Mohon tunggu...
Wisnu Nugroho
Wisnu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis -

mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sepeda di Istana

30 Maret 2010   15:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:05 1355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

saya memaklumi siapa pun yang sampai sekarang belum memakai sepeda sebagai moda transportasi. bukan ingin membela para kolektor sepeda yang harga satuan sepedanya kerap membuat saya geleng-geleng kepala. permakluman itu saya sampaikan karena tidak adanya dukungan dari siapa pun juga untuk penggunaan sepeda. jakarta dan juga kota-kota lain yang tumbuh makin urban seperti juga jogja di mana saya tinggal saat ini memang tidak ramah untuk pesepeda. ketidakramahan itu memang proses dan tidak hadir tiba-tiba. setahu saya dari cerita orangtua, di jakarta, pada akhir 1970, sepeda masih banyak dijumpai di jalan-jalan utama untuk moda ke mana-mana. jalan-jalan di jakarta memang umumnya hanya disiapkan untuk sepeda dan pedati saja. tidak adanya pelebar jalan setelah kendaraan bermotor menjadi raja adalah faktanya. di jogja, pada akhir 1990, sepeda juga masih menjadi raja. kota-kota lain saya rasa demikian juga. namun, kenapa raja itu turun tahta? saya tidak menemukan jawaban pastinya. saya hanya menduga saja. kemajuan yang digerakan industri dengan logika serba-serba nya membuat sepeda tidak layak ada. padahal, jalan-jalan yang saat ini ada di kota-kota indonesia di desain untuk sepeda pada awalnya. seperti diterapkan pada kita semua, industri menuntut kita serba cepat. karena itu, sepeda tidak layak hidup di tengah tuntutan serba cepat itu. bagaimana bisa cepat dengan sepeda? meskipun kalau kita lihat kemacetan kerena pendongkelan sepeda dari raja jalanan digantikan kendaraan bermotor saat ini, naik sepeda kerap lebih cepat. saya telah membuktikannya beberapa kali di jakarta atau pun di jogja. tapi sudahlah, sepeda memang tidak layak menjadi moda transportasi di kota-kota indonesia. hanya orang-orang aneh saja yang masih bersepeda di tengah mudahnya memiliki secara kredit sepeda motor atau mobil. terkait keanehan bersepeda, di istana juga terasa. pandangan orang di sepanjang jalan menuju istana yang saya rasakan sebagai pandangan melihat keanehan sudah biasa. yang membuat saya merasa aneh adalah tidak adanya tempat bagi sepeda yang tidak seberapa ukurannya di istana. di istana yang presidennya kerap berkampanye penggunaan sepeda untuk moda transportasi ternyata tidak menyediakan parkir untuk sepeda. saya jadi berpikir, untuk apa kampanye itu jika tidak untuk citra semata. tapi sudahlah, kampanye memang untuk diingkari kan? akibat kampanye hanya untuk citra, ketika memakai sepeda beberapa kali ke istana, tukang pakrir memandang dengan aneh dan meminta saya mengikatkan sepeda saya di pohon saja. tidak ada tempat parkirnya, kata tukang parkir kepada saya. saya tidak menjawab permintaannya, tetapi saya mengikat sepeda di tiang gardu jaga yang kerap dipakai sandaran merokok sambil menghitung laba. karena perlakuan aneh itu, saya bisa paham kenapa dua staf khusus pak beye yang seperti saudara kembar saat periode pertama memilih caranya masing-masing untuk bersepeda. dua staf khusus yang saya maksud adalah pak andi mallarangeng dan pak dino patti djalal. pak andi memilih bersepeda ke istana khusus hari jumat saja. itu pun tidak selalu karena kerap ada beberapa kendala. karena tidak adanya tempat parkir yang layak, pak andi tetap membawa nissan x-trail jatahnya untuk menyimpan sepedanya. kabin belakang dipakai untuk menaruh sepeda andalannya. nissan x-trail kemudian dipakai pulang ke rumahnya di kawasan cilangkap bersama sepedanya. sebaliknya, pak dino memilih bersepeda hanya di dalam kompleks istana untuk memenuhi panggilan pak beye yang bisa berada di istana merdeka, istana negara, wisma negara, atau kantor presiden. sepeda yang dipilih pun sepeda listrik yang tidak banyak menggunakan tenaga. karena ada embel-embel listrik itu, mungkin permintaan untuk mengikatkannya ke pohon tidak diminta petugas parkir istana. namun, apapun yang dipilih pak andi dan pak dino dengan sepedanya, saya angkat topi juga. mereka berdua sebagai staf pak beye memang taat menjalankan perintah pak beye bersepeda dengan caranya. kapan anda mau bersepeda? saya tidak memaksa, hanya bertanya saja. salam gowes [caption id="attachment_106597" align="alignnone" width="500" caption="pak andi dan pak dino bersepda dengan keterbatasannya. mereka berdua juga melaksanakan kampanye bersepeda sebagai moda transportasi seperti dicanangkan pak beye. (2009.wisnunugroho)"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun