Mohon tunggu...
wisnu wisaksono
wisnu wisaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Akun ini dibuat untuk membangun dunia penempatan PMI

Saya wisnu wisaksono dari tangerang selatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Apakah Dampak UU 11/2020 terhadap P3MI dan PMI?

29 Januari 2021   10:10 Diperbarui: 29 Januari 2021   10:17 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Wisnu Wisaksono,    Pemerhati Penempatan PMI 

Kelahiran UU no 11/2020  tentang Cipta Kerja  beberapa bulan lalu  (November 2020)  sempat menimbulkan  angin segar  bagi para Perusahaan  Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), meski tidak berlangsung lama. Harapan  serupa juga terjadi di kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) , setelah menghadapi masa penghentian penempatan PMI oleh Kepmenaker 151/2020.   Tetapi  selang beberapa waktu kemudian, nampaknya persoalan rumit ,  khususnya di bagian Bisnis Proses, pada Usaha  Penempatan PMI, masih belum juga tersentuh,,  apalagi terselesaikan, oleh UU no 11/2020 tersebut.

Masalah Perijinan

Memang benar,  UU 11/2020  sangat membantu menyelesaikan masalah/polemik perijinan. Sebelum lahirnya UU 11/2020  tersebut, sempat terjadi polemik .  Yakni mengenai persoalan,  apakah UU no 18/2017 yang memuat beberapa persyaratan baru, yang berbeda  dengan persyaratan sebelumnya, bagi  badan usaha untuk menjadi P3MI -  sebelumnya dikenal sebagai PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) -    dapat menghentikan, di tengah jalan,  perijinan berusaha yang sudah ada sebelum lahirnya UU tersebut,   walaupun ijin nya masih berlaku sampai kurun  waktu tertentu sesudah lahirnya UU 18/2017?   Bahkan sempat terjadi beberapa  pihak  memohon Uji Materi UU 18/2017 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) . Ada juga  yang memohon Uji Materi ke  Mahkamah Agung (MA) terhadap  sebuah aturan turunan UU 18/2017 , yakni Permenaker 10/2019 .

Dan ada beberapa  PPTKIS yang  belum menyesuaikan dengan persyaratan baru, karena menilai belum jatuh tempo untuk melakukan perpanjangan/penyesuaian  ijinnya,   kemudian dicabut Perijinan Berusahanya oleh Kemenaker,  lalu para PPTKIS tersbut menggugat Keputusan Menaker melalui Peradilan Tata Usaha Negara ( PTUN) . Para PPTKIS tersebut  menilai Keputusan Menaker mencabut  Perijinan Berusahanya sebagai  hal  yang  janggal,   dan berlawanan dengan asas Non Retroaktif.   Dengan hadirnya UU no 11/2020 Cipta Kerja, khususnya melalui pasal 184 , terjawab sudah , bahwa Perijinan Berusaha atau Ijin Sektor yang sudah terbit, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya  Perijinan Berusaha.

Proses Bisnis  : Mata Rantai Yang Hilang

Namun, kehadiran UU 11/2020 Cipta Kerja, tetap tidak membantu memecahkan masalah mata rantai proses bisnis yang hilang dalam usaha penempatan PMI, yang  muncul setelah lahirnya  UU 18/2017 sekitar 3 tahun lalu.

Dalam UU sebelumnya, yakni UU no 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri  (PPTKILN), keseluruhan  proses bisnis penempatan PMI,  mulai  dari Pencarian peluang kerja/ Job Order, Perekrutan, Pelatihan dan Sertifikasi, Pemberangkatan, dan Layanan Administrasi  dapat berjalan baik dan relatif berada dalam rentang kendali PPTKIS. Setelah lahirnya UU 18/2017, terjadi perubahan drastis, dimana kewenangan perekrutan dan  pelatihan  berada di tangan Pemerintah ( Pusat,  Propinsi, Kabupaten-Kota, bahkan Desa). Dalam aturan turunan UU 18/2017, yakni Permenaker  09/2019,  diatur bahwa  kegiatan  sosialisasi dilakukan oleh Layanan Terpadu Satu Atap ( LTSA)/Disnaker,  melibatkan pemerintah desa, dilakukan  secara daring ataupun luring.

Sosialisasi  pun dapat dilakukan oleh Kemnaker dan BP2MI melalui Pameran/Job fair.  Dengan filosofi bahwa CPMI adalah subyek, bukan obyek penempatan,  Permenaker 9/2019 mengatur bahwa sesudah CPMI mendapatkan sosialisasi,  maka  pendaftaran dilakukan oleh CPMI  sendiri , di LTSA/Disnaker  (bukannya di kantor P3MI), untuk kemudian diuruskan pelatihannya oleh oleh Pemerintah , baik pada LPK Pemerintah, ataupun LPK Swasta terakreditasi, secara gratis bagi CPMI.  Sesungguhnya, konsep awal dari pengurangan peran P3MI adalah mulia, untuk menghindari  praktek rekrutmen dan pelatihan yang terkadang kesannya dilaksanakan secara sembrono, serta praktek pembebanan biaya berlebih/over charging, yang dilakukan oleh sebagian oknum P3MI. Namun hingga 3 tahun lebih setelah lahirnya UU 18/2017, fungsi rekrutmen dan  pelatihan , sebagaimana yang diamanatkan  UU tersebut, masih belum dapat dijalankan oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah, hingga Desa).

Sesungguhnya , praktek lapangan yang terjadi selama 3 tahun ini adalah bahwa P3MI masih menjalankan prosedur seperti yang diamanatkan UU 39/2004, dengan sedikit modifikasi di sana-sini.

Demikian pula,  masih terdapat beberapa aturan turunan , yang diamanatkan UU 18/2017 harus diselesaikan dalam 2 tahun setelah berlakunya UU tersebut, , ternyata masih belum terselesaikan.  Bahkan untuk lebih jelas  lagi melihat situasinya di lapangan, ada beberapa kabupaten, yang secara jujur menyatakan ketidaksiapannya  dalam  menyelenggarakan dan membiayai pelatihan PMI sebagaimana  amanat UU 18/2017  pasal 41 ..Jadi nampak bahwa UU 11/2020 memberi dampak kemudahan perijinan berusaha bagi P3MI, namun tidak/belum memberi  dampak apapun terhadap perbaikan proses bisnis  bagi P3MI,  serta tidak/belum  memberi  perbaikan pelayanan terhadap   CPMI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun