Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkurbanlah Sesuai Konteks Berbangsa

12 Juli 2022   11:24 Diperbarui: 12 Juli 2022   11:24 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang bilang bahwa harta kita adalah titipan dari Allah. Kemungkinan besar Allah bisa mengambilnya jika Dia berkehendak. Karenanya kita dilarang serakah dan selalu harus menunaikan kewajiban kita seperti berkurban pada saat hari raya kurban, lalu zakat, infak dan sedekah. Karena itu banyak orang melakukan apa yang tertulis pada al-Quran dan kitab para nabi.

Begitu juga anak, istri dan karir. Semuanya itu adalah milik Allah dan sekali-kali jika Allah ingin mengambilnya, itu akan terjadi. Kita bisa melihat di sekeliling atau di media massa, seorang yang sepertinya baik, pintar dan seakan punya masa depan cerah tiba-tiba dipanggil oleh KPK dan kemudian diproses hukum karena tuduhan melakukan korupsi dan dihukum selama beberapa tahun bahkan belasan tahun. Lalu keluarga itu tercerai berai; ayah ditahan KPK, istri minta cerai dan anak-anak yang malu dengan perbuatan bapaknya lalu menjauh dan punya kehidupan sendiri-sendiri.

Baik harta, karier dan keluarga sepenuhnya adalah hak preogratif dari Allah sehingga kita tidak bisa mengganggu gugatnya. Bahkan mempengaruhi keputusan Allahpun, kita tidak berhak. Jika Allah berkehendak jadi, makalah jadi. Jika Allah tidak berkehendak, sampai segala upayapun, tidak akan jadi.

Itulah yang kurang lebih dialami oleh Nabi Ibrahim AS soal anaknya yaitu Ismail. Ibrahim dan Allah punya hubungan yang sangat baik, dan resonansinya juga baik. Meski Ibrahim tidak mendapatkan apa yang dia inginkan (anak) dalam jangka waktu yang sangat lama, tapi itu tidak menyurutkannya untuk untuk tetap setia kepada Allah SWT.

Ketika permohonannya untuk memiliki anak dikabulkan oleh Allah , dia bersyukur dan saat Allah memintanya kembali dengan menyuruh Ibrahim menjadikan Ismail sebagai korban bakaran bagi Allah, Ibrahimpun patuh. Dia sangat sadar bahwa hidupnya dan keluarganya adalah milik Allah. Dalam pandangannya, Allah berhak meminta kembali seluruh miliknya dan dia tidak berhak membantah.

Jelas sekali bahwa makna Ibrahim dalam berkurban adalah ibadah yang mewujudkan keikhlasan, ketaatan dan pengorbanan. Seiring waktu hendaknya makna kurban tidak sebatas agama saja tetapi juga dalam aspek sosial dan berbangsa dan bernegara; banyak hal yang bisa dilakukan untuk kebaikan sekeliling, bangsa dan negara.

Jangan malah melakukan sebaliknya; mejelek-jelekkan bangsa dan lingkungannya sendiri atas nama agama. Ini yang sering dilakukan oleh orang-orang yang terpapar ideologi transnasional. Mereka merasa bahwa ideologi dari luarlah yang baik, dan kita harus menggantinya dengan itu. Padahal ideologi itu berisi mutan-muatan politis yang tidak cocok dengan lingkungan berbangsa kita.

Karena itu konteks berkurban penting di sini; mewujudkan keikhlasan, ketaatan dan pengorbanan untuk kepentingan sekeliling -- bangsa kita. Hakikatnya berkurban adalah melakukan yang terbaik di tempat kita hidup sesuai kehendak Allah SWT.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun