Mohon tunggu...
Wisnu Nugroho
Wisnu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis -

mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keganjilan Pak Boed dan Bu Hera

16 Mei 2009   17:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:08 7202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

menurut saya, mas geem kurang lengkap saat memaparkan keganjilan pak boediono di gedung indonesia menggugat, bandung, lima jam sebelum deklarasi pak beye-pak boed di gedung sabuga itb. menurut saya, keganjilan pak boed juga tertemukan pada diri bu herawati atau biasa dipanggil bu hera.

mas geem menyebut pak boed sebagai yang ganjil di tengah berisiknya transaksi politik yang diibaratkannya sebagai pasar ternak yang akan dimasukinya. di tengah pasar ternak yang berisik itu, pak boed terlihat ganjil karena seorang ekonom, pendidik, dan teknokrat. pak boed ganjil karena bukan pimpinan partai politik. pak boed ganjil karena bukan juga anggota dinasti pemimpin politik. pak boed ganjil karena bukan tokoh terkenal seperti artis sinetron, pelawak, atau penyanyi. pak boed ganjil karena bukan vote getter.

namun, karena keganjilan pak boed di tangah berisiknya pasar ternak policik, eh politik, harapan justru diletakkan. setidaknya mas geem dan teman-temannya yang menaruh harapan itu di antara keganjilan pak boed.

teman-teman mas geem antara lain mas fasial basri, mas muhammad ichsan, mas raden pardede, mas chatib basri, mas rizal mallarangeng, dan mbak ayu utami. mereka berkumpul bersama, kecuali mas faisal yang datang terlambat, di gedung indonesia menggugat melepas pak boed ke tengah pasar ternak dengan keganjilannya. seperti biasa, pak boed, diapresiasi seperti apa pun oleh siapa saja hanya tersenyum.

tanpa kata-kata, pak boed kemudian memeluk teman-teman yang melepasnya dari lingkungan ilmuwan yang steril ke pasar ternak yang berisik. gedung tempat soekarno muda menggugat kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme di tanah airnya itu larut dalam suasana haru sebagai awal perjuangan. lagu indoensia raya sebelumnya dikumandangkan dan penggalan pledoi indonesia menggugat secara apik dimonologkkan wawan sofan terasa begitu menggetarkan.

namun, di luar keganjilan yang dilepaskan di pasar ternak itu, ada keganjilan juga yang selalu menyertai pak boed sejak masa kecilnya. ya. bu hera, teman main masa kecilnya di blitar dan teman hidupnya sampai sekarang.

bertemu bu hera bagi saya seperti bertemu ibu atau nenek sendiri. bukan. bukan karena saya sok akrab atau sok dekat. melihat bu hera bagi saya seperti melihat ibu atau nenek anda sendiri. ini keganjilan yang ingin saya bagikan kepada anda.

sebagai isteri seorang pejabat yang lebih dari 10 tahun menduduki posisi menteri dan setingkat menteri, bu hera memang ganjil. penampilannya sangat biasa bahkan jika dibandingkan dengan ibu atau nenek saya. saat tiba di stasiun gambir sebelum deklarasi misalnya. bu hera mengempit tas hitam kecil seperti punya nenek saya di lengan kanannya. tangan kirinya menenteng koper kecil berisi pakaian gantinya.

pakaian yang dikenakannya pun sangat biasa bahkan jika dibandingkan ibu saya yang hanya seorang guru taman kanak-kanak. bu hera mengenakan baju putih tanpa kerah dan tidak bermerek sepertinya. sweeter putih rajutan dikenakannya juga. bu hera mengenakan celana panjang abu-abu motif garis yang sangat populer pada tahun 70-an. nenek saya juga punya motif yang sama. satu lagi yang mengingatkan saya pada nenek saya adalah sepatu sendal hitam bu hera. sekali lagi, itu persis yang juga dipakai nenek saya di jogjakarta.

bukan telepon selular terbaru yang ada di tangannya. cover telepon selularnya pun sudah tergores-gores karena tampaknya memang sudah lama. sambil mengingat nenek saya, saya coba mengingat isteri para menteri, isteri staf khusus pak beye, dan isteri anggota legislatif kita. terlihat ganjil memang penampakan bu hera yang ternyata ramah juga.

ketika diajak bicara, bu hera penuh perhatian menatap mata saya. ini luar biasa menurut saya. kami pun menjadi leluasa berbicara dan saling bercerita. bu hera bercerita tentang kisah cintanya dengan pak boed yang ternyata tetangganya di blitar sana. ini membuat kami semua tertawa begitu juga bu hera. pak boed di jalan dr wahidin sudirohusodo nomor enam, sementara bu hera di jalan yang sama nomor 32.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun