Mohon tunggu...
Wisnuaji Gagat Priambada
Wisnuaji Gagat Priambada Mohon Tunggu... lainnya -

Lelaki yang 'terpaksa' mencari nafkah di dunia IT. Penikmat kopi. Sangat benci ketika kopi di cangkir sudah habis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Blunder Software Developer: Enggan Menjalin Hubungan Baik dengan ex-Klien

12 Juni 2015   13:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Saya sebut blunder karena “mantan” klien itu sebenarnya tidak benar-benar menjadi “mantan”. Jika perusahaan konsultan pengembang perangkat lunak (software developer) tersebut melihatnya sebagai sebuah “opportunity“, para “mantan” klien tersebut seharusnya akan terus “dijaga”. Karena selain kualitas produk perusahaan software developer tersebut, pelayanan juga akan menjadi tolok ukur klien untuk “repeat order“. 

Saya tergelitik menulis hal ini karena pengalaman pribadi saya sebagai “mantan” klien yang sepertinya agak dicampakkan (kalau tidak disebut “habis manis sepah dibuang, habis mbayar yo mbuh gak eruh“) :D

Beberapa waktu lalu, tepatnya pertengah 2014 perusahaan kami meng-hire sebuah perusahaan software developer untuk membangun sebuah sistem informasi. Kebetulan saya sendiri menjadi salah satuPerson In Charge (PIC) pada project itu. Dengan budget yang tidak terlalu banyak dan lingkup kerja yang tidak terlalu luas, saya putuskan untuk mencari software developer di sekitaran Surabaya. Untuk menghemat biaya transport ketika penghitungan RAB. Untuk penghematan pula, sebagian proses analisa sistem kami kerjakan sendiri. Mereka bisa dibilang murni jadi “tukang penjahit”, alias “coding” saja.

Selama proses SDLC (System Development Life-Cycle) berjalan, semua baik-baik saja bahkan saya sempat memuji Project Manager mereka. Ada seberapa kendala saya rasa wajar lah, namanya jugaproject. Nah, selepas serah terima, mulailah ketidaknyamanan muncul.

Project manager mereka mulai susah dihubungi bila ada change-request. Hanya direspon bila ada bugs yang merupakan tanggung jawab mereka. Memang betul sih, beberapa change-request kami itu di luar lingkup kerja yang disepakati. Namun, seharusnya hal seperti ini ditangkap sebagai sebuah peluang, bukan sebagai beban. Bila khawatir change-request tersebut menelan effort yang besar, kan bisa dijawab normatif dulu. “Kami analisa dulu ya pak, nanti kami kabari,” misalnya. Jika memang effort-nya besar, kan bisa saja disampaikan biaya yang mungkin bisa timbul sekian sekian. Kalau terus terang seperti itu, klien pun biasanya memaklumi.

Pengalaman tak menyenangkan pasca implementasi ini mungkin sering terjadi pada kita semua. Padahal ketika hal-hal seperti ini bisa disikapi oleh perusahaan konsultan dengan baik tanpa mengesampingkan aspek bisnis, maka bisa saja klien tersebut akan menggunakan jasa mereka lagi. Atau minimal merekomendasikan kepada koleganya, dan bertambahlah pundi-pundi uang mereka. Jangan pernah menganggap klien itu manja lalu tidak mau melayaninya. Karena kalau perusahaan konsultan tersebut berpikir lebih cerdas dan lebih profit-oriented, klien yang dianggap “manja” tersebut justru bisa menjadi sumber penghasilan terus menerus. Bisa saja semakin bersikap “manja”, malah semakin banyak peluang bisnis bisa dijalin :p Betul atau betul?

Saya sendiri beberapa kali mengalami ketidaknyamanan seperti ini. Namun tak jarang juga mendapatkan perusahaan konsultan yang hebat dan profesional, baik vendor hardware, konsultan manajemen TI atau software developer. Mereka tetap menjalin hubungan baik meski sudah pasca implementasi. Karena cara berpikir mereka sudah berbeda. Mereka akan melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan untuk mencari peluang, atau minimal mendapatkan citra baik. Ingat, citra baik itu sangat susah dibangun.

Surabaya, 12 Juni 2015

Re-publish dari blog saya

Note:

Jangan tanya kepada saya nama perusahaan konsultan yang saya ceritakan di atas. Nanti dikira fitnah :-p

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun