Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan dan Perekat yang Membuat Kita Kuat

1 September 2021   14:26 Diperbarui: 1 September 2021   14:38 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada abad 21 ini, dunia menjadi saksi atas banyak perpecahan bangsa. Kita bisa mencatat bahwa Uni Soviet yang pecah menjadi 15 negara besar dan kecil. Lalu ada Yugoslavia yang pecah menjadi enam negara.

Perpecahan itu mayoritas karena tidak mampu mengelola perbedaan etnis yang ada dalam satu negara. Ego mereka terlalu besar untuk bisa bersatu menjadi satu negara. Dalamilmu budaya ini disebut etnonasionalisme; yaitu nasionalisme yang berbentuk kelompok solidaritas atau rasa bersatu dan senasib karena satu etnis. Rasa ini karena tidak ada suatu 'jembatan' kuat dari satu etnis untuk paham etnis lainnya.

Contoh yang paling menonjol untuk ini adalah perpecahan di Uni Soviet.  Republik sosialis Uni Soviet sendiri berdiri pada tahun 1922, segera setelah  runtuhnya kekaisaran Rusia dalam beberapa kali revolusi. Uni Soviet yang berdiri itu berdasarkan beberapa bagian bangsa yang berdasarkan etnis misalnya Kaukasia, Ukraini, Belarusia, Rusia dan beberapa bagian yang mayoritas muslim.

Dalam perjalanannya, meski Uni Soviet secara politik dan ekonomi serta pertahanan membesar hingga bisa menyaingi Amerika Serikat (AS) namun negara itu menanggung etnonasionalisme karena heterogenitas budaya di Uni Soviet yang tidak seimbang.  Budaya Rusia melalui rusifikasinya menjadi amat dominan dibanding etnis lainnya. Dalam posisi politik dan ekonomi etnis Rusia juga amat menonjol.

Kondisi etnonasionalisme sejak era Lenin sampai Gorbachev amat tidak stabil alias berubah-ubah. Lenin memberikan fondasi penyatuan bangsa-bangsa itu dengan konsep sliyanie (fusi) dan sblizhenie (pengerucutan) dalam kerangka tujuan jangka panjang sosialisme. 

Sedangkan kebijakan Stalin menunjukkan Rusia sentris. Situasi ini bertambah kacau (bagi negara itu) setelah Gorbachev menduduki jabatan tertinggi. Lewat glasnost dan perestorika menjadikan ego masing-masing etnis tersebut menjadi sangat tinggi.

Konflik-konflik antar etnis menjadi runcing dan sentimen antar mereka meninggi. Sebagian besar dari mereka merasa bahwa ekspresi kultural mereka tertindas karena etnis Rusia mendominasi banyak hal di negara itu. 

Distintegrasi tidak terhindarkan dan akhirnya mereka sepakat untuk bubar. Pada tahun 1991, mereka resmi bubar dan berdiri 15 negara yang berbeda di bekas Uni Soviet dengan negara Rusia yang terbesar. Uni Soviet adalah contoh bagaimana sulitnya mengelola etnis yang beragam, apalagi salah satu etnis dan bahkan keyakinan (agama) juga menonjol.

Untungnya kita punya Pancasila yang bisa menjadi perekat luar biasa. Ancaman disintegrasi mengancam tidak saja melalui etnis namun juga agama dan bahkan politik. Beberapa tahun ini ancaman disintegrasi Indonesia bukan dari etnis namun  berasal dari ideologi transnasional. 

Ini bisa dirasakan generasi tua terhadap generasi muda yang amat mempersoalkan perbedaan bahwa membuat perbedaan itu lebih tajam melalui sikap dan ujaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun