Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi "Ngejot", Indahnya Toleransi di Bali

5 Juni 2019   22:04 Diperbarui: 6 Juni 2019   11:19 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi ngejot www.instagram.com./jeg.bali/

Semua pasti sudah tahu Bali adalah salah satu tempat yang sangat mengutamakan toleransi. Penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu berbaur dengan penduduk yang beragama lain dengan sangat harmonis.

Di Bali hampir tidak pernah membahas perbedaan agama, tidak pernah mempermasalahkan kepercayaan agama lain. Semua saling membantu karena adanya konsep menyama braya. 

Konsep "menyama braya" ini berarti menganggap semua orang adalah saudara, bukan karena ada hubungan darah saja tetapi karena manusia itu sama ciptaann Tuhan, sama di mata Tuhan.

Ketika ada acara besar seperti acara keagaaman, acara pernikahan, acara kematian, semua tetangga terlibat, walaupun berbeda agama, hanya saja yang berhubungan dengan ibadah berjalan sesuai kepercayaan masing-masing. 

Contoh saja dalam hari raya besar keagamaan, seperi Idul Fitri, umat beragama Islam akan melakukan tradisi mengantarkan makanan atau ngejot kepada umat beragama lain yang menjadi tetangganya. Begitu pula sebaliknya saat umat Hindu, Kristen, Buddha merayakan hari besar keagamannya akan melakukan hal yang sama. 

Sebut saja contohnya di daerah Desa Bengkel dan Pejaten, Kecamatan Kediri. Di sini banyak penduduk pendatang yang beragama Islam yang kebanyakan berasal dari Jawa dan Lombok, mereka bekerja sebagai tenaga kerja pada industri kerajinan genteng. 

Saat mereka merayakan Lebaran, akan ngejot kue, makanan lainnya kepada tetangga mereka, sedangkan umat nonmuslim saat merayakan hari besar keagamaannya tidak sembarangan ngejot ke umat Muslim. Ada tata kramanya.

Untuk umat Hindu, misalnya. Mereka tidak akan ngejot makanan dari sesajen yang digunakan untuk ritual keagamaannya kepada umat Muslim, melainkan menyiapkan makanan tersendiri, berupa buah-buahan dan kue.

Mereka tidak pernah ngejot masakan olahan daging, karena takut makanan tersebut tidak halal. Dalam acara besar umat Hindu biasanya banyak menyediakan daging misalnya ayam, mereka akan ngejot ayam yang masih hidup, sehingga nantinya disembelih dan dimasak sendiri oleh tetangganya.

Tidak cuma sampai di sini cerita keharmonisan mereka. Umat muslim yang pulang kampung ke Jawa atau lombok, ketika kembali ke Bali akan membawa oleh-oleh bukan hanya berupa makanan, tapi juga janur yang biasanya digunakan oleh umat Hindu sebagai sarana upacara keagamaannya.

Hal inilah yang menyebabkan hubungan antar umat beragama di Bali sangat harmonis. Mereka bisa hidup berdampingan tanpa mengusik kehidupan pribadi tetangganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun