Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini telah menerbitkan 29 judul buku, 17 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Yang terbaru adalah novel Elang Menoreh: Perjalanan Purwa Kala (terbit 1 November 2018) terbitan Metamind, imprint fiksi dewasa PT Tiga Serangkai.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menanti Hadirnya Kembali Sayembara-sayembara Skenario Film

7 Agustus 2019   10:35 Diperbarui: 7 Agustus 2019   13:13 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: filmmakerslab.co.uk

Namun tetap saja, dengan hasil tulisan yang demikian, kita jadi tahu pada level apa sang "penulis" berada. Mungkin setara dengan penulis-penulis ABG yang bertengkar sengit di Wattpad soal fan fiction dan cerita fantasi!

Kehadiran kembali event-event sayembara penulisan skenario akan secara bertahap mengasah kecapakan para screenwriter profesional dalam seni penulisan mereka, sekaligus membuka peluang ditemukannya bibit-bibit baru yang tak terduga dari tempat-tempat terjauh bumi Nusantara. 

Yang namanya penulis skenario kan tak melulu monopoli orang Jakarta---atau yang harus pindah dulu ke calon mantan ibukota negara itu baru bisa ikut berpartisipasi.

Dan sudah sejak era Tatiek Maliyati WS selalu dikatakan bahwa masalah terbesar dunia film nasional adalah pada kurangnya penulis berkualitas. Yang bejibun adalah penulis komersial, yang bekerja sekadar mengikuti arahan atasan. Namun sepanjang zaman, tak terlihat ada upaya serius dari para pemangku kepentingan perfilman sendiri untuk mengejar ketertinggalan di sisi ini.

Pentas layar perak kita sungguh membutuhkan kembalinya sayembara-sayembara penulisan skenario film itu---sekaligus kepastian janji bahwa naskah para pemenang akan sungguh-sungguh diproduksi. 

Film nasional perlu disegarkan dengan ide-ide baru yang murni datang dari bottom up. Jika pemerintah melalui jagad perpolitikan saja sudah terbuka untuk suara rakyat bawah, mengapa film tidak?

Apakah memang perfilman adalah dunia elitis khusus untuk orang-orang terpilih dan yang sama sekali tak boleh dimasuki rakyat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun