Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Watak Buas Orangtua dan Kekerasan terhadap Anak

16 September 2020   10:45 Diperbarui: 16 September 2020   10:47 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan terhadap anak (kompas.com)

Kabar adanya seorang anak perempuan kelas 1 sekolah dasar berusia 8 tahun yang meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kandungnya sendiri di Lebak, Banten, sungguh sebuah ironi. Bukankah orang tua seharusnya menjadi tempat yang aman, menjadi pelindung dan penjaga dari segala hal yang mengancam dan membahayakan diri si anak ? Ini malah justru orang tua menjadi ancaman dan bahaya bagi anak itu sendiri.

Seperti dilansir kompas.com (14/09), LH (26 tahun) seorang ibu rumah tangga tega membunuh anaknya karena mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online. LH mengaku kepada penyidik, menganiaya korban hingga tewas.

LH merasa kesal kepada si  anak kemudian melakukan serentetan penganiayaan. Mulai dari mencubit, memukul dengan tangan kosong hingga menggunakan gagang sapu. Akibat dari  penganiayaan yang dilakukan LH tersebut, sang anak sempat tersungkur dan lemas.

Melihat anaknya tersungkur bukannya berhenti. LH malah kemudian memukul sang anak di kepala bagian belakang sebanyak tiga kali.

Dalam kondisi lemas dan sesak nafas sang anak kemudian dibawa ke luar untuk mencari udara segar. Harapannya bisa baikan, tapi kemudian sang anak meninggal dunia.

LH dan suaminya IS (27  tahun) kemudian membawa korban ke Banten sebagai upaya menghilangkan jejak. Secara diam-diam jenazah korban oleh LH dan IS dimakamkan di TPU Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, Lebak, Banten. Korban dikuburkan oleh LH dan IS dengan pakaian lengkap.

Kejahatan LH dan IS akhirnya terbongkar karena kecurigaan warga. Warga curiga karena ada makam baru padahal tidak ada warga yang meninggal yang dimakamkan di TPU Gunung Kendeng dalam beberapa pekan terakhir. Setelah makam digali warga, ditemukan ada jenazah seorang anak dengan pakaian lengkap (bukan kain kapan).

Ternyata berdasarkan hasil penyelidikan pihak kepolisian, LH dan IS bukan sekali itu melakukan penganiyaan.  LH dan IS sering sebelumnya sering melakukan penganiayaan terhadap anak kandung perempuannya itu.

Menyimak kronologi kejadian penganiayaan berujung pembunuhan yang dilakukan LH dan IS, jadi teringat kejadian tahun 1984 lalu yang cukup menghebohkan. Waktu itu ada seorang anak yang bernasib sama dengan anak LH dan IS, bernama Arie Hanggara. Arie Hanggara seorang anak kelas 1 sekolah dasar, sama kehilangan nyawa akibat penganiayaan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Waktu itu kasus Arie Hanggara begitu menyedot perhatian publik dan memiliki gaung yang sangat besar. Sehingga pada tahun 1985 insan perfilman Indonesia mengangkat kejadian tersebut ke layar lebar, dengan judul "Arie Hanggara". Film tersebut sangat menyentuh dan menguras air mata.

Kasus penganiayaan berujung kematian yang dialami anak LH dan IS tak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Arie Hanggara. Bedanya hanya masalah jenis kelamin saja. Anak LH dan IS seorang anak perempuan, sedangkan Arie Hanggara seorang anak laki-laki.

Arie Hanggara sering mendapat kekerasan dari ayah kandungnya Machtino Eddiwan dan ibu tirinya Santi. Arie kerap dipukul, ditendang, ditampar, disuruh jongkok dan berdiri secara terus menerus sampai kelelahan. Tak jarang kepala Arie dibenturkan ke tembok dan dikurung di dalam kamar mandi.

Suatu hari setelah disiksa sedari siang sampai malam hari, pada malam harinya Arie disuruh menghadap tembok. Kepalanya kemudian dibenturkan ke tembok dan tidak diperbolehkan makan dan  minum.

Mendapat siksaan sedemikian rupa Arie Hanggara akhirnya terkapar. Ayahnya membawa Arie ke rumah sakit, tetapi di  perjalanan meninggal dunia. Arie mengalami hari yang naas, 8 November 1984.

Tubuh Arie Hanggara dipenuhi tak kurang dari 40 luka yang menyebar hampir di sekujur tubuhnya. Di punggung, pinggang, pantat, dada, dan yang terbanyak di kedua lengan Arie.

Kasus tersebut kemudian ditangani dan diproses oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan proses persidangan, ayah kandung Arie Hanggara divonis 5 tahun penjara. Sementara ibu tirinya divonis 2 tahun penjara.

Dua kasus berbeda yang terjadi berkaitan dengan meninggalnya seorang anak oleh orang tua kandungnya itu menandakan satu hal, bahwa orang tua tersebut memiliki watak yang buas. Apa yang dilakukan oleh sang anak, yang memicu kemarahan orang tuanya mungkin hanya sebuah alasan pembenar saja bagi si orang tua. Seperti alasan yang dilakukan LH menyiksa anaknya karena susah diajari belajar online misalnya, itu hanya bentuk pembenaran atas watak buas dirinya saja untuk melakukan penyiksaan terhadap anaknya itu.

Sebesar apa pun kesalahan yang dilakukan oleh seorang anak, bukan menjadi alasan bagi orang tua untuk menghukum anak dengan siksaan fisik. Apalagi akibat siksaan itu sampai menyebabkan sang anak kehilangan nyawa.

Dua kasus anak yang meninggal karena penganiayaan yang dilakukan oleh orang tua kandungnya di atas tidaklah tunggal. Selain kedua kasus itu ada pula kasus serupa lainnya.

Kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tuanya saat ini memang masih kerap terjadi, walaupun tidak sampai menyebabkan sang anak meninggal dunia. Hal itu tentu harus menjadi perhatian kita semua. Peran pemerintah dan tokoh agama dalam hal ini, untuk mengurangi hal tersebut tentu sangat penting dan sangat diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun