Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Bilang Sekolah di Desa Tidak Berkarya

2 Juli 2019   13:13 Diperbarui: 3 Juli 2019   04:34 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiapan Olimpiade Penelitian Siswa | dokpri

Menjelang tahun ajaran baru, hal yang paling sering menjadi sorotan adalah pendaftaran ke sekolah baru, dan di era ini yang menjadi topik hangat adalah sistem zonasi.

Banyak orang tua yang mengeluhkan sistem zonasi, bahkan saya sendiri banyak mendapat curhat teman-teman yang akan mencari sekolah untuk anaknya. Ketika saya jelaskan sistem zonasi kemana arah dan tujuannya, jangan pikir mereka langsung mau menerima alasan tersebut.

Ada yang bilang " kamu sendiri belum merasakan sendiri bagimana susahnya mendaftarkan anak dengan sistem, zonasi", lalu " apa guna berprestasi kalau yang bodoh dan rumahnya dekat langsung dapat negeri, sekalian aja gak usah belajar anakku", dan ada lagi "percuma les sana sini, ujung-ujungnya anakku masuk swasta".

Kalau mau tahu curhat yang lain lagi, bisa lihat setiap berita mengenai zonasi, selain ada yang kontra ada yang pro juga. Namun pemberitaan yang di munculkan di media, porsi terbanyaknya adalah sistem zonasi yang membuat siswa susah mendapatkan sekolah, khususnya di kota besar yang penduduknya banyak.

Terlepas dari pro dan kontra pemberitaan tersebut sebagai guru yang membuat saya sedikit sedih, ketika mereka membanding-bandingkan sekolah, fasilitas, kualitas guru. Itu memang hal wajar, karena orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya.

Sekolah di desa terutama, orang-orang memandang sebelah mata. Fasilitas kurang, guru kurang berkompetensi, anak-anak disana tidak pintar.

Mungkin kita bisa melihat mundur ke belakang kenapa itu terjadi,  jika semua anak pintar masuk ke satu sekolah yang dianggap favorit, sudah pintar dan orang tuanya kaya, bagaimana kemudian sekolah itu sekarang? Ya betul tebakan kita semua, sekarang sekolah itu pasti sudah mendapat label favorit.

Kenapa? Karena setiap perlombaan diadakan mereka selalu menang, itu wajar, fasilitas disana lengkap, itu juga wajar. Perlu diketahui bahwa sekolah mendapat dana bantuan dari pemerintah dan juga partisipasi dari masyarakat yang penggunaannya harus dipertanggung jawabkan, lantas apakah sekolah favorit saja yang mendapat dana sehingga fasilitasnya bagus? Tidak, semua sekolah mendapat bantuan, namun bedanya kalau yang pintar lagi kaya berkumpul, orang tuanya akan berpartisipasi menyumbangkan dana dan mendukung penuh segala kegiatan sekolah, sehingga majulah sekolah tersebut.

Lalu di desa kumpulan anak-anak yang kurang pandai orang tua pas-pasan, apakah orang tua mereka mampu mengumpulkan dana partisipasi masyarakat ? Mungkin tidak perlu dijawab karena untuk membeli keperluan sekolah saja mereka mungkin berhutang.

Dengan dana dari pemerintah guru dan komite sekolah di desa berjuang agar anak-anak ini tetap menikmati pendidikan yang layak. Contohnya ketika semua siswa di kota menguasai IT, kita juga sama berjuang agar anak-anak di desa bisa menikmatinya.

Siswa saya saat menang lomba essai dan ketika SMA mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika | dokpri
Siswa saya saat menang lomba essai dan ketika SMA mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika | dokpri
Pelajaran yang diberikan juga sama seperti yang diberikan di kota, bahkan anak-anak desa yang memiliki bakat di bidang tertentu yang di masa sebelum zonasi karena keterbatasan biaya memilih bersekolah di desa tetap dapat bersinar dalam ajang perlombaan.

Siswa saya saat menjadi finalis OPSI | dokpri
Siswa saya saat menjadi finalis OPSI | dokpri
Coba lihatlah peserta perlombaan OSN, FSLN, LPIR yang sekarang menjadi OPSI yang diadakan Kemdikbud. Boleh dicek sendiri dari mana saja anak-anak itu berasal, tidak semua dari sekolah favorit di kota. Mereka adalah anak-anak desa yang dibina gurunya dengan sepenuh hati. Saya rasa tidak ada guru yang mau mengabaikan anak didiknya dimanapun dia ditugaskan, karena dari awal ketika ia memilih profesi ini, ia sudah tau kewajiban apa yang harus  dijalankan. Semua ingin berkarya memajukan negeri ini.

Siswa saya yang menjadi finalis LPIR di Solo | dokpri
Siswa saya yang menjadi finalis LPIR di Solo | dokpri
Saya  menceritakan hal ini, bukan karena saya menduga-duga hal yang terjadi, namun dalam hal ini saya mengalami sendiri, sebelum saya menjadi pegawai negeri, saya pernah menjadi guru di sekolah swasta favorit di kabupaten tempat saya tinggal sekarang, tidak ada siswa miskin disana, fasilitas lengkap, berapun dana yang dibutuhkan, orang tua siap membantu. Tidak ada siswa yang berjalan kaki menuju sekolah mobil jemputan siap mengantar, setiap jam pelajaran usai, ibu-ibu dengan dandanan modis sudah siap dengan mobilnya di depan sekolah menunggu anaknya, yang mungkin segera akan mengantar anaknya les lagi  di luar jam pelajaran.

Dan mungkin kita sering memandang sebelah mata sekolah di desa, karena hal seperti itu tidak terjadi, mungkin benar fasilitas kami belum lengkap, tapi jangan mengira kami tidak punya semangat untuk maju. Kami yakin pemerintah akan mengusahakannya, namun harus bersabar tidak ada yang instan, semua butuh proses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun