Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tarif Dasar Listrik Turun, Semoga Bukan Alat Kampanye Pilpres

27 Maret 2019   13:32 Diperbarui: 28 Maret 2019   08:24 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di zaman modern yang serba elektronik, Listrik termasuk kebutuhan pokok sehari hari bagi masyarakat. Maka ketika Tarif Dasar Listrik (TDL) naik, masyarakat banyak yang mengeluhkannya, karena kenaikan tarif listrik akan menjadi beban ekonomi bagi masyarakat selaku konsumen listrik.

Maka tidak perlu heran, ketika menjelang perhelatan pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahun sekali, dalam kaitan pemilihan pemimpin (Presiden-Wakil Presiden) listrik dijadikan sebagai salah satu materi alat kampanye oleh para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Ini membuktikan bahwa listrik adalah suatu hal yang sangat urgen di tengah-tengah masyarakat.

Tanpa listrik, roda prekonomian suatu negara akan mengalami kemacetan. Karena para pelaku industri, baik industri besar, maupun home industry menggantungkan roda prekonomiannya kepada listrik.

Karena tanpa listrik, mesin-mesin industri besar dan kecil akan terhenti. Berhentinya mesin-mesin industri, berkaitan erat pula dengan tenaga kerja yang berasal dari rakyat. Jika listrik mati, mesin produksi tidak berproduksi, ujung ujungnya akan melahirkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikalangan para buruh (pekerja).

Oleh karena itu persoalan listrik adalah persoalan yang vital untuk dibicarakan.

Menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden -- Wakil Presiden (Pilpres-Pilwapres), listrik dijadikan salah satu materi kampanye oleh pasangan Pilpres-Pilwapres. Prabowo Subianto Calon Presiden (Capres) nomor urut dua  saat menyampaikan visi misinya pada debat Capres 2019 Prabowo mengatakan pihaknya akan menurunkan harga listrik.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Sandiaga Solahuddin Uno Calon Wakil Presiden nomor urut dua di depan setiap masyarakat yang ditemuinya, pihaknya berjanji akan menurunkan tarif tenaga listrik serta Bahan Bakar Minyak (BBM). Karena listrik dan BBM berkaitan sangat erat.

Issue untuk menurunkan berbagai tarif seperti TDL dan harga BBM, nampaknya merupakan suatu kewajiban untuk disampaikan oleh pasangan Capres dan Cawapres saat melakukan kampanye. Hal ini disampaikan agar mereka terlihat pro terhadap rakyat.

Walaupun setelah usainya masa kampanye, dan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden, persoalan listrik tidak lagi menjadi prioritas bagi Presiden dan Wakilnya.

Dan yang mirisnya ketika hal ini menjadi tuntutan rakyat, dengan seenaknya mereka mengatakan urusan listrik sudah ada yang mengurusnya. Atau dengan bahasa lain " masa urusan listrik harus diurus Presiden"

Jawaban jawaban klise seperti ini, sudah bagaikan menjadi  mata rantai, dari setiap pemimpin yang terpilih. Persoalan listrik ketika menjelang Pilpres dan Pilwapres layaknya bagaikan sebuah dagangan yang laris manis untuk dijual ke tengah-tengah masyarakat demi untuk mendapatkan dukungan, karena membicarakan masalah listrik  seolah oleh mereka berada dipihak rakyat yang sangat membutuhkan listrik.

Turunnya TDL :

Masalah penurunan TDL yang diwacanakan oleh pasangan Capres dan Cawapres Prabowo --Sandi memang baru sebatas cita cita. Karena pada saat ini jelas tidak masuk diakal jika Prabowo-Sandi dapat menurunkan TDL. Terkecuali jika Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut dua ini memenangkan Pilpres yang akan digelar pada April 2019 yang akan datang. Barulah Prabowo -- Sandi punya legalitas dan kekuasaan untuk menurunkan TDL.

Berbeda dengan pemerintahan yang sekarang, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo -- Jusuf Kalla. Jelas memiliki legalitas dan kekuasaan untuk menurunkan TDL. Pemerintah yang sekarang tidak lagi hanya berwacana untuk menurunkan TDL, tapi melainkan telah merealisasi penurunan TDL, sejak 1 Maret 2019.

Perusahaan Terbatas (PT) Perusahaan Listrik Negara (PLN-Persero) melalui executive Vice Presiden Corporation & CSR PLN I Imade Suprateka memastikan mulai 1 Maret 2019, masyarakat akan menikmati penurunan tarif tenaga listrik (TTL) dengan adanya diskon tarif listrik. Menurut PT PLN Penurunan TTL ini hanya bisa dinikmati oleh pelanggan R-1 900 VA Rumah Tangga mampu (RTM).

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh pihak PT PLN kepada media, adanya intensif berupa penurunan tarif diberikan, karena PT PLN mengklaim adanya efesiensi pada golongan R-1 900 VA. Selain itu juga dikarenakan, terjadinya penurunan harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat (AS).

Para pelanggan listrik R-1 900 VA RTM yang berkisar lebih kurang sebanyak 21 juta pelanggan, hanya akan membayar tarif listrik senilai Rp 1.300 per kilowatt hour (kwh).

Harga ini menurut pihak PT PLN lebih murah Rp 52 per kwh, bila dibanding dengan tarif normal yang berlaku sebelum tarif turun sebesar Rp 1.352 per kwh.

Kebijakan yang diambil oleh pihak PT PLN ini memang diluar dugaan, karena sebelumnya, Menteri Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan dalam keterangannya pernah mengatakan jika tarif listrik tidak akan mengalami perobahan, setidaknya sampai akhir tahun 2019.

Turunnya harga TDL jelas disambut dengan baik oleh masyarakat, dengan diturunkannya harga TDL akan mengurangi beban masyarakat terhadap pembayaran listrik setiap bulannya, kendatipun TDL turun bagi pelanggan golongan R-1 900 VA.

Namun yang menjadi pertanyaan di tengah masyarakat dengan turunnya TDL bagi  RTM pelanggan golongan R-1 900 VA, apakah akan diikuti oleh pelanggan yang memakai prabayar (pulsa)? Karena selama ini pihak PLN gencar gencarnya mempromosikan meteran prabayar.

Ironisnya dalam hal mempromosikan meteran pra bayar, dibarengi dengan ancaman kepada pelanggan listrik. Pelanggan jika tertunggak pembayaran rekening listriknya selama dua bulan,  pihak PT PLN akan melakukan pemutusan sambungan aliran listrik.

Dan jika sipelanggan melunasi tunggakannya, maka pihak PT PLN, kembali menyambung aliran listrik, dengan catatan meterannya diganti dengan meteran pra bayar.

Kebijakan PT PLN ini pernah mendapat keritikan tajam dari Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli.

Menurut Rizal, meteran pra bayar hanya menguntungkan pihak konsersium yang menangani penjualan token lisrik, karena setiap pembelian fulsa para pelanggan dikenakan biaya administrasi.

Jelas hal ini menjadi beban bagi masyarakat selaku pelanggan listrik prabayara.

Bukan Alat Kampanye :

Penurunan TDL yang dilakukan oleh pihak Pemerintah, diharapkan oleh masyarakat bukan sebagai alat kampanye menjelang dekatnya pelaksanaan Pilpres 17 April 2019, tapi melainkan adalah keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya.

Karena selama ini, masyarakat sebagai pelanggan listrik, bukan dikarenakan atas kemampuan prekonomiannya, tapi melainkan karena keterpaksaan, masyarakat harus memiliki alat penerang listrik.

Masuknya masyarakat sebagai pelanggan listrik RTM golongan R-1 900 VA, pemerintah jangan menganggap mereka ini mampu, tapi melainkan keterpaksaan dari kebijaksanaan yang diambil oleh pihak PT PLN yang menghapus pelanggan listrik golongan  400 VA.

PT PLN selama ini telah melakukan kebijakan yang salah, setiap masyarakat yang punya keiinginan rumahnya dialiri oleh listrik (pemasangan baru), PT PLN tidak melayani pemasangan listrik baru yang berkekuatan 400 VA, alasan yang diketengahkan oleh pihak PT PLN , dengan mengatakan sambungan listrik baru 400 VA sudah ditiadakan, yang ada sambungan listrik baru 900 VA keatas.

Kebijakan yang dilakukan oleh pihak PT PLN, memang tidak ada putus putusnya, belakangan PT PLN mengeluarkan kebijakan baru lagi, dengan mempromosikan meteran listrik pra bayar. Setiap masyarakat yang ingin menjadi pelanggan listrik baru, pihak PT PLN menyodorkan meteran pra bayar.

Alasan yang diketengahkan oleh pihak PT PLN tetap itu keitu berulang sampai usang.  Meteran lama tidak diberlakukan lagi, kalau mau masuk listrik baru harus memakai meteran pra bayar.

Lahirnya kebijakan kebijakan yang dilakukan oleh pihak PT PLN terhadap listrik, adalah merupakan ketidak berpihakan pemerintah kepada rakyatnya. Karena setiap saat TDL naik terus dan entah kapan turunnya.

Maka jangan salahkan rakyat jika  mereka salah dalam  menilai terhadap kebijakan pemerintah yang menurunkan TDL menjelang dekatnya Pilpres 2019.

Rakyat berharap, turunnya TDL menjelang semakin dekatnya Pilpres 2019, jangan dijadikan sebagai alat kampanye Pilpres. Untuk mendapat dukungan dari rakyat, seolah olah pemerintah memang pro rakyat. Habis Pilpres TDL naik lagi berlipat lipat.

Kebijakan ini namanya kebijakan mensengsarakan rakyat.

Semoga!

Tanjungbalai,  27 Maret 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun