlah sebuah penghalang bagi mereka untuk produktif dan berkarya sebagaimana mereka yang bukan kaum difabel. Bagi sebagian mereka keterbatasan fisik juga bukanlah sebuah aib yang harus diratapi dan disembunyikan.

Akan tetapi tidak bisa dipungkiri memang banyak pula kaum difabel tidak mampu mengalahkan perasaan "rendah diri" mereka. Sehingga tidak heran jika dalam kehidupan sosial, mereka tidak mampu mengekspresikan atau mengaktualisasikan diri mereka. Mereka bahkan bersikap introvert dan menjadi insecure.

Dalam kehidupan sosial kaum difabel tak jarang masih mendapat perlakuan yang diskriminatif dan tidak adil. Penyebabnya tidak lain karena mereka kaum difabel.

Dalam dunia kerja misalnya. Banyak kaum difabel masih disepelekan dan dipandang sebelah mata. Oleh karenanya mereka tidak diberi kesempatan yang sama sebagaimana mereka yang bukan kaum difabel.

Memang bisa dimengerti jika para penyedia lapangan kerja kurang memberi porsi yang cukup kepada kaum difabel. Mereka tentu khawatir jika kaum difabel tidak bisa mengerjakan pekerjaan sebagaimana seharusnya.

Akan tetapi ada hal mendasar yang perlu dipahami oleh semua. Tidak semua orang yang bukan kaum difabel mampu melakukan semua pekerjaan dan tidak semua kaum difabel tidak mampu melakukan suatu pekerjaan.

Artinya kaum difabel atau bukan selama bisa dan mampu, layak diberi kesempatan dan tanggung jawab untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kaum difabel atau bukan sama-sama merupakan komponen masyarakat yang memiliki hak yang sama dalam bekerja.

Sejauh ini pemerintah telah membuat beberapa regulasi untuk memproteksi dan memberikan jaminan kepada kaum difabel agar bisa hidup di tengah-tengah masyarakat dengan layak sebagaimana komponen masyarakat lain. Dalam hal ini ada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997. Selain itu ada pula Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016.

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 misalnya, ada ketentuan bagi perusahaan untuk mempekerjakan kaum difabel. Menurut Undang-undang tersebut, dari 100 orang pekerja perusahaan wajib mengambil satu persen dari kaum difabel.

Tentu saja pekerja yang direkrut, baik kaum difabel atau bukan ada standar yang harus terpenuhi. Seperti pekerja itu harus berkualitas, memiliki attitude yang baik, satu visi dengan perusahaan, memiliki kapabilitas, memiliki kompetensi, atau budaya kerja yang cocok.

Sesungguhnya tak ada alasan untuk tidak mempekerjakan kaum difabel. Banyak bidang pekerjaan yang cocok untuk mereka. Asal mereka diberi kesempatan, mereka pasti bisa melakukannya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun