Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Becermin dari Sikap Kesahajaan Gubri yang Baru

2 April 2019   13:59 Diperbarui: 2 April 2019   15:19 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fhoto/TribunNwes.com

Syamsuar mantan Bupati Kabupaten Siak, yang memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Riau 2018  dengan  pasangannya Edy Natar Nasution, telah dilantik  oleh Presiden Joko Widodo  (Jokowi) pada 20 Februari 2019 di Istana Merdeka Jakarta sebagai Gubernur Provinsi Riau yang baru priode 2018-2023.

Pelantikan Syamsuar dan wakilnya Edy Natar Nasution, tidak ada yang istimewa, sama seperti Gubernur Gubernur lainnya yang memenangkan Pilkada secara serentak tahun 2018 yang dilantik oleh Presiden.

Namun yang menarik untuk diteladani adalah sikap kesehajaan yang diperlihatkan oleh Syamsuar sebagai orang nomor satu di Provinsi Riau. Begitu usai pelantikan Syamsuar berkunjung kekantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan Syamsuar kekantor KPK adalah untuk berkonsultasi dan minta arahan tentang kepemimpinannya sebagai orang nomor satu di Provinsi Riau agar tidak terjerumus dalam pusaran korupsi.

Syamsuar adalah orang pertama setelah dilantik oleh Presiden sebagai Gubernur Riau, langsung menyambangi kantor anti rasuah itu. Kedatangan Syamsuar kekantor KPK, bertujuan ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat Riau yang dipimpinnya, terhadap seorang Kepala Daerahnya.

Karena sebelumnya, tiga Kepala Daerah Provinsi Riau terjerat dalam kasus korupsi. Dimulai Dari Saleh Djasit, dengan masa jabatan 1998-2003. Tersandung kasus korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran (Damkar).

Kemudian menyusul Rusli Zainal dengan masa jabatan 2003-2008 dan 2008-2013. Rusli menjabat sebagai Gubernur Riau dua priode. Pada masa menjalani jabatan Gubernur dipriode kedua Rusli yang juga Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Riau tersandung kasus korupsi suap dalam pelaksanaan Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang dipusatkan di Riau. Disamping itu Rusli juga terjerat kasus korupsi kehutanan Riau.

Kasus korupsi yang menjerat Gubernur Riau tidak berhenti pada Rusli Zainal, tapi melainkan berlanjut kepada Annas Maamun. Annas sebelum memenangkan Pilkada Provinsi Riau priode 2013-2018, beliau adalah Bupati Kabupaten Rokan Hilir dua Priode.

Hanya beberapa bulan Annas dilantik sebagai Gubernur Riau, yang bersangkutan ditangkap oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), karena diduga terlibat dalam kasus suap terhadap pembebasan hutan di Provinsi Riau.

Dalam kaitan ini lah Syamsuar menyambangi kantor KPK setelah dilantik oleh Presiden sebagai Gubenrnur Riau. Syamsuar tidak ingin dirinya menjadi Gubernur keempat yang akan terjerat dalam pusaran korupsi di negeri lancang kuning yang kaya dengan sumber alam minyaknya itu.

Sikap Sahaja :

Sebagai seorang Gubernur, Syamsuar memperlihatkan sikap kesahajaannya, sikap bersahaja yang jarang dimiliki oleh kepala daerah setingkat Gubernur. Seratus hari pertama kerja, setelah dilantik sebagai Gubernur , Syamsuar ingin membuktikan,  bahwa dirinya memiliki kemauan yang cukup besar untuk membangun Provinsi Riau. Syamsuar memiliki cita cita untuk mensejahterakan masyarakat Riau, terutama dalam hal peningkatan prekonomian masyarakatnya.

Gubermur Riau yang satu ini nampaknya tidak ingin menggerogoti dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diperuntukkan untuk membangun Riau. Betapa kagetnya sang Gubernur begitu mengetahui ada lima unit mobil mewah yang dijadikan sebagai mobil dinas Gubernur sebelumnya.

Lima mobil itu terdiri dari Toyota Royal Saloon, Toyota Innova, Toyota Land Cruiser, Toyota Alphard dan Toyota Fortuner. Dari lima mobil dinas tersebut belakangan terungkap bahwa tiga mobil, yakni Toyota Royal Saloon, Innova dan Toyota Alfhard, adalah mobil dinas yang dibeli dengan menggunakan dana APBD, yang dianggarkan oleh DPRD Provinsi Riau, sementara yang dua unit lagi, yakni Toyota Fortuner, Toyota Land Cruiser, pembeliannya tidak termasuk didalam APBD yang dianggarkan oleh DPRD Provinsi Riau.

Tentu dalam konstek seperti ini menimbulkan pertanyaan. Dua mobil mewah tersebut pembeliannya dengan menggunakan uang dari pos mana? Sementara DPRD Provinsi Riau tidak tahu menahu dengan munculnya dua mobil mewah yang dijadikan sebagai mobil dinas Gubernur terdahulu.

Persoalan dua unit mobil mewah yang dijadikan sebagai mobil dinas Gubernur terdahulu, kini menjadi persoalan abu abu, karena tidak jelas pembeliannya dengan menggunakan pos anggarannya.

Sebagai Gubernur Riau yang baru, Syamsuar tidak ingin terperangkap dengan persoalan dua mobil dinas yang tidak jelas dana pembeliannya.  Maka sang Gubernur itu berniat untuk menyerahkan kedua mobil mewah yang dijadikan mobil dinas oleh Gubernur terdahulu kepada KPK.

Syamsuar mengatakan pihaknya hanya cukup menggunakan tiga mobil dinas yang ada untuk keperluan dinas Gubernur, sedangkan untuk keperluan pribadinya dia akan menggunakan mobil milik pribadinya.

Yang menarik dari sikap Syamsuar ini adalah, pihaknya akan menggunakan mobil dinas yang lama yang dipakai oleh pendahulunya. Tanpa harus meminta pengadaan mobil baru sebagai mobil dinasnya. Karena Syamsuar menyadari jika dia mengusulkan pengadaan mobil baru tentu akan mengganggu efesiensi dari APBD yang memang diperuntukkan untuk pembangunan Riau.

Sikap yang diperlihatkan oleh Syamsuar, bertolak belakang dengan sikap yang diperlihatkan oleh sebahagian besar Kepala Daerah. Begitu dilantik menjadi kepala daerah, apakah itu sebagai Bupati maupun Walikota, serta Gubernur, langsung mengajukan permintaan, mulai dari sendok makan satu biji, sampai kepada fasilitas lainnya, perlengkapan rumah dinas, mobil dinas dan lain sebagainya harus ditanggung Negara. Tapi Gubernur Riau yang baru ini menolak hal itu.

Belajar Dari Dua Umar :

Dalam sejarah Islam, setelah wafatnya Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW, lahir dua pemimpin sebagai pengganti Rasulullah setelah Khalifah Abubakar Siddiq, yakni Umar Bin Khatab dan Umar Bin Abdul Azis dalam kurun waktu kepemimpinan yang berbeda.

Umar Bin Khatab dalam memimpin, bersikap sederhana, sampai sampai Umar hanya memiliki sehelai baju yang bagus dan bersih. Baju inilah yang dipakai oleh Umar dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dan baju itu setiap hari dicuci. Karena umar tidak memiliki baju yang bagus untuk penggantinya, kalau Umar orang yang serakah tentu dia bisa saja untuk membeli berlusin lusin baju baru untuk keperluan dinasnya. Tapi itu tidak dilakukan oleh Umar, karena umar memiliki gaji yang kecil dari baitul mal, dan sedikitpun Umar tidak mengambil uang dari Baitul Mal untuk keperluan pribadi dan keluarganya, karena itu bukan haknya, tapi melainkan adalah hak rakyat yang dipimpinnya.

Ketika Umar Bin Abdul Azis diangkat sebagai Khalifah, Umar Bin Abdul Azis juga memiliki sifat yang sederhana. Dalam kepemimpinannya Umar Bin Abdul Azis mencontoh sikap yang ditunjukkan oleh Umar Bin Khatab selaku pendahulunya.

Sebagai Khalifah, Umar Bin Abdul Aziz tidak menggunakan fasilitas yang diberikan oleh Negara kepadanya untuk keperluan pribadi dan keluarganya. Begitu putranya datang menghadap kepada Umar Bin Abdul Aziz diruang kerjanya pada malam hari, karena ada keperluan keluarga yang akan disampaikan oleh putranya.

Sang Khalifahpun bertanya, dalam urusan apa putranya datang menemuinya diruang kerja. Apakah keperluan Negara dan rakyat atau keperluan pribadi dan keluarga. Begitu sang putra menjelaskan kedatangannya untuk urusan keluarga. Umar Bin Abdul Azis memadamkan lampu yang ada diruangan itu. Karena kau datang dalam urusan keluarga, maka tidaklah pantas kita membicarakannya dengan menggunakan fasilitas Negara yang dibiayai oleh rakyat. Ujar Umar Bin Abdul Aziz kala itu.

Sikap dari kedua Umar inilah yang mungkin menjadi inspirasi Syamsuar untuk tidak membebani Negara melalui uang masyarakat yang dihimpun dari berbagai pajak dan retrebusi. Yang kemudian dimasukkan kedalam APBD untuk pembangunan daerah, agar masyarakat dapat untuk menikmati pembangunan itu.

Sikap bersahaja yang diperlihatkan oleh Gubernur Riau yang baru ini, semoga bukan topeng belaka, dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur di seratus hari pertama. Tapi melainkan adalah sikap yang benar benar tulus datangnya dari hati nurani seorang pemimpin terhadap masyarakat yang dipimpinnya.

Terlepas dari semua itu, sikap kesahajaan yang dimiliki oleh Gubernur Riau yang baru ini dapat menjadi tauladan bagi kepala kepala daerah yang lainnya. Apakah itu Bupati, Walikota maupun Gubernur. Karena jabatan adalah amanah yang diberikan oleh masyarakat yang memilihnya. Para pemimpin perlu untuk mengingat bahwa tampa pilihan masyarakat, dia bukanlah siapa siapa.  Maka amanah yang diberikan oleh masyarakat perlu untuk dijaga. Semoga!

Tanjungbalai, 2 April  2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun