Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apel Busuk dan Apel Sehat

16 Oktober 2021   13:09 Diperbarui: 16 Oktober 2021   13:27 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
litbang pertanian.go.id

Sebagian dari kita yang berada di generasi Baby Bommer, X dan sebagian generasi Y atau millenial, mungkin masih ingat bom Bali yang terjadi pada tahun 2002. Bom yang dicatat oleh sejarah sebagai bom yang paling dahsyat dan traumatis itu menewaskan sekitar 200 orang dan sebagian adalah para wisatawan asing, meski banyak orang lokal (Indonesia) yang tewas bahkan cacat. Bom itu juga traumatis karena membuat sebagian besar keluarga yang ditinggalkan oleh mereka tidak melupakan peristiwa itu. Di atas salah satu sasaran pemboman berdiri tugu peringatan bom Bali itu.

Setahun sebelumnya, kelompok teroris internasional al-Qaeda melakukan tindakan yang tragis dan dramatis yaitu membajak pesawat dan menabrakkannya di dua menara kembar WTC di New York. Tragedi kelam yang disebut 911 itu menewaskan sekitar 2000 orang dan ribuan lainnya cacat dan trauma. Korban terbanyak adalah orang yang sedang berkantor di dua menara tersebut.

Baik peristiwa WTC dan peristiwa Bali adalah bentuk kekerasan yang dikaitkan dengan keyakinan, dimana orang-orang yang menjadi korban dianggap kaum kafir yang bertindak tidak sesuai dengan keyakinan si pelaku. Katakanlah mereka minum alkohol di cafe atau pub, lalu melakukan aktivitas lain yang tidak sama dengan pelaku, dan para pelaku tidak sependapat dengan tindakan mereka dan memusuhi itu.

Hal itu juga yang ada di benak Amrozi dan kawan-kawan saat mereka merakit bom mobil yang kemudian mereka ledakkan di Legian Kuta Bali pada tahun 2002. Perasaan ' yang berbeda' adalah pengganggu juga di miliki oleh kaum yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia.

Beberapa media menulis bahwa para pemuja cita-cita membentuk negara Islam itu menganalogikan kaum yang tidak sepaham dengan keyakinan mereka sebagai apel busuk diantara apel yang sehat (baik). Sehingga menurut mereka, apel busuk itu harus disingkirkan.

Karena itu terjadilah beberapa tindakan radikal dan tragedi pengeboman itu, tidak hanya di Bali tapi juga di Jakarta, Mojokerto, Medan dan beberapa lainnya. Intinya mereka tidak nyaman ada pihak yang tidak sepaham dengan mereka.

Yang membuat hati ciut adalah massifnya mereka merekrut remaja dan kaum muda untuk bergabung dengan mereka melalui kedok kajian-kajian agama. Kita banyak mendengar bahwa mereka banyak membaiat remaja yang sedang sekolah menengah dan calon mahasiswa atau mahasiswa baru yang sedang mencari kegiatan ekstrakurikuler.

Mereka berkenalan dengan salah satu orang di sana, dicuci otaknya dengan ajaran-ajaran intoleransi dan radikal; ajaran itu merasuk dalam benak mereka dan kemudian mereka menjadi pribadi yang berbeda. Kepribadian yang berbeda ini cenderung memperlakukan lingkungannya secara berbeda juga, seperti 59 remaja yang dibaiat di Garut itu sebagian tidak mau sekolah, dan sebagian menjauh dari orangtuanya dan kerabatnya.

Inilah tantangan kita sebagai bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun