Mohon tunggu...
Wiwin Widayanti
Wiwin Widayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Berkaitan dengan Relasi Kuasa (Analisis Perspektif Sosiologi)

17 Desember 2022   14:36 Diperbarui: 17 Desember 2022   14:49 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I. Latar Belakang

Mengangkat topik tentang pergurun tinggi, banyak persolan yang dapat dibahas terkait institusi pendidikan tersebut. Berbeda dengan jenjang sekolah di bawahnya, cakupan Perguruan Tinggi sangat luas. Sivitas akademik dari berbagai latar belakang menempati satu kampus yang sama dengan karakter yang berbeda-beda. Alih-alih menjadi tempat yang paling aman bagi para mahasiswanya, sebagai tempat menuntut ilmu justru kampus beralih menjadi tempat yang paling diwaspadai. Kampus sebagai Pendidikan Tinggi harusnya menjalankan fungsinya dengan baik, sesuai dengan UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi berfungsi untuk mengembangkan karakter yang bermanfaat. [1]

 Namun sepertinya, fungsi tersebut belum berjalan sebagai mana mestinya. Terbukti dari tindakan dan perilaku sivitas akademik yang belum mencerminkan karater yang baik. Salah satu perilaku tidak terpuji yang terjadi di lingkungan kampus adalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual kerap terjadi di berbagai kampus Indonesia, baik dilakukan sesama mahasiswa, mahasiswa dengan dosen ataupun dengan staff yang bekerja di kampus.

 Kekerasan seksual merupakan tindakan merendahkan, melecehkan, serta menyerang tubuh korban. World Health Organization mengartikan kekerasan seksual sebagi aksi yang bertujuan mendapatkan keintiman atau aksi lain yang merujuk pada seksualitas seseorang dengan unsur paksaan tanpa memandang status hubungan dengan korban.[2] Kekerasan seksual memang dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Tetapi dirasa sangat tidak etis jika terjadi di lingkungan kampus, mengingat kampus merupakan lingkungan Pendidikan. Kampus seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi mahasiswa agar dapat melakukan proses belajar mengajar dengan efektif sebagaimana mestinya. Bukan hanya kenyamanan dari segi sarana dan prasarana, kampus juga harus bisa menumbuhkan lingkungan sehat, rasa aman dan terlindungi dari kekersan seksual.

 II. Pembahasan

II.1. Ketimpangan Gender dan Relasi Kuasa

Masyarakat membentuk sebuah konstruksi budaya yang disebut 'Gender' yang merupakan sebuah konsep, gagasan, nilai dan norma yang melekat pada manusia dengan jenis kelamin yang berbeda secara biologis, yaitu laki-laki dan perempuan. Konstruksi geder memiliki relasi dengan status sosial yang dimiki seseorang dan dapat berubah-ubah sesuai anggapan yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan konstruksi gender tersebut muncul kecenderungan perlakuan yang berbeda atau diskriminasi yang dapat terjadi. Kekerasan seksual merupakan salah satu dari bentuk diskriminasi tersebut. Adanya relasi kuasa yang timpang, menimbulkan potensi terjadinya kekerasan seksual dari pihak yang memiliki kuasa terhadap pihak yang lebih lemah.

Kekerasan seksual memang tidak hanya terjadi pada perempuan, laki-laki juga bisa mengalami kekersan seksual. Tetapi nyatanya lebih banyak korban tindak kekerasan seksual adalah perempuan. Berbagai konsep yang terbentuk dalam masyarakat seperti halnya budaya patriarki dan munculnya istilah tosic masculinity, telah menempatkan laki-laki di derajat yang lebih tinggi dibanding perempuan. Ketimpangan gender pun kerap terjadi karena adanya paham tersebut, laki-laki yang terbiasa mendapatkan kekuasaan dan dominasi yang unggul akan selalu memanfaatkan kuasanya tersebut.

Maraknya kasus kekerasan sesksual yang dialami perempuan membuktikan bahwa adanya ketimpangan gender, dimana laki-laki lebih banyak menjadi pelaku kekerasan seksual. Relasi kuasa juga berpengaruh terhadap terjadinya kekerasan seksual, pelaku memiliki kuasa atau memegang kendali penuh atas korbannya. 

Relasi kuasa yang timpang dari pihak yang mempunyai kuasa tinggi terhadap pihak yang tidak mempunyai kuasa terutama karena konstruksi gender. Ketimpangan relasi kuasa dapat juga terjadi berdasarkan kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik, dan juga kondisi fisik. Ketimpangan tersebut dapat terjadi pula di lingkungan Pendidikan Tinggi dimana ada pihak yang memanfaatkan kuasanya secara tidak tepat.

II.2. Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun