Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pemberantasan Korupsi Berjalan Mundur

15 Januari 2020   13:41 Diperbarui: 15 Januari 2020   15:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indikasi corruptors fight back cukup jelas terlihat. Beberapa kali ada upaya "konstitusional" yang dilakukan yang bertujuan mengubah UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Upaya itu menurut para banyak pihak berpotensi melemahkan KPK.

Pada masa pemerintahan Presiden SBY pertama kali muncul wacana revisi UU KPK. Waktu itu pertengahan Desember 2010 DPR bersama pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2011. Satu tahun kemudian usulan  revisi terhadap UU  KPK kembali masuk prioritas Prolegnas 2012. Akan tetapi saat itu penolakan terhadap wacana revisi UU KPK begitu kencang. Argumen penolakan itu bahwa revisi UU KPK berpeluang melemahkan kinerja KPK. Oleh karena kencangnya penolakan dari masyarakat, DPR akhirnya menghentikan wacana revisi UU KPK (https://tirto.id/).

Wacana revisi UU KPK muncul kembali pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Pada  tahun 2015 seluruh Fraksi di DPR tidak ada yang menolak usulan revisi UU KPK itu. Akan  tetapi lagi-lagi karena adanya tekanan dari para aktivis, masyarakat sipil, dan internal KPK, pemerintah dan DPR terpaksa kembali menunda pembahasan revisi UU KPK. 

Akhirnya pada tahun 2019 DPR bersama pemerintah mengesahkan revisi UU KPK itu menjadi UU KPK Baru, yaitu UU Nomor 19 tahun 2019 Tentang KPK. Argumen DPR dan pemerintah mengesahkan revisi UU KPK saat itu bahkan berbeda 180 derajat dengan argumen dan kekhawatiran para pegiat anti korupsi dan masyarakat sipil, serta internal KPK sendiri. DPR dan pemerintah berargumen bahwa revisi UU KPK itu justeru untuk memperkuat KPK.

Reaksi keras menolak revisi UU KPK berdatangan dari berbagai pihak. Beberapa hari pasca disahkannya UU KPK Baru tanggal 6 September 2019, berbagai elemen masyarakat yang dimotori oleh mahasiswa melakukan demonstrasi. Puncaknya adalah demontrasi serentak yang dilakukan di berbagai daerah pada tanggal 23 September 2019.

Banyak pasal yang disoroti oleh para akademisi, pegiat anti korupsi, dan para mahasiswa dalam UU KPK Baru. Salah satunya adalah adanya Dewan Pengawas KPK yang justeru dinilai memperlambat kinerja dan melemahkan KPK. Kekhawatiran itu paling tidak sudah terbukti. 

Pada tanggal 9 Januari lalu, KPK batal menggeledah kantor salah satu partai politik disebabkan  karena KPK belum memiliki izin penggeledahan dari Dewan Pengawas KPK. Izin penggeledahan membutuhkan waktu, sementara KPK perlu melakukan tindakan yang cepat. Tentunya ini menjadi sebuah kontradiksi.

Sebelum adanya revisi UU KPK, para penyidik KPK bisa bertindak cepat melakukan penggeledahan atau OTT.  Pasca revisi UU KPK,  para penyidik KPK tidak bisa lagi bertindak cepat dan leluasa untuk melakukan penggeledahan atau OTT.  Ruang gerak KPK menjadi  lebih sempit. Artinya KPK bukan menjadi lebih kuat malah sebaliknya. Dengan demikian pemberantasan korupsi bisa dikatakan berjalan mundur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun