Beberapa tahun ini, isu kesetaraan gender memang lagi hangat dibicarakan banyak orang. Mulai dari akademisi hingga penyintas kekerasan seksual yang bersuara di banyak tempat mulai dari media sosial sampai turun ke jalan.Â
Dan saya rasa ini sangat bagus. Saya jadi tahu bahwa banyak sekali kerugian yang dialami oleh para perempuan dengan sistem patriarki yang berlangsung selama berabad-abad. Saya jadi sadar bahwa kita tidak seharusnya mengkotak-kotakan seseorang hanya karena jenis kelaminnya saja.
Tapi jarang ada orang yang membicarakan hal yang saya tulis dalam tulisan ini, bahwa patriarki, yakni sebuah sistem tatanan sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasan tertinggi itu merugikan saya sebagai laki-laki.Â
Seksisme, yakni sebuah prasangka dan anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dalam hal ini, laki-laki itu lebih superior atau lebih baik daripada jenis kelamin yang lainnya, dalam hal ini, perempuan.
Hal ini bermula dari ibu saya yang meminta tolong saya untuk memperbaiki alat setrikanya yang rusak. Kabelnya putus atau korslet, saya tidak tahu dengan pasti karena saya bukanlah mekanik yang terlatih. Lalu ibu saya berkata, "Kamu kan laki-laki, masa sih gak bisa? Laki-laki macam apa kamu?"
Lalu beberapa waktu yang lalu juga teman saya berkata, "Ganti oli dan ganti busi motor mah gak usah ke bengkel. Kerjain sendiri aja di rumah, kita kan laki-laki. Harus ngerti motor."
Beberapa tahun yang lalu, saat saya masih aktif menjadi atlet cabang olahraga karate, pelatih saya yang juga merupakan pelatih beladiri militer berkata, "Kamu kalau lari jangan lambat! Jangan kayak perempuan! Mukul dan nendang juga harus keras, kamu kan bukan perempuan!", terlebih, ini dikatakan saat pemusatan latihan menjelang Pekan Olahraga Mahasiswa di depan atlet yang bukan saja terdiri dari laki-laki, tapi juga perempuan.
Di tulisan ini saya hanya fokus pada pandangan saya sebagai seorang laki-laki ya. Dan saya katakan, bahwa patriarki dan seksisme itu merugikan laki-laki juga, tidak hanya perempuan.Â
Dari pengalaman saya di atas, laki-laki yang tidak bisa melakukan tugas kelistrikan sederhana dianggap sebagai laki-laki tidak becus.Â
Laki-laki yang tidak bisa membongkar sepeda motornya sendiri dianggap bukan laki-laki, dan laki-laki yang tidak ahli dalam olahraga dianggap sama seperti perempuan.